Hanya saja film ini tidak teliti dalam menampilkan kisahnya. Padahal, Toba Dreams didukung oleh adegan-adegan menarik, para pemain mampu mengocok perut sekaligus mengaduk emosi penonton, ditambah akting para pemain yang memang  punya jejak serius menjalani profesinya. Boris Thompson Manullang - yang berprofesi sebagai Comic Stand Up Comedy -  tidak ketinggalan bermain apik dan natural. Akting Mathias Muchus, Vino G, Bastian, dan Boris T. Manullang telah menghidupkan film Toba Dreams. Soundtrack lagunya pun begitu memesona, hasil dari balik otak dan tangan Viky Sianipar. Dan film ini berhasil menjadi nominasi FFI 2015.
Film Toba Dreams memang mengangkat 2 budaya dan 2 perbedaan agama. Sayangnya, kedua hal tersebut hanya tampil selintas. Dari segi bahasa, tidak tampak menggunakan bahasa Batak dalam kehidupan sehari-hari mereka dan masyarakat di sana. Barangkali, memang sengaja, karena lebih menonjolkan Tebe dan keluarganya yang berasal dari Jakarta dan jarang mengunakan bahasa Batak. Tetapi, setidaknya percakapan antara Tebe dan Opung Boru menggunakan bahasa Batak. Dalam segi pernikahan beda agama, setahu saya, tidak diijinkan pernikahan beda agama dilakukan di gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan). Tapi di film ini, ada adegan pernikahan dalam gereja. Semoga saya salah.
Sekarang mari bicarakan "Too Much" selain cinta. Bagi saya, adegan transaksi narkotika dan rumah yang super duper mewah cukup berlebihan. Soal rumah, mungkin ada mafia narkotika yang memulai karirnya dari nol, dan dalam waktu 3 tahun telah memiliki rumah sebesar dan semewah seperti di film Toba Dreams. Sekali lagi, Mungkin! Soal gaya dan transaksi, saya tidak bicara banyak, hanya bertanya, "apakah pernah meriset atau mewawancarai langsung mengenai kehidupan dan cara bertransaksi para bandar besar narkotika?" Semua orang tahu riset dalam film salah satu hal penting, dan  jika diabaikan, itu akan memberikan nilai minus.
Mengenai kawasan SCBD yang dilakukan berulang-ulang, apakah Jakarta hanya seputar SCBD? Dan paling terlihat di layar saat adegan akhir, seharusnya Ronggur tidak tampak kedinginan, karena jalan cerita telah mematikan tokoh Ronggur. Orang yang tidak lagi bernyawa tidak bisa mengalami kedinginan. Hal ini merusak pemandangan mata saya dan selanjutnya menjadi bahan lelucon.
Secara keseluruhan film Toba Dreams cukup menghibur dan menyentuh emosi penonton di bioskop (sedangkan saya hanya tersentuh satu adegan). Sering pula muncul adegan lucu sehingga film berdurasi 2.5 jam tidak membosankan, walaupun, saya sempat beberapa kali merasakan'kosong'. Tetap bagi saya film ini "Too Much Love Will Kill You" tidak hanya bicara soal cinta terhadap pasangan, tapi juga pada mimpi, keberhasilan, dan keinginan. Yang saya petik dari dialog film ini:
"Mimpi bisa ditemukan di mana-mana, kendati Anda berada di tengah hutan atau di daerah paling pelosok."
A: "Apa cita-cita kamu?"
B: "Menjadi orang kaya dan sukses."
A: "Itu bukan jawabannya."
"Keberhasilan itu bukan ditentukan oleh kekayaan, tapi bila kamu sudah menjadi orang baik."
Ketiga petikan di atas kerap terdengar di daun telinga orang-orang, namun terkadang manusia luput, lalu lupa, penyebabnya Too much love, apa pun itu objek cintanya. Dan apa pun yang berwujud "Too Much" itu tidak disarankan.