Mohon tunggu...
Sari Novita
Sari Novita Mohon Tunggu... Penulis - Imajinasi dan Logika

Akun Kompasiana Pertama yg saya lupa password-nya dan Terverifikasi : http://www.kompasiana.com/sn web: www.sarinovita.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pohon Enau Versus Pelarangan Peredaran Minuman Alkohol

24 Oktober 2016   02:47 Diperbarui: 24 Oktober 2016   08:54 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Megalith Kampung Wogo. Foto: Sari Novita

Kematian, perkelahian, bunuh diri, pemerkosaan, kecelakaan, dan lainnya, disebut-sebut sebagai sumber penyebabnya. Entah apakah pernah menilik dari segi psikologis atau ekonomi. Bagi saya, alkohol hanyalah objek yang dimanfaatkan sebagai fasilitas mencurahkan segala permasalahan. Persis dengan narkoba. Bukan narkoba yang harus disalahkan namun temukan sumber permasalahan mengapa pengguna narkoba sampai mengonsumsinya. Tidak jauh berbeda dengan alkohol, bukan?

RUU Minol dipicu pula kemunculan minuman alkohol oplosan yang peredarannya merajalela. Minuman yang dicampur bahan kimia yang membahayakan manusia memang perlu didukung pemusnahannya. Namun, selayaknya Pemerintah maupun pejabat terkait mengkaji kembali pasal-pasal minuman alkohol tradisional. Minuman yang berasal dari pohon -  bagian alam semesta yang diciptakan Tuhan. Dan Tuhan menciptakan sesuatu tidak mungkin untuk menyesatkan tapi bermanfaat. Manusialah yang seharusnya dipertanyakan tentang hal ini.

Terlebih lagi bila menyangkut budaya yang berupa warisan dan telah melekat selama  berabad-abad pada masyarakat Indonesia. Mungkin orang-orang yang mengisi bangku Pemerintahan maupun orang-orang yang menentang warisan kuliner ini adalah warga negara yang belum sepenuhnya memahami arti budaya. Tidak heran kondisi politik kian ‘bergairah dalam senggama yang tidak pernah mencapai tingkat orgasme,” era digital yang dampak negatifnya hiruk-pikuk, program pendidikan sekolah yang selalu berubah, hutang luar negeri yang semakin membuat kaya, dan... (silahkan Anda sebut sendiri).

Jika bicara soal budaya, maka tak terlepas dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Kalimat saya ini rasanya tak lagi perlu diperjelas. Dan budaya yang buruk bakal terkikis sendiri oleh alam semesta. Soal agama, agama memang melarang minuman keras/alkohol, dan meminum atau mengunakan sesuatu yang memabukkan. Di sini kita bicara keyakinan, apa pun keyakinan seseorang, sebaiknya dihargai dan saling menghargai. Namun, bila sampai perusakan atau kerugian, perlu menyelusuri apa penyebab utamanya.

Peredaran minuman alkohol memang perlu dibatasi, usia di atas 21 tahun dianggap telah memiliki kesadaran dan tanggungjawab. Minuman alkohol oplosan memang perlu diberantas. Sebaiknya, masyarakat memelajari terlebih dahulu bahan-bahan yang aman untuk dicampur alkohol.

Tapi melarang peredaran minuman tradisional Indonesia yang mengandung etanol, rasanya perlu ditelaah kembali.

Beberapa isi RUU Minol:

BAB 1, Pasal 1:

Berisi uraian detil pengertian minuman beralkohol, yakni minuman yang mengandung etanol (C2H5OH) hasil pertanian. Etanol hasil pertanian mengandung karbohidrat yang diperoleh dengan cara fermentasi dan destilasi.

BAB 2, Pasal 4:

Klarisifikasi jenis minuman beralkohol yang dilarang. “Golongan A yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% hingga 5%. Golongan B kadar yang lebih dari 5-20%. Golongan C kadar  yang melebihi 20 – 55%, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman alkohol racikan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun