Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mungkinkah Dunia Tanpa Sawit?

1 Maret 2021   13:19 Diperbarui: 1 Maret 2021   13:50 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Emisi Karbon Di Dunia - Foto: Materi Webinar

Sawit masih saja menjadi perbincangan pro dan kontra seperti perihal perlindungan hutan, biodiversitas, atau pelanggaran hak asasi manusia dan anak-anak. Sementara itu, tanpa disadari, sawit sudah menjadi kebutuhan setiap hari masyarakat dunia.

Mari kita simak penjelasan Arie Malangyudo saat Webinar Nasional bertajuk Pengembangan Kelapa Sawit Berkelanjutan (20/02/2021) yang diselenggarakan Media Perkebunan dan dihadiri 390 peserta, sebagian besar mahasiswa.

Apakah benar kita tidak bisa lepas dari sawit?

24 Jam Bersama Sawit

Sejak kita bangun tidur sampai istirahat pada malam hari, sawit selalu hadir dalam hidup kita. Pasta gigi, sampo, sabun, sampai deterjen; ditambah lipstik, bedak, pelembab, dan tabir surya; belum lagi jika suka mengunakan mentega, mayones, salad dressing, dan krimer kopi; vitamin dan makanan ringan (snack) juga tidak sedikit yang mengandung minyak sawit; pun terdapat pada permen dan es krim; untuk memasak, otomatis kita menggunakan minyak goreng, meski ada juga yang tidak mengandung minyak sawit; kertas dan pakaian juga memiliki kandungan sawit, lalu krim malam dan anti nyamuk, dan biodiesel. Nyaris, hidup kita bersama sawit 24 jam setiap harinya.

Melihat dari segi kebutuhan manusia, mungkinkah masyarakat dunia tanpa minyak sawit?

Mungkin saja. Tak hanya sawit yang bisa menjadi bahan bakar nabati. Permasalahannya jika dibandingkan menurut luas perkebunan dan tingkat produktivitas, sawit lebih efisien dibandingkan rapeseed (canola), kedelai, dan bunga matahari---ketiga komoditi tersebut dan sawit adalah minyak nabati primadona dunia, tentu saja berada di tingkat teratas---sedangkan kapas, kacang tanah, kelapa, dan zaitun berada di bawah keempat komoditi tadi---sumber: The International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Penggunaan Lahan dan Produksi Sawit, Rapeseed, Kedelai, dan Bunga Matahari di Dunia

Berdasarkan penelitian Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit, Sawit berada di posisi keempat setelah rapeseed, bunga matahari, dan kedelai dalam penggunaan luas lahan. 

Kedelai 122 juta hektar,rapeseed 36 juta hektar, bunga matahari 25 juta hektar, dan sawit seluas 16 juta hektar (data tidak jauh berbeda dengan data USDA 2017).

Dilihat dari segi produktivitas dengan luas lahan penggunaan di atas: sawit menghasilkan 65 juta ton atau 4 ton/hektar, kedelai sebesar 45,8 juta ton atau 0,4 ton/hektar, sedangkan rapeseed sebesar 25,8 juta atau 0,7 ton/hektar, dan produktivitas bunga matahari sebesar 15,9 juta ton atau 0,6 ton/hektar.

Kita bisa melihat tingkat produktivitas sawit dari hasil riset tersebut. Derek Byerlee, peneliti pertanian, memprediksi permintaan minyak nabati dunia pada tahun 2050 akan mencapai 310 juta ton (Byerlee et al., 2017). 

Komoditi yang mampu memenuhi permintaan tersebut adalah sawit sebab hanya butuh 0,26 hektar untuk memproduksi 1 ton minyak sawit, berbeda dengan rapeseed yang membutuhkan lahan seluas 1,25 hektar untuk produksi 1 ton minyak, dan akan membutuhkan 700 juta hektar apabila alokasi penggunaan lahan hanya dipenuhi oleh tanaman kedelai.

Jika Sawit Diganti dengan Minyak Nabati Lain

Anggap saja masyarakat dunia memusnahkan perkebunan sawit di Indonesia, Malaysia, Thailand, atau negara lainnya. Maka dibutuhkan lahan lebih luas lagi untuk tanaman minyak nabati lainnya yang akan mengakibatkan peluang lebih besar kehilangan keanekaragaman hayati, menurunnya emisi karbon, dan jelas saja akan memperburuk lingkungan. 

Perlu diketahui sebelumnya, bahwa hutan yang diubah menjadi lahan pertanian ataupun perkebunan dan peternakan pasti melalui proses deforestasi. Jika tidak dilakukan reforestation, maka akan terjadi pengikisan tanah dan dampak buruk seperti yang telah dituliskan di atas. Kosakata deforestasi semoga tak lagi membuat salah kaprah.

Perhatikan tabel di bawah ini

Data Deforestasi - Foto: Materi Webinar
Data Deforestasi - Foto: Materi Webinar
Dari luas hutan dunia sebesar 98,1 juta hektar, Indonesia memiliki perkebunan sawit seluas 16,38 juta hektar yang diolah sekitar 2,7 juta petani sawit (tahun 2019). Menunjukkan sejumlah 2,7 juta petani sawit akan kehilangan pendapatan, belum ditambah tenaga kerja yang tidak bekerja langsung di perkebunan sawit. Untuk informasi, Indonesia mendapat devisa negara dari CPO dan produk turunan sebesar 14.19 trilyun per tahun atau 21.4 milyar US Dollar.

Jika perkebunan sawit dialihkan menjadi sawah, berarti akan membutuhkan air yang banyak, sementara itu, kini organisasi/LSM/para pelaku gastronomi berkelanjutan memberikan pilihan pangan selain nasi kepada masyarakat Indonesia. Sebab Indonesia mempunyai keragaman hayati yang melimpah untuk solusi krisis pangan masa depan sehingga Presiden Jokowi mengeluarkan kebijakan pembentukan food estate.

Tahun 2010, Kabupaten Tamiang, Aceh, luas lahan perkebunan sawit yang dimiliki 35,845 hektar, pada tahun 2015 menjadi 32,845 hektar. Penurunan luas lahan tersebut karena petani mengubah fungsi lahan untuk perkebunan jeruk manis yang dianggap lebih mudah dan tidak membutuhkan biaya besar. Tetapi jeruk manis bukan tanaman untuk biodiesel tapi kesehatan.

Masyarakat dunia mengalami peningkatan konsumsi minyak nabati dibandingkan hewani. Pada tahun 2019, minyak sawit menduduki posisi pertama dalam pangsa minyak nabati dunia (sebesar 36,7%) diikuti minyak kedelai (27,5%), canola (13,3%), kemudian bunga matahari (9,6%).

Tahun 2017, Uni Eropa menempati posisi kedua sebagai pangsa minyak sawit di dunia---berdasarkan data OILWorld 2017, Uni Eropa menggunakan 51% minyak sawit untuk biodiesel, sebesar 39% untuk bahan pangan, pakan ternak, dan kosmetik, dan 10% untuk pemanasan dan kelistrikan.

Dilansir dari buku Mungkinkah Dunia Tanpa Sawit, dari tahun 1980--2016, konsumsi Eropa terhadap minyak sawit meningkat dari 8% sampai 30%. Sedangkan pertumbuhan rapeseed (Eropa penghasil utama) naik dari 20 ke 44%, dan minyak kedelai turun drastis dari 55% menjadi 9%. 

Peningkatan konsumsi tersebut membuat petani rapeseed di Eropa ketar-ketir. Ditambah harga minyak sawit yang lebih murah dibandingkan minyak nabati Eropa.

Produksi biodiesel pun di dunia meningkat dan bahan dasar yang banyak digunakan adalah minyak sawit sebesar 35%.

Foto: materi Webinar
Foto: materi Webinar
Negara Tujuan Ekspor Sawit Indonesia - Foto: Materi Webinar
Negara Tujuan Ekspor Sawit Indonesia - Foto: Materi Webinar
Kampanye AntiSawit

Black campaign yang dilakukan Uni Eropa serta NGO bukan lagi mengenai Green Protectionism dan tidak berdasarkan ilmiah. Melainkan untuk melindungi produknya. Dilihat tingkat konsumsi Uni Eropa terhadap minyak sawit, kampanye hitam yang dilakukan menjadi membingungkan. Jika mereka mengubah pola untuk tidak menggunakan minyak sawit, dan mandiri menggunakan nabati mereka, itu sah-sah saja, tapi tidak bisa memenuhi permintaan dunia untuk biodiesel dan lainnya.

Greenpeace dan WWF yang menentang minyak sawit Indonesia, sebetulnya paham betul bahwa memboikot minyak sawit maupun mengubah alih fungsi perkebunan sawit menjadi kedelai ataupun bunga matahari akan menimbulkan dampak negatif lebih luas dan bertentangan dengan prinsip keberlanjutan. Pun Eropa menyadari bahwa minyak sawit dapat mengurangi gas emisi rumah kaca.

BukuM ungkinkah Dunia Tanpa Sawit?

Buku Mungkinkah Dunia Tanpa Sawit - Foto: Pribadi
Buku Mungkinkah Dunia Tanpa Sawit - Foto: Pribadi
Terus terang penulisan saya di atas banyak bersumber dari buku Mungkinkah Dunia Tanpa Sawit. Pikiran saya pun masih terusik, apakah tanaman sawit benar-benar merusak lingkungan, keragaman hayati, dan lainnya. Namun, melalui buku ini, saya menjadi paham sejarah deforestasi di dunia, episentrum deforestasi, dan mengetahui mengapa Indonesia dianggap sebagai salah satu negara penyebab pemanasan bumi. Berdasarkan uraian dan data yang terdapat dalam buku ini, menurut saya Indonesia belajar dari kesalahan dan pengalaman di masa lalu.

Saya pun meminta pembaca untuk mencari data-data yang benar perihal sawit Indonesia agar masyarakat dapat saling mengisi, mentransfer wawasan yang benar, dan membagikan solusi. Sehingga pertanyaan Mungkinkah Dunia Tanpa Sawit bisa dijawab oleh masyarakat Indonesia secara bijak, demi masa depan kita dan anak-cucu.

Untuk menambah referensi soal sawit, silahkan membaca buku ini melalui linkhttps://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSfAIjad2_tBPeEqCpM9esvt6Qv23g4mqdygdeu_BjbtaAtMJw/viewform

Emisi Karbon Di Dunia - Foto: Materi Webinar
Emisi Karbon Di Dunia - Foto: Materi Webinar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun