Ceritanya dimulai dengan aku sering kali merasa gembira menerima pemberian dari temanku, karena ibuku selalu mengajarkan bahwa setiap pemberian dari orang lain dapat membuat mereka bahagia. Namun, ketika aku berusaha memberikan sesuatu kepadanya, terlihatnya enggan menerimanya. Ini membuatku merasa ragu apakah pemberianku kurang baik atau caraku yang salah.
Kemudian, ketika ia memberiku lagi, aku menjadi sangat berhati-hati dalam menerimanya. Bukan karena aku tidak ingin, tetapi karena pengalaman sebelumnya membuatku merasa canggung menerima pemberian. Aku mencoba menawarkan apa yang aku punya untuknya, tetapi jawabannya selalu samar antara mau atau tidak, sulit untuk mengartikan ekspresinya.
Hal ini membuatku merasa bingung, jadi aku memutuskan untuk menjaga jarak ketika memberikan sesuatu kepadanya. Aku berpikir bahwa dengan begitu, dia akan merasa lebih bebas menerima tanpa tekanan dari kehadiranku. Dari situ, aku belajar untuk tidak terlalu merepotkannya atau meminjam barangnya. Aku juga merasa senang ketika dia meminta tolong atau mau menerima pemberian dariku.
Pada akhirnya, aku menyadari bahwa mungkin temanku memiliki caranya sendiri dalam menerima pemberian. Meskipun ada kebingungan di awal, aku mulai memahami bahwa dia mungkin hanya ingin menjaga keseimbangan dalam hubungan kita. Dengan saling menghargai perasaan satu sama lain, kami akhirnya bisa tetap menjadi teman yang baik dan saling mendukung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H