Bagi para peneliti yang berorientasi ekonomi dan industri, pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) yang menghubungkan kawasan selatan Jawa Timur, dari Pacitan hingga Banyuwangi, seringkali diwacanakan secara positif.Â
Penuntasan proyek JLS yang mengambil lahan pinggir pantai serta sebagian kawasan hutan produksi, hutan alami, dan perkebunan diyakini bisa berdampak positif berupa percepatan industri, penurunan biaya transportasi, peningkatan aktivitas ekonomi, dan penyerapan tenaga kerja (Hamid, 2014). Tidak lupa, peningkatan aktivitas pariwisata di selatan Jawa karena akses jalan yang semakin mudah (Sasongko, 2016).
Memang, dalam beberapa hal, keyakinan para peneliti tersebut bisa dibuktikan. Di Banyuwangi, misalnya, industri pertambangan emas Tumpang Pitu dan sekitarnya, serta pabrik gula di Glennmore adalah industri strategis yang menurut pemerintah akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan ekonomi warga masyarakat.Â
Maka, menuntaskan JLS menjadi penting karena bisa mempercepat mobilitas hasil produksi. Bahkan, ketika itu harus menerobos kawasan Taman Nasional Meru Betiri Sukamade ataupun hutan produksi di Jember.
Memang, JLS dari kawasan Kencong hingga Puger sudah selesai. Jalan di pinggir pantai selatan Jember pun mulus dengan kualitas aspal yang cukup baik. Lalu-lalang kendaraan pun mulai ramai melintasinya, baik jenis truk, pick up, minibus, hingga sepeda motor.Â
Beberapa pantai di tepi Samudra Indonesia dikelola Pokdarwis (Keleompok Sadar Wisata) seperti Pantai Pancer dan Cemara di Puger serta Pantai Paseban di Kencong. Tentu, warga masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan maupun yang mengembangkan UMKM seperti berjualan makanan dan minuman.
Dampak industrial yang cukup mencolok adalah mulai banyaknya tambak udang di sempadan pantai selatan Jember, dari Puger, Gumukmas, hingga Kencong. Menariknya, menurut Pemkab Jember, tambak-tambak tersebut ada yang memiliki izinn, ada yang tidak berizin alias liar.Â
Ketika melintas JLS dari arah Paseban (Kencong) menuju Puger, saya menyaksikan beberapa traktor dan backhoe sedang dioperasikan untuk membuat kolam-kolam tambak. Banyak pekerja terlibat dalam aktivitas tersebut. Untuk tambak-tambak baru, yang paling banyak kami jumpai berada di Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas.
Narasi dan wacana tentang kesejahteraan selalu saja dimobilisasi ke tengah-tengah masyarakat agar mereka mendukung aktivitas tambak udang. Bagi warga desa yang membutuhkan pekerjaan, kesempatan untuk bisa bekerja di tambak udang tentu sangat menarik. Kondisi ini memunculkan keterpecahan sudut pandang dan pilihan antara mereka yang pro dan kontra.Â
Di Desa Kepanjen, perbedaan pendapat antara yang mendukung dan menolak tambak sempat mengeras, sehingga menciptakan kondisi sosial yang tidak baik.
Semakin banyaknya tambak udang di kawasan selatan Jember bisa berdampak pada permasalahan ekologis serius. Salah satunya adalah semakin berkurangnya pandan laut dan akasia yang banyak tumbuh di kawasan sempadan pantai.Â
Manfaat pohon pandan laut menahan abrasi, mengurangi dampak pasang terhadap ekosistem darat, mitigasi tsunami dan memberi dampak minimal kerusakan pada daerah di belakang vegetasi pandan laut. Maka, mempertahankan ekosistem pandan laut di kawasan dekat pantai sejatinya sangat penting bagi pemertahanan kawasan di tepi laut dan sekitarnya.
Dari hasil kajian atas kandungan gizi, Sarungallo et al (2018) menjabarkan bahwa daging buah pandan laut memiliki kandungan abu berkisar antara 5,15 dan 6,8% (bk), kadar lemak berkisar 0,4% hingga 0,5% (bk), protein (2,8-4,3%; bk), karbohidrat (71,6-89,9%; bk), serat kasar (24,4-27,3%; bk), dan -karoten (11,2-33,2 ppm; bk).Â
Kandungan total gula dan -karotennya cenderung naik seiring meningkatnya tingkat kematangan buah. Berdasarkan komposisi nutrisinya, maka buah pandan laut sangat berpotensi untuk diolah menjadi berbagai produk pangan.
Dari beberapa media online saya mendapatkan informasi tambahan bahwa buah ini cukup bagus untuk menurunkan kolesterol, anti depresan, membantu pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung, kanker, diabetes dan penyakit berbahaya lainnya.Â
Tidak hanya buahnya, ekstrak daun dan akarnya juga dikatakan memiliki kandungan zat tertentu yang cukup berguna untuk kepentingan medis. Tentu, semua itu masih harus diuji secara ilmiah dengan prosedur yang lebih meyakinkan.
Di Desa Kelor, Gunung Kidul, daging buah pandan laut dijadikan minuman yang dijual oleh warga masyarakat. Tahapanya mulai dari proses pemilihan buah yang sudah masak dengan ciri berwarna merah, diolah dengan cara megambil dagingnya lalu dihaluskan dan diambil sarinya, dimasak hingga mendidih, selanjutnya didinginkan dan siap untuk dikonsumsi (Rochmadi & Rohma, 2019).Â
Sayangnya, masyarakat di pesisir selatan Jember belum ada yang memanfaatkan buah pandan laut untuk diolah menjadi minuman atau bahan pangan tertentu. Bisa jadi masyarakat belum tahu sepenuhnya manfaat dari buah pandan laut.
Sayangnya, keberadaan ekosistem pandan laut di pesisir selatan Jember, khususnya dari arah Puger hingga Paseban, terancam oleh kehadiran banyaknya tambak udang di sempadan pantai.Â
Di kawasan sempadan pantai Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, misalnya, tambak-tambak baru sedang dikerjakan, sedangkan tambak yang sudah lama terus beroperasi. Semakin ke sini semakin banyak tambak udang yang penyiapannya harus mematikan banyak pandan laut dan pohon akasia. Mesin-mesin perkasa menumbangkan banyak pandan laut.
Hilangnya ekosistem pandan laut dan hutan akasia jelas membawa kerugian besar bagi masyarakat, terutama ketika dikaitkan dengan mitigasi bencana, dampak pasang air laut, kerugian para nelayan, dan dampak negatif lainnya. Banyak pakar melalui tulisan di jurnal atau pernyataan di media sudah mengingatkan persoalan tersebut.Â
Masalahnya, pertimbangan terkait keselamatan ekologis dan dampak negatif tambak udang bagi masyarakat seringkali tidak dihiraukan para pemodal dan aparat pemerintah yang menangani perizinan.Â
Sebaliknya, narasi dan wacana tentang kesejahteraan rakyat sebagai akibat usaha tambak selalu saja digaungkan. Model itu pula yang selalu digunakan untuk usaha pertambangan yang jelas-jelas merusak.
Kami jadi ingat betapa beberapa pakar telah mengingatkan dampak negatif penambangan bukit kapur Gunung Sadeng Puger secara massif dan terbuka untuk kepentingan pabrik semen.Â
Namun, toh, pemerintah tetap saja memuluskan jalan bagi para pemodal besar untuk membangun dan mengoperasikan perusahan semen. Artinya, seilmiah apapun pendapat akademisi terkait dampak negatif usaha di kawasan rentan tidak akan digubris oleh pemerintah dan pemodal.Â
Memang, Pemkab Jember sudah melakukan sidak dan pemasangan papan pengumuman agar tidak ada aktivitas tambak liar. Mereka berdalih bahwa banyak usaha tambak di pesisir selatan Jember yang tidak memiliki izin.Â
Pertanyaanya, kalau memang tidak memiliki izin mengapa tidak sejak awal dilarang ketika alat-alat berat mulai menggali kawasan sempadan dan para pekerja melakukan aktivitas? Apakah ada kekuatan besar yang mem-back up para petambak liar tersebut? Apakah Pemkab Jember sebagai representasi Negara tidak mampu mengatasi kekuatan besar tersebut?
Atau bisa jadi yang ilegal dan liar dibiarkan terlebih dahulu agar menimbulkan gejolak di masyarakat untuk kemudian ditertibkan dan dilegalkan oleh Pemkab Jember?Â
Saya jadi ingat model pertambangan yang membiarkan para penambang liar muncul dan beroperasi. Ketika muncul masalah pemerintah akan hadir untuk menertibkannya.
Namun, karena mereka tahu potensi besar tembang, maka usaha pertambangan di sebuah kawasan akan dilegalisasi sehingga penambang liar dilarang beroperasi dan pemodal besar masuk.
Kalau memang demikian, berarti Pemkab akan tetap mengizinkan tambak udang di pesisir selatan Jember, khususnya dari Ambulu, Puger, Gumukmas, Kencong. Ini sama saja dengan tetap membiarkan pesisir selatan Jember dalam kondisi terancam.Â
Karena tidak ada jaminan bahwa usaha tambak udang yang dilegalkan oleh Pemkab tidak akan mencemari lingkungan dan merusak ekosistem serta tidak akan mengganggu aktivitas nelayan.
Yang pasti, mau liar ataupun legal, aktivitas tambak udang yang berlangsung saat ini sudah menghilangkan banyak pandan laut dari Puger hingga Paseban. Dan, itu terjadi ketika Negara terus saja berkampanye agar warga negara menjaga kelestarian ligkungan demi generasi mendatang.Â
Daftar Bacaan
Hamid, Abdul. 2014. Potensi Investasi Jalur Lintas Selatan di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Bina Praja, Vol. 6(3): 197 – 204.
Sasongko, R. Widodo Djati. 2016. Strategi Pembangunan Jalan Lintas Selatan Jawa Timur Dalam Pengembangan Pariwisata. Warta Penelitian Perhubungan, 28(2): 92-10.
Rohmadi, Imsak & Situ Rohma. 2019. Pemanfaatan Buah Pandan Laut Sebagai Pangan Olahan pada Masyarakat Pesisir. Jurnal Riset Ekonomi Pembangunan, Vol. 2(2): 161-173
Sarungallo, Zita Letviany, Cicilia Maria Erna Susanti, Nurhaidah Iriany Sinaga3, Diana Nurini Irbayantisa, dan
Marlen Martha Latumahina. 2018. Kandungan Gizi Buah Pandan Laut (Pandanus tectorius Park.) pada Tiga
Tingkat Kematangan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, vol. 7(1): 21-26.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H