Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Membaca-ulang Kesenian Lokal: Beberapa Alternatif Desain Pemberdayaan

21 Februari 2023   08:06 Diperbarui: 23 Februari 2023   19:00 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Industri kreatif juga tidak semata-mata berarti digitalisasi. Di beberapa negara maju, penataan mekanisme pertunjukan juga disiapkan oleh tim yang cukup solid. Mereka bertugas membuat even-even yang bisa menjadi ruang kreatif bagi para pelaku seni. 

Namun, pemetaan dan penilaian potensi kesenian yang akan dipentaskan juga sangat penting, sehingga acara yang digelar benar-benar bisa berkontribusi terhadap kesadaran masyarakat. 

Meskipun tidak harus diarahkan seperti Bali yang memang sudah sangat maju sektor pariwisatanya, masing-masing pemerintah kabupaten sebenarnya bisa menyediakan ruang pertunjukan yang dikelola secara profesional. 

Dalam artian bukan semata-mata mengejar keuntungan, tetapi mampu menumbuhkan semangat sanggar seni untuk bisa tampil di tempat tersebut karena banyak penonton yang datang. Para penonton juga harus dikonstruksi melalui mekanisme kerjasama dengan instansi sekolah, aparatus desa, dan lain-lain. 

Dari sinilah kita bisa berharap akan mulai berkembang sense of belonging terhadap identitas kultural masyarakat yang disemaikan melalui pertunjukan kesenian tradisional. Selain itu, para pelaku kesenian juga bisa berdaya secara ekonomi, sehingga mereka tetap akan berusaha untuk menghidupkan ekspresi kultural.

Catatan Simpulan

Saya sangat sadar paparan di atas belumlah mencakup kemungkinan-kemungkinan yang lain terkait pemberdayaan kesenian lokal. Sejatinya, kalau kita mau ke lapangan dan mendengarkan para pelaku dengan penuh empati, kita akan mendapatkan banyak model berbasis permasalahan riil. 

Ke depannya, kita tidak harus lagi semata-mata mengatasnamakan keadiluhungan budaya dalam pengembangan kesenian lokal, tetapi harus bisa mensinergiskan bermacam permasalahan, potensi, dan peluang untuk memformulasi desain pemberdayaan yang memberi kekuatan kepada para pelaku seni. 

Para pemangku kebijakan harus membuat kebijakan yang benar-benar diarahkan pada keberdayaan dan pemberdayaan kesenian lokal sekaligus para pelakunya. 

Dengan kata lain, pemberdayaan yang dilakukan harus bersifat multi-fungsi; fungsi penguatan eksistensi kesenian lokal, penguatan para seniman/wati, dan penguatan kesadaran kultural masyarakat, khususnya generasi muda. Bukan saatnya lagi mereka dilabeli sebagai pahlawan budaya, tetapi tidak diperhatikan keberlangsungan hidup mereka. 

Adegan caplokan dalam jaranan. Dokumentasi penulis
Adegan caplokan dalam jaranan. Dokumentasi penulis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun