Dari kepulauan terpencil Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat tersembunyi masyarakat yang hidup dalam keseimbangan yang rapat dengan alam.Â
Suku Mentawai, sebuah etnis minoritas yang menjaga teguh nilai-nilai tradisi, menginspirasi dan memukau dengan seni tato mereka yang khas. Jauh dari kehidupan modern yang berbanjir teknologi, mereka adalah penjaga kearifan lokal yang tak ternilai harganya.
Kehidupan suku Mentawai dipenuhi dengan keajaiban alam. Hutan-hutan hijau yang menjulang tinggi, sungai-sungai yang mengalir dengan gemericik yang menenangkan dan pantai pasir putih yang menghadap samudra membentuk lanskap sehari-hari mereka.Â
Mereka hidup dalam harmoni alam, memahami bahwa keberadaan mereka adalah bagian tak terpisahkan dari lingkungan ini. Alam bukan hanya tempat tinggal, melainkan rekan setia yang memberi mereka segala yang mereka butuhkan.
Namun, apa yang benar-benar membedakan suku Mentawai adalah seni tato mereka. Tato bukan hanya seni dekoratif, tetapi lebih dari itu. Mereka adalah penjaga identitas budaya.Â
Setiap tato adalah karya seni hidup yang mengandung kisah, simbol dan filosofi tentang kehidupan. Mereka adalah medium di mana suku Mentawai mengungkapkan hubungan mendalam mereka dengan alam.Â
Dikutip dari Liputan6.com, tato atau suku Mentawai mengenalnya dengan 'titi' merupakan tato tertua di dunia yang memiliki nilai estetika dan makna simbolik pagi penggunanya.
Proses pembuatan tato di suku Mentawai adalah upacara yang penuh makna. Seorang ahli tato, seringkali seorang tetua dengan pengetahuan mendalam tentang tradisi, memulai proses ini dengan hati-hati.Â
Dalam melaksanakan tugas, sang Sipatiti biasanya dibayar dengan 1 ekor hewan berupa ayam (bagi yang kurang mampu) atau babi (Marta, 2020).Â
Menggunakan teknik manual yang diwariskan dari generasi ke generasi, setiap goresan tato dilakukan dengan presisi dan kecermatan yang memukau.Â