Pada Senin, 6 Januari 2025, sebanyak 23 perwakilan mahasiswa dari Kabupaten Puncak se-Indonesia mengadakan audiensi dengan Komnas HAM RI di Jakarta. Audiensi tersebut merupakan pertemuan keempat mengenai surat rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Komnas HAM terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang melibatkan Ibu Terina Murib. Tujuan utama audiensi ini adalah untuk memperbaiki redaksi kalimat dalam surat rekomendasi tersebut, terutama yang berkaitan dengan isu "kontak senjata" yang dianggap tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Audiensi tersebut membuka ruang bagi diskusi mendalam tentang kronologi kasus yang menyangkut Ibu Terina Murib, yang menjadi korban mutilasi dalam peristiwa tragis di Papua. Para mahasiswa yang hadir dalam audiensi meminta agar Komnas HAM segera merevisi surat rekomendasi mereka karena adanya perbedaan signifikan antara data yang ditemukan tim investigasi dan laporan yang dikeluarkan oleh Komnas HAM. Mahasiswa mendesak agar rekomendasi tersebut lebih mencerminkan kondisi yang sebenarnya dan memberikan keadilan bagi korban.
Tanggal 10 Januari 2025, mahasiswa Puncak se-Indonesia bersama tim investigasi kembali mengadakan rapat penting melalui platform Google Meet untuk mengevaluasi perkembangan setelah audiensi tersebut. Sebanyak 41 mahasiswa dari berbagai kota studi se-Indonesia terlibat dalam rapat ini, yang berlangsung dari pukul 17:30 hingga 20:41 WIB. Rapat ini memiliki dua agenda utama: evaluasi terkait audiensi dengan Komnas HAM dan pembahasan strategi serta solusi yang dapat ditempuh dalam mendesak penyelesaian kasus pelanggaran HAM ini.
Evaluasi Terkait Audiensi Bersama Komnas HAM
Beberapa masukan yang muncul dalam rapat ini mencakup berbagai perspektif dari mahasiswa yang berasal dari kota studi berbeda. Menurut ketua Badan Pengurus Ikatan Damal, Kota Studi Jayapura, setiap kota studi wajib memiliki koordinator lapangan (korlap) untuk memastikan kelancaran aksi jika terjadi penahanan. Hal ini mencerminkan perhatian terhadap keselamatan dan keberlanjutan perjuangan mahasiswa dalam menyuarakan keadilan bagi korban. Selain itu, pertanyaan muncul mengenai penggunaan dana mahasiswa Puncak se-Indonesia, yang perlu transparansi lebih lanjut, serta perlunya diskusi lebih intensif dengan mahasiswa di Jayapura.
Menurut Deki Wakerkwa, sebuah pernyataan dari TNI sangat diperlukan, mengingat mereka merupakan institusi yang berperan besar dalam kasus ini. TNI diharapkan segera mengeluarkan surat rekomendasi yang tegas dan hadir untuk mengadili pelaku, agar memberikan sinyal kuat kepada masyarakat bahwa pelanggaran HAM tidak akan dibiarkan begitu saja.
Sementara itu, menurut Apriyanti, perwakilan perempuan Kota Studi Timika, mengungkapkan apresiasi terhadap tim investigasi yang telah menyuarakan hak masyarakat, serta memberikan doa dan dukungan bagi perjuangan ini.
Pembahasan Solusi dan Strategi
Dalam agenda pembahasan solusi dan strategi, Ketua Tim Investigasi, Mis Murib, mengungkapkan bahwa surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM tidak mencerminkan kenyataan yang terjadi di lapangan. Perbedaan kronologi ini perlu segera diperbaiki untuk memastikan bahwa fakta yang ada di lapangan benar-benar terwakili. Jika revisi dilakukan dan rekomendasi tersebut lebih akurat, tim investigasi siap menindaklanjuti kasus ini ke Mahkamah Konstitusi (MK), memanggil Panglima TNI, dan menuntut agar pelaku segera diadili.
Namun, jika hasil revisi surat rekomendasi tetap tidak mencerminkan kebenaran yang ada di lapangan, mahasiswa Puncak se-Indonesia siap melakukan aksi nasional di Jakarta dan Papua pada 6 Maret 2025. Aksi ini akan menjadi bentuk protes besar-besaran atas ketidakadilan yang diterima oleh Ibu Terina Murib dan masyarakat Papua pada umumnya.