Dengan kerangka teoretis dan metodologis di atas, meskipun masih bersifat umum, kerja-kerja analisis dengan pascakolonialisme terhadap kompleksitas jagat naratif tidak akan kehilangan relasi kontekstualnya dengan dinamika ekonomi-politik yang berkembang dalam masyarakat kotemporer.Â
Bagaimanapun juga, para sastrawan, seniman, maupun pekerja media adalah subjek dari formasi diskursif pasar yang tengah menjadi orientasi dan praktik dominan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Mereka memang bisa saja mengidealisasi budaya hibrid yang seolah-olah masih menegosiasikan budaya lokal di tengah-tengah modernitas dan ideologi pasar.Â
Namun, sebagai pengkaji, kita juga harus membaca secara jeli apakah idealisasi tersebut benar-benar memperkuat eksistensi budaya lokal ataukah memberikan pemaknaan-pemaknaan baru yang lebih cair.Â
Masyarakat telah, tengah, dan akan terus berubah seiring dengan kuatnya mekanisme pasar, di mana para sastrawan, seniman, dan pekerja media tidak hanya akan larut dalam utopia masa lampau, tetapi mungkin bisa menghadirkan kemasalampauan dalam kemasakinian yang lebih dinamis dan terpasarkan.Â
Maka, menganalisis secara jeli artikulasi-negosiasi yang berlangsung dalam representasi dunia naratif dengan tetap 'menjaga kesadaran' terhadap pertimbangan ekonomi-politik[viii] akan menjadikan kajian dan pemikir pascakolonial selalu melibatkan diri dalam kompleksitas persoalan kultural dalam masyarakat yang terpasarkan.Â
Simpulan
Sekali lagi, pascakolonialisme bukanlah proyek yang sudah final dalam 'perjalanan diskursifnya'. Sangat wajar kalau banyak intelektual meragukan 'keabsahannya' sebagai sebuah disiplin.Â
Meskipun demikian, landasan Marxisme dan pascastrukturalisme, paling tidak, bisa menjadi acuan awal bagaimana berpikir konseptual dan mengerjakan analisis dengan pendekatan ini, tanpa harus meninggalkan kajian ekonomi-politik.Â
Pembacaan secara kritis terhadap relasi teks-konteks (narasi dan kondisi sosio-kultural-historis) akan menjadikan kajian pascakolonial berbasis narasi tidak melupakan kehadiran kembali neo-imperialisme dan neo-kolonialisme melalui pengetahuan modernitas dan neoliberalisme yang berlangsung secara massif saat ini.Â
Cara baca naratif memberikan kekayaan dan dinamika diskursif tentang kemungkinan hegemoni, anti-hegemoni, dan re-hegemoni, sehingga para pemikir pascakolonial bisa terus melibatkan diri dalam pembongkaran relasi-relasi kuasa di masa kontemporer.Â