Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Festival dan Obyokan: Model Pertunjukan Reyog Ponorogo

27 Agustus 2023   10:38 Diperbarui: 27 Agustus 2023   10:42 761
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabu Kelana Suwandana dalam reyog obyokan. Sumber: Nanang Diyanto/Kompasiana

Karena harus membuat pertunjukan yang disesuaikan dengan tontonan di atas panggung, maka para seniman diminta untuk membuat karya koreografis reyog tanpa harus kehilangan pakem, tetapi sebisa mungkin bisa menyuguhkan keindahan estetik yang berbeda dari tradisi reyog di masyarakat. 

Selain itu, sejak era 1980-an para seniman reyog diminta untuk mengisi panggung hiburan di even Pekan Raya Jakarta (PRJ), sebuah pameran produk-produk industrial dan budaya yang digelar tahunan. Sambutan meriah penonton mendorong pemerintah kabupaten dan para seniman untuk membuat pedoman gerak tari yang digunakan sebagai pedoman dasar. 

Mereka menamainya “buku kuning” karena sampulnya berwarna kuning.  Meskipun mendapatkan kritik dari para seniman rakyat, para penggagas buku kuning meyakini bahwa pedoman untuk keperluan tari garapan penting agar para seniman memiliki dasar untuk inovasi. 

Maka, ketika festival pertama kali diselenggarakan pada tahun 1993, pemerintah kabupaten dan para pelaku reyog yang menyepakatinya menginginkan adanya gelar karya inovatif dari masing-masing kelompok. Meskipun demikian, keinginan inovatif tersebut harus tetap berpijak pada struktur pakem sesuai dengan buku kuning.

Struktur Pertunjukan Festival

Secara umum pertunjukan dalam festival terdiri dari adegan tari Warok, tari Jathil, tari Bujang Ganong, tari Kelana Sewandana, tari Singa Barong, dan tari Iring-iring. 

Tari Warok dimainkan pertama kali setelah musik pembuka yang rancak. Dua penari memerakan warok tua/senior dengan mengenakan kumis dan jenggot palsu berwarna putih. Mereka akan melakukan beberapa gerakan sederhana penuh wibawa. Tidak lama kemudian muncul para warok muda dan warok tua dengan telanjang dada dengan mengenakan kumis dan jenggot palsu berwarna hitam. 

Adegan Warok. Sumber: Ketiknews.id
Adegan Warok. Sumber: Ketiknews.id
Mereka melakukan adegan-adegan tari yang menunjukkan kesatria yang gagah. Pada bagian akhir mereka akan menari secara atraktif dengan menggunakan tali kolor putih yang biasa disebut lawe. Tari ini dipersembahkan untuk menghormati sosok warok yang memiliki posisi terhormat di tengah masyarakat Ponorogo karena dikaitkan dengan konsep “wewarah”, memberikan perlindungan dan tuntunan tanpa pamrih kepada warga yang membutuhkan. 

Dalam keyakinan masyarakat, warok diposisikan sebagai individu terhormat yang sudah sempurna dalam menjalani hidup, sehingga hanya perlu meningkatkan kapasitas spiritual. Alasan itu pula yang memunculkan tradisi gemblak, seorang lelaki muda yang dipelihara oleh warok. 

Tradisi itulah yang dianggap menjadi bukti praktik homoseksualitas di tanah Ponorogo, meskipun ada sebagian pihak yang mengatakan bahwa memelihara gemblak (lelaki muda yang diajak tinggal di rumah warok) adalah bentuk kematangan spiritual para warok karena mereka sudah tidak menghiraukan hubungan seksualitas dengan lawan jenis. 

Dengan memelihara gemblak yang melayani diri mereka, para warok menemukan sosok pengganti kualitas feminin dari seorang perempuan. Terlepas dari anggapan tersebut, adegan warog menandakan penghormatan kepada para kesatria yang memiliki keberanian dan kekuatan fisik sekaligus ketenangan batin yang ikut menjaga wilayah Ponorogo. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun