Dan investasi di daerah perbatasan mencapai nilai sebesar Rp. 130 trilyun dalam kurun waktu 2015 – 2019. Angka tersebut menjadi masukan untuk pengambilan kebijakan Pemerintah dalam upaya peningkatan investasi daerah perbatasan. Hal ini perlu langkah integrasi dan sinergi dari berbagai pihak.
Selain tujuan tersebut, Pemerintah juga ingin membatasi kepemilikan asing dan membatasi peternakan babi. Membatasi peternakan babi? Entah dengan alasan apa. Pemerintah juga ingin fokus pada daerah paling tertinggal. Seperti Papua yang diharapkan dapat tumbuh 2 kali lipat. Sekarang ini ada sekitar 29 Kabupaten - 23 daerah tertinggal dan 6 daerah terentas – daerah yang perlu diangkat. Relaksasi akan dilakukan untuk wilayah tertentu hingga 60 sampai 70%.
Menurut Bapak Suprayoga Hadi, daerah perbatasan, terlupakan, maupun terkecil meski termasuk wilayah strategis nasional, namun pandangan mengenai kosakata tersebut harus diubah. Daerah-daerah tersebut harus dibangun dengan terobosan baru. Mengubah keterbelakang menjadi ke depan. Sebelumnya kita hanya melihat dari segi keamanan. Sekarang harus berpikir ke luar, tidak hanya ke dalam saja. Sekali lagi untuk tujuan pemerataan dan kedaulatan. Terhadap masyarakat asli atau penduduk lokal pun tidak dilupakan agar mereka tetap merasakan kepemilikan serta meningkatkan kesejahteraan mereka.
“Penduduk lokal harus menjadi Shareholder. Jangan sampai menjadi masyarakat yang termarginalkan dan kehilangan hak mereka,” ucap Bapak Dr.Ir. Suprayoga Hadi, MSP, Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Misalkan dalam bentuk tanah. Penduduk yang mengolahnya dan bekerja, agar tidak kehilangan hak. Tanah dan olahannya itu merupakan investasi buat mereka sendiri dan juga negara.
“Pertemuan ini sebagai pengedor. Kick off kepada lainnya,” lanjutnya lagi.
Indonesia yang seksi, tapi hampir keriput dimakan oleh waktu yang tidak memedulikannya. Mungkin peduli, namun waktu tidak mampu bertindak. Indonesia yang seksi tapi terbengkalai, berdiri lusuh hampir tenggelam oleh negeri-negeri kecil yang menjadi raksasa. Untuk menghidupkan seksinya Indonesia, perlu suntikan infus di mata, telinga, hidung, bibir, tangan, kaki, hati dan jiwanya.
Tubuh yang bisa saja jadi keropos bakal tinggal kenangan. Padahal di tubuhnya terdapat kuliner-kuliner khas yang sedap di lidah, kesenian yang mendarah dalam gerak tangan dan kakinya, suara-suara nyanyian alam dan hewan yang berdenting indah di telinganya, udara dan pemandangan alam cantik yang berhembus alami di hidungnya, bangunan-bangunan bersejarah dan budaya yang membinarkan mata. Kesadaran, kepedulian, dan rasa memiliki adalah hati dan jiwanya yang terus memanggil-manggil anak-cucunya.
Indonesia bakal semakin seksi bila pertumbuhannya cepat dan didukung oleh jiwa-jiwa sumber daya manusianya yang mencerdaskan diri dan menjaga semestanya, serta alat pendukung yang tidak murahan kecuali hemat energi dan memiliki jangka panjang puluhan tahun. Apalagi membeli peralatan yang berkualitas nomor 2 atau nomor 3 sebagai mesin pendukungnya. Ini kritik saya jika Pemerintah jadi membeli alat pendukung dalam bidang apa pun dengan harga lebih murah dari pihak asing, tapi tidak memikirkan jangka panjang. Sebuah investasi buruk! Maka saya pun berharap bila ada investasi asing yang masuk, janganlah merampas dan mengambil kesempatan, serta menawarkan produk-produk kualitas nomor 2.
Saya pun berharap dalam tulisan ini yang semoga menjadi lucutan bagi pihak swasta dan masyarakat untuk melibatkan diri dalam membangkitkan keseksian Indonesia.
Karena Indonesia seksi dan kaya raya!