Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Industri Ekstraktif dan Ekstraktivisme dalam Tatapan Kajian Budaya

25 Mei 2023   10:22 Diperbarui: 26 Mei 2023   07:48 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kawasan pegunungan di Konawe yang rusak akibat tambang nikel. (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)

Nygren, et al (2017), mengelaborasi pendapat banyak pakar, mendefinisikan ekstraktivisme sebagai eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, dengan pola pikir (wacana, pengetahuan, ideologi), politik, dan praktik yang menyertainya. 

Selain itu, ekstraktivisme juga mengacu pada moda eksploitasi intensif yang dilakukan di wilayah tertentu serta melibatkan mentalitas apropriasi dan logika komodifikasi alam di mana sumber daya alam dimanfaatkan sesuai kebutuhan para pemodal. 

Meskipun pemodal dan negara seringkali menjanjikan banyak perbaikan, seringkali lokasi industri, seperti kamp minyak dan lubang tambang, menjadi target penghilangan sumber daya secara cepat, dengan sedikit perhatian diberikan pada pengembangan struktur produktif lokal, pembagian keuntungan, atau sumber pekerjaan, karena proses penambahan nilai dilakukan di tempat lain. Contoh nyata adalah bagaimana selter untuk pengolahan hasil tambang di Papua dibuat di Gresik Jawa Timur. 

Ekstraktivisme sering menghasilkan dampak lingkungan-sosial yang beragam di lokasi industri, yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan kerentanan yang berbeda secara sosial. 

Ekstraktivisme bersifat global dalam dua dimensi: secara struktural dalam hal jaringan keuangan, korporasi, dan sektor ekonomi; dan secara spasial dalam bentuk skala planet, terkait dengan ketidakamanan dan krisis yang semakin intensif.

Beragamnya pendapat pakar terkait ekstraktivisme mendorong Chagnon, et al (2017: 762) untuk memosisikannya sebagai konsep pengorganisasian. Konsep ini mengatur dan mensintesa tubuh pengetahuan untuk melayani sebagai dasar intervensi progresif. 

Aktivitas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. (KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA) 
Aktivitas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung. (KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA) 

Sebagai contoh konsep globalisasi yang sangat luas dan beragam. Para pakar berusaha mengorganisir beberapa pemahaman untuk mempermudah apa yang harus dilakukan secara akademik dan praksis terhadap realitas globalisasi. 

Jadi, peran konsep pengorganisasian adalah untuk mempromosikan dan mendorong eksplorasi lebih lanjut dari konsep yang ada, melalui eksplorasi komponen dan detail terpilah yang membentuk konsep menyeluruh. Konsep pengorganisasian dicirikan sebagai konsep yang bergantung pada konsep lain. 

Fitur yang menentukan dari konsep pengorganisasian adalah penerapannya dan kehadirannya dalam berbagai praktik empiris. Dengan demikian, konsep pengorganisasian melampaui teori, dan berfungsi untuk mengatur aktivitas manusia.

Konsep-konsep untuk mengorganisir pemahaman, tentu, tidak bisa dilepaskan dari formasi wacana dan penyebaran pengetahuan yang sudah berkembang di ranah akademis serta praktik industrial yang berlangsung di masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun