Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Orientalisme dan Kuasa Kolonial: Membaca Pemikiran Edward Said

26 Januari 2023   11:50 Diperbarui: 29 Januari 2023   08:05 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, berbicara Timur itu juga berbicara realitas dan ruang geografis yang mengalami peristiwa historis kolonial serta transformasinya hingga masa kini. 

Memahami Orientalisme

Pemahaman makna Orientalisme yang tidak bisa dilepaskan dari kepentingan kuasa kolonial dalam melegitimasi pengaruh internasional Barat bukan hanya menjadi proyek pelaku penjajahan secara langsung. 

Lebih dari itu, semua pihak yang berada dalam pengaruh medan kolonialisme, baik di negeri jajahan ataupun di metropolitan Eropa Barat ikut berkontribusi dalam mengkonstruksi (menuliskan, menggambarkan, melaporkan, menyebarluaskan) makna atau wacana terkait manusia, ruang geografis, budaya, bahasa, agama, dan peradaban Timur secara luas. 

Massifikasi itulah yang pada akhirnya mengkonstruksi apa yang dinamakan Orientalisme yang dengannya manusia Barat bisa memahami Timur yang didasarkan pada tempat khususnya dalam pengalaman Eropa Barat. 

Sebagai bagian tak terpisahkan dari peradaban Barat, Orientalisme mengekspresikan dan merepresentasikan Timur secara kultural dan bahkan secara ideologis sebagai bentuk wacana dengan lembaga-lembaga pendukung, kosa kata, kepakaran, pencitraan, doktrin, bahkan birokrasi dan gaya hidup kolonial. 

Gate of the Great Mosque, Damascus (Gustav Bauernfeind). Sumber: Wikimedia Commons 
Gate of the Great Mosque, Damascus (Gustav Bauernfeind). Sumber: Wikimedia Commons 

Realitas tersebut tersebut, mendorong Said memberikan beberapa pemahaman terkait Orientalisme yang dikembangkan dari teori wacana dan kuasa/pengetahuan Foucauldian.

Pertama, desain Orientalisme yang paling bisa diterima dan masuk akal adalah segala wacana dan pengatahuan yang berasal dari manusia dan institusi akademis. Dalam pemahaman ini, dibutuhkan para pakar dengan keahlian tertentu untuk meneliti, menulis, dan mengajarkan tentang ke-Timur-an. 

Ini menegaskan bahwa para antropolog, sosiolog, sejarawan, atau filolog dalam aspek khusus maupun umum merupakan seorang orientalis, karena mereka menelaah dan menuliskan aspek-aspek budaya Timur kepada publik. Segala aktivitas yang ia lakukan dan produk yang menyertainya merupakan Orientalisme. 

Di masa kolonial, bahkan di masa pascakolonial, para pakar banyak meneliti masyarakat dan budaya Timur sehingga hasil penelitian mereka ikut berkontribusi untuk mengkonstruksi pemahaman akademisi dan warga Barat tentang eksotika ataupun inferioritas Timur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun