Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Membaca-ulang Kesenian Lokal: Beberapa Alternatif Desain Pemberdayaan

21 Februari 2023   08:06 Diperbarui: 23 Februari 2023   19:00 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gelaran reyog Ponorogo di desa. Sumber: KKN UNEJ Kel. 469/Kompasiana

Esensialisme-strategis

Sebagai karya tradisi yang lahir dan berkembang dalam masyarakat lokal, menjadi wajar ketika kesenian lokal kalah bersaing dengan kesenian industrial-global yang lahir dan berkembang dalam lingkungan modal dan media. Namun, satu yang tidak bisa dipungkiri adalah kesenian lokal memiliki kekuatan yang bisa menjadi penanda, pembeda, dan penyeami identitas komunal dalam masyarakat. 

Wayang kulit dan reyog Ponorogo, misalnya, menjadi identitas yang mengikat sebagian besar masyarakat Ambulu dan Wuluhan di Jember. Meskipun secara historis mereka datang sebagai migran sejak era kolonial Belanda, di kedua kecamatan ini, masyarakat Mataraman dan Panaragan masih memosisikan kedua kesenian tersebut sebagai orientasi dan selera yang terus dijaga secara komunal.

Gelaran reyog Ponorogo di desa. Sumber: KKN UNEJ Kel. 469/Kompasiana
Gelaran reyog Ponorogo di desa. Sumber: KKN UNEJ Kel. 469/Kompasiana
Sementara, sebagian besar masyarakat Using di Banyuwangi memosisikan gandrung dan janger sebagai identitas yang melekat dalam kedirian mereka.

Artinya, di tengah-tengah hegemoni budaya global, masih memungkinkan dikembangkannya identitas kultural berbasis kekhasan seni masyarakat. Mengikuti pemikiran Spivak, salah satu pakar dari India, masyarakat dan pemangku kebijakan bisa mengembangkan paradigma esensialisme-strategis. 

Paradigma ini menekankan pada kesadaran kolektif untuk memobilisasi karakter-karakter kultural yang melekat pada komunitas atau masyarakat tertentu untuk menggerakkan kekuatan lokal dalam menghadapi kekuatan budaya dari luar (Morton, 1999). 

Mobilisasi secara ajeg identitas kultural masyarakat bisa melahirkan politik identitas, di mana kekhasan dan keberbedaan kultural bisa digunakan untuk memperkuat dan memberdayakan masyarakat lokal demi menyukseskan kepentingan ekonomi, politik, maupun sosial di tengah-tengah dari budaya ataupun kekuasaan dominan (Moya, 2006; West-Newman, 2004; Thornberry, 2002; Harvey, 2005). 

Secara ideal mobilisasi kultural memang cukup ampuh untuk memperkuat ikatan solidaritas, tetapi tetap membutuhkan kesadaran-diri dari semua anggota masyarakat dan pemangku kebijakan agar bisa memberdayakan semua elemen masyarakat dan tidak sekedar memberikan keuntungan kepada elit-elit lokal (Setiawan, 2012).

Mengikuti paradigma esensialisme-strategis, kesenian lokal pada masing-masing kabupaten di Jawa Timur dan di Indonesia bisa diposisikan sebagai pengikat dan penyemai ikatan solidaritas yang menjadikan masyarakat memiliki kesadaran untuk terus memperkuatnya agar tidak kehilangan salah satu elemen penting dari identitas kultural mereka. 

Karena kehilangan identitas kultural merupakan tragedi yang luar biasa. Tentu saja, hal itu tidak dimaksudkan sebagai usaha untuk menjelek-jelekkan atau menciptakan permusuhan dengan etnis ataupun masyarakat dari wilayah lain. 

Alih-alih, dimanfaatkan untuk bersiasat dan terus menegosisikan kekuatan dan kekayaan kultural di tengah-tengah modernitas dan globalisasi saat ini, sekaligus menunjukkan bahwa masyarakat dan kesenian di kawasan selatan Jawa Timur adalah contoh nyata dari kekuatan multikultural yang setara dan sama-sama berjuang untuk bisa terus berbudaya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun