Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Atasi Masa Depan Anak Melalui Permainan Perilaku

2 Januari 2019   13:18 Diperbarui: 2 Januari 2019   13:32 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasti sering melihat anak-anak yang suka berteriak, marah, usil, mem-bully, membolos, bertengkar, sulit konsentrasi, tidak disiplin, bahkan yang penyendiri. Jika kita membiarkan berlarut-larut, perilaku tersebut bisa berdampak pada masa depannya. Menariknya, perilaku negatif tersebut, termasuk kekerasan dan penyalahangunaan zat, bisa dicegah melalui sebuah permainan. Pernah dengar The Good Behavior Game?

Bermain merupakan aktvitas yang disenangi anak-anak, tak terkecuali orang dewasa. The Good Behavior Game (GBG) merupakan permainan yang melibatkan anak-anak dan guru, dan dilakukan di sekolah, khususnya di ruang kelas.

Lebih jelasnya, The Good Behavior Game adalah pendekatan berbasis bukti mengenai pembelajaran aturan sosial melalui penghargaan positif, kerja, dan perilaku sosial anak atau murid. Dalam penerapannya, aturan (rules) dan penghargaan (rewards) dibuat oleh guru dan murid secara bersama-sama. Termasuk menentukan pelanggaran yang bisa menimbulkan terganggunya grup dan kohesi sosial. Malah, bila siswa belum paham mengenai rules-nya, guru sebaiknya memberikan contohnya.

dokpri
dokpri
Aktivitas tersebut merupakan dasar pemainan dan salah satu bentuk pencegahan di sekolah.

 "Untuk mengurangi perilaku negatif anak yang bisa berdampak panjang, diperlukan strategi yang efektif," ujar Prof. Dr. Clemens Hillebrand, University of Oldenburg, Germany, saat memberikan pelatihan GBG kepada guru Nanyang School BSD dan konselor adiksi Kapeta serta BNN, 13---14 Desember 2018, Nanyang School BSD.

Strategi efektif yang bagaimana?

Strategi yang menyertakan Classroom management. Yang tetap mengaplikasikan aturan, penghargaan, dan pelanggaran. Ketiganya menekankan "kerja sama" antara guru dan siswa atau cooperative learning. Sebab, kerja sama adalah kunci dari GBG.

dokpri
dokpri
Mengapa Guru dan Ruang Kelas?

Kerja sama bukan kosakata asing bagi kita, tapi apakah kita pernah benar-benar menerapkannya pada anak? GBG dirancang untuk melatih emosional sosial pada anak, juga guru sebagai pengganti orang tua di sekolah. Interaksi menjadi medium kerja sama yang otomatis melatih emosional anak. Setelah melewati masa kanak-kanak, mereka akan berhadapan dengan masyarakat luas saat remaja maupun dewasa nanti.

GBG memperlakukan ruang kelas sebagai komunitas---guru dan teman sekelas merupakan bagian komunitas atau masyarakat. Interaksi anak terhadap teman sekelas dan gurunya, menentukan peluang dan keberhasilannya di lingkup yang lebih besar.  Tidak dipungkiri, banyak anak-anak memiliki kemampuan berinteraksi dan berperilaku baik, karena mempelajarinya dari sekolah.

"Measures to create an effective school ecology, an effective learning environment"- (Kounin, 2006,S.148)

Bicara emosional, guru juga harus bisa mengajarkan bagaimana mengatur kecemasan, emosional pada siswa---mereka harus mengetahuinya dari guru.

Permaianan ini harus fokus pada emosional sosial. Akademik yang kompeten sebaiknya mampu mengajarkan hal ini pada siswa-siswanya. "We learn together. We learn from each other", siswa pun bisa menjadi contoh bagi murid lainnya, saling belajar.

GBG memang diterapkan untuk guru dan murid di ruang kelas, tapi tidak tertutup dilakukan orang tua di rumah. Tidak saja di ruang kelas, melainkan di ruang perpustakaan atau aktivitas fisik di ruang terbuka,   selama implementasinya dilakukan sesuai standar GBG.[1]

dokpri
dokpri
  The Good Behavior Game

 GBG mudah digunakan, perlu dilakukan sesering mungkin dan banyak memberikan 'pesan'. Sebelum menjalankan permainan, ada beberapa kriteria untuk mengatur kelas, bertuuan pencegahan yang efektif:

 

  • GBG sebaiknya diterapkan sedini mungkin, lebih cepat lebih baik. Bahkan saat anak masih duduk di taman kanak-kanak.
  • Setidaknya butuh 3 bulan untuk membangun perilaku yang positif. Di awal permainan bisa dilakukan selama 10 -- 15 menit, 3 -- 4 kali seminggu. Durasi permainan bisa sampai 2 tahun, tergantung dari kebutuhan.
  • Jumlah siswa dalam satu kelas harus dibagi menjadi beberapa kelompok/grup. Sehingga memberikan support pada anak secara langsung.
  • Fokus pada emosional sosial

Kriteria lainnya:

  • Pendekatan multimodal
  • Menyertakan orang tua. Pun, guru perlu memberitahukan kegiatannya ini pada orang lain, grup dukungan guru atau rekan guru
  • Dan gunakan sumber sosial lainnya

 

Yang perlu menjadi fokus buat guru adalah pengalaman anak. Sebab, pengalamannya menentukan berhasil atai tidaknya perubahan perilaku. Kunci keberhasilan GBG adalah "kesuksesan", misalkan anak berhasil sabar menerima reward-nya, atau tak lagi meninggalkan ruang kelas saat jam pelajaran. Berarti ia sudah bisa mengatur emosinya. Dan ia telah berhasil menjalakan proses serta meraih kesuksesannya!

 Konsisten guru dan respon postif juga merupakan hal penting. Namun, guru tidak boleh terjebak dengan murid secara individual, tetap fokus pada grup. Bagaimana jika ada satu  anak yang tidak bisa diatur dan menganggu jalannya permainan ini? Guru tidak bisa mengeluarkanya dari grup saat permainan berjalan, melainkan setelah selesai. Lalu melakukan pendekatan secara individu. Itulah sebabnya, guru harus mencari tahu apa masalah yang terjadi pada anak---perilaku resiko, sebelum grup dibentuk dan selama permainan. 

Dalam pemberian rewards, guru tidak perlu mengeluarkan biaya besar. Guru bisa memberikan rewards dengan mengajak siswa nonton film di ruang kelas. Sebagai a leader, guru dapat menentukan rewards yang memberikan win-win solution.   

"Suatu pendekatan pencegahan harus bisa dinikmati setiap orang, universal, dan murah," tegas Prof. Dr. Clemens.

 

Sebab, tujuan global pencegahan itu sendiri adalah untuk mengurangi risiko kemungkinan perkembangan negatif.

 

Dalam pendekatan GBG, guru harus menjalankan pelatihan GBG agar pencegahan dilakukan secara efektif. Dan rutin melakukan evaluasi terhadap grup. Begitulah sekilas mengenai GBG.

  Kapeta Gandeng UNODC dan Nanyang School BSD

 

 

Pendekatan GBG belum pernah diterapkan di Indonesia. Padahal GBG sudah ada sejak tahun 1967 dan jika melihat riset berdasarkan bukti, telah berhasil mengurangi perilaku negatif anak, termasuk perilaku resiko terhadap penyalahgunaan zat dan obat-obatan (narkoba). Pun, GBG bisa digunakan untuk anak kebutuhan khusus dan mengalami gangguan kesehatan mental.

 

GBG digunakan pertama kali oleh Muriel Saunders di Baltimore, USA. Studi penelitian penerapan GBG pada siswa kelas 4 SD yang dilakukan Muriel Saunders dan Harriet Barrish, diterbitkan tahun 1967.  Dan pada tahun 1969,

 

"GBG menjadi salah satu strategi yang paling efektif dan terbukti mencegah gangguan mental, emosional, dan perilaku," dikutip dari U.S. Institute of Medicine, 2009[2]

 Pada tahun 1979, Hurber, peneliti asal Jerman, memberikan laporan riset bahwa GBG diterapkan pada siswa kelas 2 di negara Sudan yang saat itu memiliki perilaku agresi. GBG berhasil mengurangi agresi mereka. Menunjukkan bahwa GBG dapat diaplikasikan pada anak-anak multicultural. Yang berarti GBG bisa digunakan universal.

 Laporan riset yang menunjukkan keberhasilan GBG, tidak itu saja, terkumpul dari berbagai negara semenjak tahun 1967 sampai tahun 2018 (referensi bisa dilihat di bagian tulisan paling bawah).  Inilah yang membuat Yayasan Kapeta, Jakarta menggagas Pelatihan Good Behavior Game yang melibatkan para guru Nanyang School, BSD dan pertama kali pelatihan GBG dilakukan di Indonesia.

 Penyalahgunaan zat dan obat-obatan tidak lagi seputar heroin, sabu, dan ganja. Saat ini banyak tersebar jenis zat dengan efek dan dampak yang berbeda. Belum lagi ditambah masalah depresi dan gangguan mental lainnya. Riwayat masa lalu digunakan para konselor atau psikiater untuk melihat sumber permasalahan. Tidak sedikit ditemukan permasalahan perilaku atau trauma pada masa kecil klien.

 

 "Masalah gangguan perilaku agresif maupun tidak yang muncul sejak kecil, bisa memicu kenakalan, kriminalitas, antisosial, penyalahgunaan narkoba, dan perilaku seksual berisiko saat remaja maupun dewasa," ucap Prof. Dr. Clemens Hillebrand.

 

Keberhasilan GBG di negara-negara lain, menghubungkan Yayasan Kapeta dengan UNODC. Gagasan Kapeta disambut baik, lalu diberangkatkanlah Prof. Dr. Clemens Hillebrand dan Prof. Dr. Marie Christine Vierbuchen ke Indonesia, untuk memberikan pelatihan GBG. Pelatihan yang tidak hanya dilakukan sekali pertemuan, tapi akan memakan waktu 6 bulan.

 

Pencegahan penyalahgunaan zat dan obat-obatan dan perilaku negatif, tidak bisa dilakukan oleh satu pihak. Tapi perlu dukungan besar dari Pemerintah Indonesia, masyarakat luas, dan pihak lainnya.

 Prof. Dr. Marie Christine Vierbuchen berkali-kali mengucapkan,"Ayo, pencegahan perilaku melalui GBG perlu dilakukan cepat dan diterapkan pada anak sedini mungkin."

 Silahkan baca referensi di bawah ini untuk lebih membuka pandangan dan menggerakkan kita semua:

[1] Sumber: https://www.hazelden.org/HAZ_MEDIA/gbg_history.pdf

[2] Sumber: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3188824/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun