Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Petani Sawit Angkat Bicara Soal Pendanaan BPDPKS

27 Mei 2022   16:12 Diperbarui: 27 Mei 2022   16:21 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                                     "Kelapa sawit membantu jutaan petani kecil keluar dari kemiskinan."
                                                                                                                                                                                                            - Presiden Joko Widodo -

Sekitar sembilan puluh persen (90%) petani sawit di Aceh Utara, awalnya tidak percaya akan mendapatkan bantuan dari BPDPKS (Badan Pengelolaan Dana Petani Kelapa Sawit). Ditambah usulan untuk Sarpras (sarana prasarana) belum mendapatkan respon dari Dinas Perkebunan maupun BPDPKS. Meski begitu, ada cerita menyenangkan dari para petani di Aceh Utara.

Saat webinar “Dampak Positif Sarpras, PSR, pendanaan BPDPKS bagi Petani Sawit, 24 Mei 2022, Menara 165, Jakarta, Muslih, Ketua Kelompok Tani Aman Jaya, Aceh Utara, berkisah bahwa kelompok merekalah yang pertama kali mendapatkan bantuan PSR dari BPDPKS di Aceh Utara. Usia kelapa sawit mereka sudah 30 tahun lebih dan perlu di-replanting. Awalnya mereka mengajukan permohonan bantuan untuk lahan 93 hektar, kemudian 120 hektar, termasuk mesin pembuat tepung tapioka, serta bibit bersertifikat dan berkualitas, dan semua itu berhasil memperoleh bantuan BPDPKS. Muslih menyarankan agar petani sawit di daerah lain datang ke perkebunan para petani yang bergabung di Kelompok Tani Aman Jaya, untuk melihat faktanya, bukan mitos atau di-PHP-in pemerintah.

Untuk menunggu sawit mereka panen kembali, mereka melakukan tumpang sari dengan berbagai tanaman, seperti ubi kayu, kacang, jagung, dan pisang, dan lain sebagainya, di sela-sela pohon sawit mereka. Harga jual ubi kayu sebesar Rp2500,00/kilo, petani bisa menghasilkan berton-ton dari 1 hektar saja. Tumpang sari tersebutlah yang dilakukan para petani di Aceh Utara untuk memperoleh pendapatan seraya menanti sawit panen.

Tanaman sawit pada usia ketiga, walau masih brondolan sudah bisa dijual dengan harga Rp1800,00/kwintal, sedangkan yang mereka hasilkan sekitar 7 kwintal—tidak semua di lahan 2 hektar dapat dijual.

Itu cerita dari dampak positif BPDPKS.

Muslih Ketua Kelompok Tani Aman Jaya, Aceh Utara
Muslih Ketua Kelompok Tani Aman Jaya, Aceh Utara

Kegusaran petani sawit di Aceh Utara.



“Usulan sarpras kami belum goal,” ujar Muslih, “jalanan yang melewati perkebunan sawit tidak pernah diperbaiki. Rusak berat.”

Saat webinar, Muslih langsung memohon kepada Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh Utara, Ditjenbun, dan BPDPKS, agar jalanan diperbaiki untuk menjembatani seluruh petani di Aceh Utara. “Mobil sering tergelincir. Silakan disurvei, Pak.” Menurut mereka lebih baik diberikan 1 unit alat kendaraan untuk perbaikan jalan daripada diberikan dana, dan ini lebih efektif.

Ia pun spontan memohon untuk dinaikkan bantuan dana 25 juta per hektar tersebut. Sebab sekarang, harga-harga melonjak tinggi.

Usai Muslih berbicara, seorang pendamping petani dari Sucofindo menceritakan lambannya proses bantuan ini. Saat petani diaudit internal saja sampai 3 bulan. Ditambah adanya perubahan aplikasi yang perlu penyesuaian selama 3 bulan. Tahap ini berarti sudah memakan waktu 6 bulan, sementara itu rekening petani diblokir, bagaimana mau mengejar program?

Petani Sawit di Aceh Utara
Petani Sawit di Aceh Utara

Masih di Aceh Utara, Dwijo, petani sawit dari kelompok lain, mencurahkan kerisauannya. Sejak Mei 2020, mereka sudah mengusulkan bantuan, tapi belum mendapatkan respon. Ketika ditanyakan kepada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten, selalu jawabannya belum mendapatkan SK dari Ditjen atau BPDPKS. Menurut Dwijo, bisa jadi karena desa mereka sulit dijangkau dan mungkin dianggap “desa tertinggal”, sehingga terabaikan. Padahal desa tertinggal masuk menjadi salah satu prioritas pemerintah.

Tidak itu saja, mereka harus open camera saat diwawancara, padahal ini adalah hal yang sulit dilakukan bagi petani di sana. Belum lagi harus tanda tangan noktah, dan banyak lainnya, yang bertele-tele. Untuk pengusulan bantuan saja, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

“Kami ini petani Indonesia, mudahkanlah dan terbukalah kepada kami. Bantu kami,” ucap Dwijo  

Tengah: Heru Tri Widarto S.Si., M.Sc - Kanan: Ir. Gamal Nasir, MP
Tengah: Heru Tri Widarto S.Si., M.Sc - Kanan: Ir. Gamal Nasir, MP

Tanggapan Ditjenbun Terhadap Curhatan Petani

Heru Tri Widarto S.Si., M.Sc., Sekretaris Direktorat Jenderal Perkebunan, langsung menanggapi. Ia mengakui, masih sedikitnya pengalokasian di awal tahun. Soal tambahan dana untuk PSR sebenarnya sudah dinaikkan menjadi 40 juta per hektar. Anggaran sebesar 5,6 triliun pun tidak diganggu gugat, hanya penyerapannya yang lambat. Dibutuhkan kerja sama antara pihak dan bergerak bersama-sama untuk mempercepat bantuan ini.

Dari sisi BPDPKS, Sunari mengatakan perihal penambahan tersebut, mereka tinggal tunggu perintah dari komite pengarah. Ia juga menegaskan tidak membatasi kuota, yang penting usulan sudah diverifikasi dari Dinas Perkebunan Kabupaten dan Provinsi. Proses tersebut sebenarnya sudah terintegrasi, dan legalitas lahan harus jelas. Ia pun tak segan berterus terang bahwa aplikasi memang sedang dalam perbaikan.

Ir. Cut .Hujaimah, MP.,  Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Aceh, hanya menjelaskan perihal usulan yang sudah diterima itu sesuai dengan aplikasi. Jika sudah sesuai,  maka akan diteruskan ke provinsi, lalu ke pusat. Hal sama yang dilakukan juga oleh Ditjenbun.

Webinar seri ini sudah dilakukan 5 kali. Urutan acaranya tidak pernah berbeda: pemaparan dari dinas atau BPDPKS, dan Kelompok Petani, yang kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab peserta soal mekanisme. Kali ini, partisipasi peserta tak sekadar bertanya maupun ‘curhat’ atau memohon, tapi juga berani memberikan saran dan kritik. Interaksi yang luar biasa.

Bahkan Heru Tri Widarto mengajak semua pihak untuk mendiskusikan khusus mengenai bagaimana mengatasi harga CPO yang saat ini sedang tinggi, tapi di kemudian hari, harga bisa turun.

Ir. Gamal Nasir MP, mantan Direktur Direktorat Jenderal Perkebunan yang turut hadir, berpesan di pengujung acar, “BPDPKS merupakan delegasi dari presiden, sebab petani juga pejuang devisa dan layak mendapatkan prioritas.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun