Maka, dibuatlah akun-akun media sosial, caf, cooking class, kolam refleksi, ruang meeting, guest house, perkebunan di halaman belakang, dan sekarang mereka sedang menyelesaikan pembangunan hotel. Meningkatkan pendapatan, Kampung Coklat Blitar memberdayakan masyarakat setempat, inilah yang dimaksud dengan "berbagi". Setiap minggunya, sekitar 15.000 -- 20.000 bahkan pernah tembus 27.000 orang berkunjung ke Kampung Coklat Blitar. Satu hal lagi yang perlu ada ialah "Jenderal yang kompeten," harus ada satu orang dalam kelompok yang benar-benar mati dan hidupnya hanya untuk kakao. Pemilik Kampung Coklat Blitar, Kholik Mustafa tak akan pergi meninggalkan Kampung Coklat hanya untuk menjadi narasumber maupun konsultan dengan datang ke undangan dari berbagai kota/daerah. Untuk urusan public relation atau pergi ke berbagai kota diserahkan kepada Arif Zamroni. Jadi setiap orang punya peran masing-masing dan memang dibutuhkan passion, cinta, dan kemampuan bertahan.
Secara garis besar, pendapatan atau uang yang dihasilkan dari komoditas kakao harus masuk ke kantong petani bukan trader apalagi tengkulak. Menjadikan coklat [kakao] sebagai lifestyle dan budaya berarti membahagiakan diri sendiri dan juga orang banyak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H