Mohon tunggu...
DK Putra
DK Putra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Katalis

mahakecil aku || setengah buih, separuh debu || buanglah sampah pada tempatnya!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Rupa Cinta

22 Desember 2020   06:01 Diperbarui: 22 Desember 2020   16:09 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sepanjang hidupnya, ibu tiada henti berpuisi. Dengan bahasa kasih sayang, dalam bentuk gerak dan perbuatan. Ia telah menunjukkan kepadaku, bahwa puisi cinta tidak sekadar kata-kata. 

Tak jarang pula, saat batinku menggigil dijalari dinginnya dunia, selalu ada kehangatan ibu menjadi unggun untuk aku berdiang. Pada lain waktu, keteduhannya ialah rumah bagiku untuk bernaung tanpa merasa dihantui keterasingan. 

Adakalanya, ingin kuselami sanubari ibu, untuk mencari jawaban bagaimana ketabahannya meredam segala kegetiran dan kepedihan, demi kehidupan anak-anaknya. 

Sampai tibalah suatu pagi. Aku tak ingin, namun tuhan berkehendak lain. Nama ibu, terukir pada sebaris epitaf. Ia berpulang bersama luruhnya bulir-bulir embun dari daun. Dan kini, kerinduan ini, hanya bisa kuselipkan ke dalam untaian doa. Semoga mampu menjangkau keberadaannya di sana. 

Lantas, tiap kali aku memandangi foto ibu seraya membayangkannya, lama-lama aku pun mengerti. Dengan menatap wajah ibu, kudapati bagaimana rupa cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun