Masyarakat Using adalah entitas yang terus berkembang secara dinamis di tengah-tengah pengaruh modernitas dan kapitalisme pasar. Usaha-usaha untuk mengkonstruksi dan identitas kultural memang berlangsung, baik yang dilakukan atas prakarsa masyarakat maupun rezim negara.Â
Namun, proses tersebut tidak bisa menghilangkan realitas bahwa sejak zaman kerajaan, kolonial, hingga saat ini, masyarakat dan budaya Using mengalami dialog dan komunikasi kultural dengan masyarakat dan budaya lain yang datang silih berganti.Â
Dengan prinsip keterbukaan dan adaptasi kultural, masyarakat Using mampu terus memperbarui budaya mereka dengan nilai dan praktik modernitas sebagai akibat kapitalisme pertanian. Meskipun demikian, ada beberapa catatan yang kami munculkan terkait proses hibriditas kultural dalam masyarakat dan budaya Using.
Masyarakat Using adalah masyarakat yang dengan sadar menyeleksi dan memasukkan unsur-unsur budaya modern ke dalam kehidupan sehari-hari mereka. Mereka bukanlah masyarakat yang anti-budaya modern.Â
Dalam kondisi demikian, hibriditas kultural yang berlangsung memang dilakukan dengan sengaja karena masyarakat membutuhkan nilai dan praktik baru yang mendekatkan mereka dengan perubahan zaman menuju modernitas.Â
Maka dari itu, melihat budaya Using harus dilakukan secara jeli dan kritis dengan menimbang faktor-faktor ekonomi politik, berupa kapitalisme pasar yang membawa aspek-aspek modernitas dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sekali lagi, masyarakat Using bukanlah masyarakat tradisional, seperti halnya masyarakat Tengger dan masyarakat-masyarakat lokal lainnya.
Di tengah-tengah keberantaraan dan hibriditas kultural, masyarakat Using secara komunal masih berusaha menjalankan secara ajeg sebagian tradisi, semisal slametan, yang mereka warisi dari para leluhur.Â
Meskipun kesadaran makna-makna kultural-simbolik dari slametan tersebut semakin kurang dipahami, utamanya oleh generasi muda, tetapi dengan menggelar slametan mereka bisa mempererat perasaan komunal sehingga tradisi gotong royong dalam ritual juga masih kuat. Meskipun demikian, tradisi gotong royong dalam kerja pertanian sudah berganti dengan tradisi kerja berupah.Â
Hukuman kultural, seperti tidak dibantu ketika pindahan rumah, selalu menanti bagi warga yang tidak mau ikut gotong royong dalam ritual. Selain itu, institusi pernikahan menjadi sarana untuk memperkuat tradisi Using kepada generasi muda, karena begitu menikah mereka akan mengikuti kembali aturan-aturan komunal.