Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antropolinguistik, Memahami Budaya Melalui Praktik Berbahasa

10 Januari 2023   11:42 Diperbarui: 11 Januari 2023   20:50 3230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga Dayak dalam sebuah upacara adat di Nunukan Kaltara. (KOMPAS.COM/Dok. Bajib Misak)

Kenyataannya, tanpa bahasa tidak akan ada peristiwa yang dilaporkan. Sebelum antropolog interpretif mengusulkan untuk memikirkan budaya sebagai teks, sebagian besar teks-lah yang dibawa pulang oleh etnografer, buku catatan penuh deskripsi, cerita, daftar nama dan objek, sedikit gambar, dan beberapa usaha terjemahan yang janggal. 

Apa yang benar-benar diperhitungkan adalah cerita-cerita yang didengar dan deskripsi yang mereka kumpulkan dari masyarakat, hubungan-hubungan, tempat, dan peristiwa. Dari aspek-aspek itulah para etnografer akan menghasilkan analisis terkait wacana apa yang dikonstruksi melalui peristiwa dalam masyarakat (Duranti, 1997: 7).

Namun, budaya tidak hanya berisi cerita di mana seseorang mendengar timpalan anggota-anggotanya. Budaya juga berlangsung dalam pertemuan yang memungkinkan terjadinya percakapan, dalam tipe organisasi yang memungkinkan orang berpartisipasi atau meninggalkannya, menjadi kompeten atau tidak kompeten, memberikan tatanan atau menjalankannya, menanyakan permasalahan atau menjawabnya. 

Menjadi antropolog linguistik berarti harus memikiki instrumen untuk menangkap dan mendengar secara teliti apa yang orang-orang bicarakan ketika mereka bersama. Artinya, mereka belajar untuk memahami apa yang dibicarakan oleh para partisipan dalam interaksi yang kita kaji,  apa-apa yang dianggap bermakna bagi mereka, apa yang mereka perhatikan, dan untuk tujuan apa. 

Antropolog linguistik mulai dari asumsi bahwa terdapat dimensi tuturan yang hanya bisa ditangkap dengan cara mempelajari apa yang dilakukan orang secara nyata dengan bahasa, dengan menyesuaikan kata-kata, diam, dan gerak tubuh dengan konteks yang di dalamnya tanda-tanda tersebut diproduksi (Duranti, 1997: 9). 

Artinya, sekali lagi, apapun yang diomongkan atau ditandakan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari, tidak bisa dilepaskan dari konteks-konteks sosio-kultural, ekonomi, gender, politik, dan kelas yang melingkupinya. 

Konsekuensi dari posisi ini adalah penemuan banyak cara yang di dalamnya tuturan merupakan tindakan sosial dan subjek pembatas tindakan sosial. Hal itu juga memungkinkan kita melihat bagaimana tuturan memproduksi/menghasilkan tindakan sosial, konsekuensinya terhadap cara kita ada/hidup di dunia, dan pada akhirnya bagi kemanusiaan. 

Bahasa sebagai Tindakan Sosial dan Kultural

Ketika bahasa atau tuturan diposisikan sebagai tindakan sosial dan kultural, antropolinguistik sebenarnya mengidealisasi ketidakterpisahannya dari kompleksitas cara berpikir, harapan, pandangan, struktur, maupun tingkatan sosial dalam masyarakat. 

Dua konsep yang sangat penting untuk dipahami adalah bahwa (1) bahasa tidak harus dikaji dalam keterisolasiannya dari praktik sosial atau makna kultural dan (2) permasalahan-permasalahan tentang relasi sosial dan makna kultural bisa dijawab melalui pengamatan mendalam terhadap bahasa yang digunakan oleh partisipan (Ahearn, 2011: 17). 

Untuk mengetahui bagaimana antropolog memahami bahasa sebagai tindakan sosial dan kultural dalam penelitian etnografis mereka, berikut rangkuman dari Ahearn (2011) tentang beberapa hasil kajian beberapa antropolog linguistik di level internasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun