Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hibriditas Budaya: Konsep, Strategi, dan Implikasi

24 Maret 2023   00:12 Diperbarui: 24 Maret 2023   11:47 4244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi manusia-manusia terjajah ataupun yang terpengaruh modernisme di era pascakolonial, mimikri dikonstruksi dalam semangat hampir sama, tapi tidak sepenuhnya sama, tidak diam. Artinya, dalam meniru budaya modern, mereka selalu melakukan keselipan, hal yang berbeda. Dengan demikian, mimikri merupakan proses meniru yang sekaligus mengingkari karena berbeda.

Mimikri merupakan tanda artikulasi ganda. Di satu sisi masyarakat yang selama ini dianggap liyan mengalami perbaikan diri dan budaya dengan disiplin dan regulasi modernisme. Mereka masuk dalam relasi kuasa kekuatan dominan, tapi sekaligus melakukan perlawanan dengan menampilkan hal yang tidak sepenuhnya sama. 

Pengetahuan dan disiplin Barat yang menjadi kekuatan utama mereka untuk menundukkan masyarakat dan budaya Timur bisa dipelajari oleh manusia-manusia Timur, tetapi mereka tidak mau sepenuhnya larut sehingga tetap menghadirkan perbedaan, hampir sama, tetapi tidak sepenuhnya sama alias tidak lengkap atau tidak utuh, bersifat mendekati.  

Para pejuang Republik seperti Sukarno, Hatta, Sjahrir, Tan Malaka, dan yang lain belajar pengetahuan Barat dari sekolah-sekolah Belanda pribumi. Belanda berharap dengan mendidik elit pribumi, mereka bisa mendapatkan pegawai kolonial pribumi untuk memudahkan kuasa. 

Para pejuang Republik tersebut memang masuk ke dalam formasi dan disiplin pengetahuan Barat. Mereka juga berpakaian ala Barat yang menandakan kuatnya pengaruh modernisme. Namun, mereka tidak menghilangkan niatan untuk merdeka. Mereka juga masih memakai peci/kopyah untuk melengkapi jas. Inilah mimikri sekaligus ejekan.

Dengan pemikiran tersebut, subjek kolonial dan poskolonial sebenarnya juga mampu melakukan strategi resistensi, dengan tetap berada dalam lingkaran kuasa, melalui peniruan-peniruan terhadap praktik dan pengetahuan dari penjajah atau yang pernah menjajah untuk mendapatkan pengakuan dalam lingkaran kuasa sekaligus mengejek praktik kuasa yang terjadi. 

Sumber: https://www.lenshorizon.com
Sumber: https://www.lenshorizon.com

Proses itulah yang disebut sebagai strategis kedirian dan kultural di ruang ketiga atau ruang antara yang kemudian melahirkan "hibriditas". Hibriditas bukan sekedar percampuran dua budaya yang menghasilkan sebuah bentuk budaya baru, baik dalam masa kolonial maupun pascakolonial. 

Alih-alih, hibriditas adalah proyek politik-kultural yang bagi penjajah atau yang pernah menjajah bisa digunakan untuk menegaskan kuasanya, dan sebaliknya bagi yang terjajah atau pernah terjajah digunakan untuk mengejek dan sekaligus melawan kuasa tersebut. 

Dengan pemikiran tersebut, Bhabha ingin menunjukkan bahwa manusia pascakolonial sebenarnya mempunyai kemampuan strategis dalam menghadapi hegemoni budaya Barat yang menyebar di ruang pascakolonial, sehingga mereka mampu memainkan politik untuk tidak sepenuhnya mengikuti budaya tersebut, tetapi juga tidak menolak sepenuhnya. 

Semua dilakukan untuk kepentingan mereka. Jadi, manusia pascakolonial tidak bisa terus dibayangkan sebagai mereka yang tidak bisa keluar dari jejaring dan pengaruh diskursif kolonialisme. Dengan bermain-main di ruang antara kebudayaan, mereka bisa melanjutkan tradisi-lokal, sekaligus mengambil dari yang Barat, tetapi tidak sepenuhnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun