Mohon tunggu...
Dela Amanda
Dela Amanda Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Sriwijaya

Saya gemar membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengasuh Alpha di Era Transformasi: Pola Asuh Milenial untuk Anak di Dunia Serba Digital

30 September 2024   20:21 Diperbarui: 30 September 2024   20:32 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan teknologi yang pesat telah membentuk generasi baru yang disebut sebagai Generasi Alpha. Generasi alfa mengacu pada mereka yang lahir setelah tahun 2010 atau kelanjutan dari generasi Z. Mereka adalah generasi yang paling banyak menggunakan internet sepanjang sejarah.  Anak-anak yang lahir dalam era digital ini tumbuh dengan akses tanpa batas ke informasi, perangkat teknologi canggih, dan interaksi virtual yang tak terhitung jumlahnya. Mc-Crindle (Yeni Umardin, 2017) menyebutkan bahwa sebanyak 2,5 juta anak Generasi Alpha lahir di dunia setiap minggunya. Menurutnya, gen A merupakan generasi yang paling akrab dengan internet sepanjang masa. McCrindle juga memprediksi bahwa generasi Alpha tidak lepas dari gadget, kurang bersosialisasi, kurang daya kreativitas, dan juga bersikap individualis. Generasi Alpha menginginkan hal-hal yang instan dan kurang menghargai proses. Keasyikan mereka dengan gadget membuat mereka teralienasi secara sosial.

Selain itu, koran Tribun Jambi merangkum karakteristik generasi alpha, sebagai berikut.

1. Mereka bossy, dominan, dan suka mengatur. Anak Alpha merasa nyaman ketika menjadi orang yang memerintah. Anak-anak lainnya mirip induk ayam, senang mengurus orang lain, khu-susnya yang lemah. Hanya saja mereka juga terdorong untuk menunjukkan dominasi dengan mengeksploitasi kelemahan orang lain. Hal ini sebagai manifestasi mereka untuk menjadi yang pertama, terbaik, atau dikenal. Namun, tidak berarti mereka suka mem-bully.

2. Mereka tak suka berbagi. Anak-anak Generasi Alpha terlihat enggan berbagi. Mereka menekankan pentingnya kepemilikan pribadi. Mereka mungkin akan tak mampu lagi menga-takan, "Ini buat kamu", dan akan lebih sering mengatakan, "Ini punyaku! Semua punyaku!"

3. Mereka tidak mau mengikuti aturan. Mama ingin mereka mewarnai gambar dengan rapi? Mereka pasti akan mematahkan crayon-nya. Apakah Mama ingin mereka memakai popok, bedong, jaket, atau mendudukkan mereka di kursi makan atau car seat, mereka selalu punya cara untuk meloloskan diri.

4. Teknologi menjadi bagian dari hidup mereka, dan tidak akan mengetahui dunia tanpa jejaring sosial. Anak Alpha sudah berkenalan dengan smartphone sejak bayi, dan tidak memandangnya sebagai sebuah alat. Teknologi akan terintegrasi begitu saja dalam hidup mereka. Mereka be-gitu mudah mengoperasikan smartphone yang bagi Mama terlihat rumit, dan lebih me-nyukainya ketimbang laptop atau komputer desktop. Mereka juga tertarik pada aplikasi yang menarik secara visual dan mudah digunakan, dan berharap semuanya dibuat sesuai kebutuhan mereka.

5. Kemampuan berkomunikasi langsung jauh berkurang. Meskipun penggunaan teknologi dapat menawarkan banyak informasi, hal itu juga memberikan dampak yang kurang baik. Anak Alpha jadi sangat jarang berinteraksi langsung dengan orang lain karena sibuk dengan gadget-nya. Hal ini dengan sendirinya akan membuat kepedulian dan kemampuan berkomunikasi mereka berkurang.

Bagi para orang tua milenial, tantangan pengasuhan semakin kompleks karena mereka harus menemukan cara efektif untuk mendidik anak-anak di tengah era transformasi digital ini. Generasi milenial merupakan kelompok usia anak-anak yang lahir antara tahun 1980 hingga awal 2000-an (Kotz, 2016). Mereka disebut Millennial karena kedekatan mereka dengan media dan teknologi digital (Smith & Nichols, 2015). Generasi milenial juga lebih fleksibel dengan perkembangan zaman (Brailovskaia & Bierhoff, 2018). Santrock (2012) mengemukakan, mereka yang berusia 20 hingga 30 tahun termasuk dalam periode dewasa awal. Pada periode dewasa awal ini sebagian besar dari mereka sudah menyelesaikan jenjang sarjana, mengembangkan karir, dan memulai untuk berkeluarga. Supriani & Arifudin (2023) menyatakan bahwa salah satu aspek yang sangat penting dalam pengasuhan adalah memilih pola asuh yang tepat, mengingat perubahan zaman yang begitu cepat mempengaruhi perilaku dan kebutuhan anak.

Dalam literatur psikologi, dikenal tiga macam pola asuh utama menurut Hurlock: authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis), dan permissive (longgar). Orang tua milenial sering kali menghadapi dilema dalam memilih pola asuh yang sesuai untuk mendukung tumbuh kembang anak mereka. Pola asuh authoritarian, yang mengontrol anak dengan ketat dan memberlakukan hukuman fisik bila aturan dilanggar, mungkin terasa kurang relevan di era sekarang. Anak-anak Alpha membutuhkan lebih banyak ruang untuk berekspresi dan mengembangkan kreativitas mereka. Pengawasan yang ketat serta keputusan yang mutlak dari orang tua cenderung menghambat anak dalam menghadapi tantangan dunia digital yang menuntut adaptabilitas dan kemampuan berpikir kritis. 

Sebaliknya, pola asuh authoritative, yang memberikan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab, tampaknya lebih sesuai untuk zaman ini. Orang tua yang demokratis memberikan kebebasan pada anak, namun tetap membimbing mereka dengan aturan yang jelas dan konsisten. Hal ini sangat penting dalam era digital, di mana anak-anak perlu belajar menggunakan teknologi dengan bijak. Selain itu, pola asuh permissive yang memberikan kebebasan penuh tanpa kontrol juga perlu dihindari. Meskipun memberikan ruang eksplorasi yang luas, kurangnya bimbingan dapat membuat anak terpapar pada dampak negatif dari penggunaan teknologi seperti kecanduan gadget atau informasi yang tidak terfilter. 

Dalam kesimpulannya, para orang tua milenial harus bijak dalam memilih pola asuh yang responsif dan adaptif terhadap tuntutan zaman. Dengan menggabungkan unsur-unsur dari pola asuh authoritative dan tetap menanamkan batasan yang sehat, anak-anak Alpha dapat berkembang secara optimal di dunia digital yang serba cepat. Mereka akan belajar bagaimana menggunakan teknologi secara positif, sambil tetap memegang nilai-nilai moral yang diajarkan oleh orang tua. Mengasuh anak-anak Alpha di era transformasi digital membutuhkan pendekatan yang seimbang antara memberikan mereka kebebasan untuk berkembang dalam dunia teknologi dan memastikan mereka tetap tumbuh dengan nilai-nilai sosial dan emosional yang penting. Generasi milenial sebagai orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi ini, agar mereka tidak hanya menjadi mahir dalam teknologi, tetapi juga memiliki karakter yang kuat, empati yang tinggi, dan keterampilan sosial yang baik. Pola asuh yang bijak di dunia digital adalah kunci untuk memastikan bahwa generasi Alpha siap menghadapi tantangan masa depan tanpa kehilangan esensi kemanusiaan mereka.

 

Referensi:

Rahmawati, N. R., Septiana, N. Z., & Masitoh, F. (2019, December). Pola pengasuhan orangtua milenial. In Proceeding of International Conference on Islamic Education: Challenges in Technology and Literacy (Vol. 4, No. 1, pp. 367-375). Faculty of Education and Teacher Training, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

Saman, A. M., & Hidayati, D. (2023). Pola Asuh Orang Tua Milenial dalam Mendidik Anak Generasi Alpha di Era Transformasi Digital. Jurnal Basicedu, 7(1), 984-992.

Supriani, Y., & Arifudin, O. (2023). Partisipasi orang tua dalam pendidikan anak usia dini. Plamboyan Edu, 1(1), 95-105.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun