Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Indonesia Lestari

Peremajaan Kelapa Sawit Milik Petani melalui Program BPDPKS

24 Maret 2022   20:17 Diperbarui: 25 Maret 2022   08:37 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelapa sawit sebagai penyumbang devisa terbesar selama 20 tahun ini, tak lepas dari pro dan kontra. Terlebih total luas perkebunan sawit di Indonesia 16.381.959 Ha, sejumlah 6.787.979 atau 41%-nya milik petani swadaya. Dr. Ir. Musdalifah Machmud, MT. Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis, Kemenko Perekonomian RI, saat webinar "Dampak Positif Program PSR, Sarparas dan Pengembangan SDM bagi Petani Sawit", pada tanggal 22 Maret 2022, secara daring menjelaskan, "Presentase empat puluh satu pun sama dengan angka penurunan produktivitas pada masa pandemi, sementara itu harga sawit makin melonjak tinggi karena permintaan global." Berarti, petani perlu meningkatkan produktivitas. Sementara itu, lahan milik petani yang berpotensi dilakukan peremajaan (PSR) sebesar 2,69 juta hektar. Lantas, bagaimana petani mendapatkan uang peremajaan kebun sawitnya?

Program BPDPKS

Belum banyak yang tahu bahwa pemerintah mendirikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada tahun 2013, dengan program yang bertujuan untuk mendukung petani swadaya dalam memperbarui perkebunan sawitnya yang lebih berkelanjutan, berkualitas dan mengurangi resiko pembukaan lahan ilegal, dan tentunya meningkatkan kesejahteraan petani.

Anwari Sunari, Direktur Penghimpun Dana BPDPKS, memaparkan program dan mekanisme, serta realisasi dana.  

Berdasarkan Perpres 61 tahun 2015 dan Perpres 66 tahun 2018, Program BPDPKS meliputi: Pengembangan sumber daya manusia; Penelitian dan pengembangan; Promosi; Peremajaan (PSR); Sarana dan prasarana (SARPRAS); Pemenuhan kebutuhan pangan; Hilirisasi industri perkebunan kelapa sawit; Penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati.

Meski, sosialisasi program masih belum optimal, sejak tahun 2016 sampai 31 Desember 2021, BPDPKS telah menyalurkan dana sebesar Rp6,59 triliun untuk sarana dan prasarana (SARPRAS) seluas 242.537 Ha dan 105.684 petani sawit. Tidak itu saja, dalam pengembangan sumber daya manusia, sejumlah 9.679 orang di 21 provinsi, telah mendapatkan pelatihan, seperti: budidaya kelapa sawit, pelatihan penguatan kelembagaan, ISPO, dan banyak lagi. Termasuk di bidang penelitian dan pengembangan, sejumlah 840 peneliti dan 346 mahasiswa, serta 69 lembaga LItbang, telah membuahkan 232 kontrak kerja sama, 42 paten, dan 6 buku.

Kendala Program BPDPKS

Akan tetapi, hasil kinerja BPDPKS apabila dibandingkan dengan jumlah petani swadaya dan luas lahan sawit, bisa dikatakan belum mencapai target, satu di antaranya target 180 ribu hektar per tahun. Lalu, apa yang menjadi kendala atau tantangan dalam program ini?
Kendala  yang terjadi selama program berjalan, meliputi:
1.Rata-rata, lahan belum SHM,
2.Terindikasi kawasan hutan,
3.Legalisasi kelembagaan,
4.Kelembagaan petani yang belum memenuhi administrasi. Dengan adanya audit dari aparat penegak hukum, petani menjadi takut dan menarik diri dari program.

Terlepas dari kendala di atas, problema mekanisme penerimaan dana pun masih membingungkan petani. Maka, BPDPKS membuat mekanisme baru. Pertama, petani atau lembaga tidak perlu mengajukan ke tingkat pusat, cukup kabupaten. Kedua, pendampingan dari mitra, terbuka kerja sama dengan perusahaan. BPDPKS pun mempunyai mitra untuk pendampingan petani dalam pencairan dana maupun pengajuan. Ketiga, soslialisasi di daerah bisa dilakukan tanpa Dinas Perkebunan. Jika butuh Dinas Perkebunan datang, mereka akan datang. Keempat, penggunaan aplikasi untuk pengajuan/permohonan, pencairan dana, laporan keuangan, dan administrasi, serta penilaian kepatuhan. dan lainnya. Kelima, verifikasi dilakukan oleh mitra BPDPKS yang berada di daerah.

Selain itu, BPDPKS menganjurkan untuk permohonan kebutuhan benih, petani harus memberikan informasi berapa jumlah dan kapan benih tersebut akan digunakan, supaya tepat sasaran dan tepat waktu.

Perihal pertanggungjawaban dana, Anwari Sunari menekankan bahwa tidak ada uang negara yang tidak dipertanggungjawabkan, demi mendorong misi keberlanjutan yang tak hanya sawit, tapi juga sektor lainnya. BPDPKS tidak bekerja sendiri, tapi juga melibatkan Intelijen Kejaksaan Agung dan BPK.

Webinar  serial ini digagas dan digelar oleh Media Perkebunan dengan metode hybird, dan akan dilakukan sebanyak 7 seri. Jika tulisan ini bicara mengenai program BPDPKS, lantas, bagaimana dampak yang dirasakan oleh petaninya sendiri? Pada waktu yang tidak berbeda, dua petani membagikan pengalaman usai menerima manfaat, sekaligus keresahannya. Tunggu artikel selanjutnya, ya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Indonesia Lestari Selengkapnya
Lihat Indonesia Lestari Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun