Mohon tunggu...
DELA APTIKA GUSANI
DELA APTIKA GUSANI Mohon Tunggu... -

Occupational Health and Safety Public Health University of Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Klasik untuk Masa Depan; Sebuah Cerita dari Batas Negeri

20 April 2011   14:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:35 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ya Tuhan.. kami sangat menyayangi malaikat-malaikat kecil-Mu ini.. Bagi saya, hal terberat yang saya rasakan selain karena harus berpisah dengan keluarga Pak Kiyong adalah karena harus berpisah dari mereka. Merekalah yang paling setia menemani sebulan perjalanan hidup kami. Sebagian besar waktu kami memang dihabiskan bersama mereka. Setiap hari senin-jumat saya dan teman-teman yang lain mengajar Bahasa Inggris di sekolah. Kami lebih mengupayakan metode yang tidak membuat mereka bosan dan merangsang keaktifan mereka. Di sela-sela pembelajaran juga kami selingi dengan permainan dan wawasan-wawasan terkait nasionalisme untuk menumbuhkan kecintaan mereka pada negeri ini. Kami tak pernah lupa menyanyikan lagu Indonesia Raya setelah berdoa sebelum memulai pelajaran dan nantinya pun selalu ditutup dengan menyanyikan salah satu lagu nasional. Selain belajar dan bermain, kami juga kerap mendongengi mereka dan meminta mereka menyampaikan amanat yang dapat diperoleh dari cerita. Mata mereka selalu bersinar penuh perhatian. Kami juga mempraktekkan cara menggosok gigi dan mencuci tangan yang benar, bergotong-royong membersihkan kelas-kelas sekolah, minum susu dan berolahraga bersama.

Rindu sapaan "Good Morning Girl" dari kalian. Rindu suara kalian yang selalu penuh semangat menyanyikan lagu Indonesia Raya yang meskipun sebenarnya kalian nyanyikan dengan irama yang "agak beda". Selalu merindukan saat-saat bermain, belajar, mendongeng, menggambar dan mewarnai bersama di rumah baca.

Saya tak akan pernah lupa momen upacara bendera bersama anak-anak seluruh siswa SDN 04 Punti Tapau beserta para guru. Saya dan teman-teman yang lain selalu bersyukur berkesempatan memperkenalkan, mengajari, dan menemani upacara bendera pertama mereka. Upacara yang mereka laksanakan penuh rasa gugup, terbata, dan penuh dengan kesalahan. Namun, Saya yakin seluruh yang hadir pada saat itu tak dapat menahan haru melihat gigihnya usaha kalian melangsungkan upacara yang bahkan belum pernah kalian lihat sebelumnya. Kami semua senang sekali mendengar berita bahwa kalian melaksanakan upacara bendera untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2010 lalu. Besar harapan kami, mereka dapat tetap melangsungkan upacara bendera untuk kedepannya.

Selain anak-anak Punti Tapau dan Meraga, saya juga takkan pernah lupa dengan anak-anak dari Punti Engkaras. Mereka baik dan tulus. Setiap Sabtu kami menyempatkan diri ke Punti Engkaras untuk menjalankan program Bahasa Inggris, bermain,bernyanyi dan mendongeng, serta kebersihan diri. Perjalanan ke Engkaras cukup menyita tenaga dan peluh. Kami harus berjalan satu jam melewati jalan becek licin naik dan turun ditengah hutan. Benar-benar ajang membakar lemak di akhir minggu. Namun,semua tak mengapa. Saya selalu terharu jika ingat kalian selalu menunggu kedatangan kami, telah siap dengan buku dan pensil di hari Sabtu untuk belajar Bahasa Inggris. Setelah belajar kita pun mandi di sungai bersama. Kalian menutun kami dengan tulusnya melewati batu-batu licin. Saya takkan lupa hari terakhir kita. Hujan turun begitu derasnya. Namun, kalian dengan rela menunggui kami menggigil kedinginan hujan-hujanan. "Tidak apa-apa kak, Kami ingin melihat kakak pergi". Begitu ucap kalian.

Terimakasih Tuhan, Engkau perkenalkan kami pada mereka semua. Sosok lain anak negeri dengan sejuta inspirasi. Terimakasih atas segala keterbukaan dan keceriaan yang kalian berikan dengan tulus. Bersama kalian hidup begitu berwarna. Kalian tahu, kakak-kakak kalian ini sangat menyayangi kalian. Kami semua begitu merindukan kalian. Kami selalu berharap kalian tetap mengingat pesan harapan kami agar kalian selalu rajin menimba ilmu dan terus sekolah. Ya, bersekolahlah setinggi-tingginya. Gapailah cita-cita kalian itu! Cita-cita yang kalian utarakan dengan semangat, cita-cita yang cukup butuh waktu bagi kami untuk membuka pikiran kalian, cita-cita yang dulu mungkin tak pernah kalian tahu itu apa. Bintang itu setia disana menunggu untuk kalian raih. Kalian ingat momen perpisahan kita di sekolah? Itu sungguh-sungguh takkan terlupa,sayang. Saya tak pernah merasa seharu biru itu. Kalian pun tak tahu betapa menyayat hatinya melihat kalian semua terakhir kalinya penuh isak tangis melepas kepergian kami di rumah baca.

Masih teringat susana tidur disana. Gelap, dingin, ditemani suara babi yang sangat ribut dari kolong rumah, tepat di bawah kita. Masih terbayang malam-malam indah ditemani rembulan dan ribuan bintang bertaburan, Gunung Bentuang di sudut sana kokoh berselimut awan, pemandangan seluruh desa dari depan gereja, hutan-hutan yang begitu hijau dan awan yang begitu biru. Kontras. Cantik.

Kau tahu, ditengah banyaknya orang tamak di negeri ini, ternyata begitu sederhana yang mereka inginkan. Bisa makan meskipun hanya dengan daun singkong dan ikan asin pun mereka telah bersyukur. Meskipun banyak yang tidak bersekolah tapi mereka punya keinginan besar untuk pendidikan yang baik bagi anak-anak mereka. Meskipun perekonomian mereka banyak bergantung pada negeri sebelah, Malaysia, mereka tetap mencintai Indonesia sepenuh hati. Meskipun mereka selalu terlupakan oleh pemerintahnya sendiri, mereka mengaku selalu siap membela tanah air. Mereka selalu masih berharap janji "Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia" dapat mereka kecap. Kau tahu, hal-hal sesederhana itu cukup untuk membuat mereka bahagia.

Saya bersyukur, kurang dari setahun kami meninggalkan Punti Tapau dan Punti Meraga, banyak berita bahagia yang kami terima. Pembangunan jalan beton terus dilaksanakan. Air terjun Raja Lipan pun dimanfaatkan debitnya sebagai pemasok listrik sehingga Punti Tapau dan Punti Meraga kini telah bercahaya. Belum pernah ada sarjana dari Punti Tapau dan Punti Meraga tapi kini telah ada 2 orang pemuda-pemudi desa yang sedang menjalani tahun pertamanya di perguruan tinggi. Semoga mereka berdua dapat menjadi tumpuan harapan pembangun kampung mereka.

Ya Tuhan, alangkah rindunya kaki ini menginjak tanah Entikong kembali. Perkenankanlah suatu saat kami kembali...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun