Merupakan tujuh macam prinsip hidup yang terdapat dalam doa dukun Tengger. Pertama, Hong mandaera pulun sak empuna dhumerek ing sasi Kasada meningaken ing tamah, "Semoga Yang Maha Agung memberi cahaya terang (keselamatan dan kesejahteraan) setelah Kasada dilaksanakan."
Kedua, milanga sarining patra kang gumelar ngajenganing sarining patra sak srep ngambek sak tengahe manah, "Lihatlah roh sejati yang menyejukkan hati."
Ketiga, Kang adoh pinaraken kang parek pinariki nang angon aron-aron, "Yang berada di tempat jauh mendekatlah, yang berada di sekitar merapatlah, yang sedang mengembara berhentilah."
Keempat, Anggrasuka ajang kang pinayu dening Sang Hyang Sukma, "Masuklah ke dalam tempat yang berada dalam perlindungan Sang Hyang Sukma."
Kelima, Jiwa raga sinusupan baban warna sanga, "Jiwa dan raga yang memiliki sembilan lubang hawa nafsu." Keenam, Ngelongana jiwa remana maha ngimbuhana banyu kahyuwanan, "Hindarilah angkara murka agar mendapatkan kebahagiaan."
Ketujuh, Denira ngeja nyandra nitis sepisan kerta rahayu palinggihan Hyang Lurah Dhukun Kaki Dukun sagunge anak putu sami andaya Pulun, "Datanglah [wahai ruh sejati] ke tempat yang telah disediakan oleh lurah dhukun kaki dhukun untuk-Mu [Hyang] agar kami beserta anak cucu bahagia dan sejahtera).
Dhasar Pitung Perkawis menunjukkan bagaimana para dhukun Tengger selalu menghaturkan doa-doa terbaik yang mengedepankan keharmonisan dan kedamaian, sehingga kehidupan mereka bisa selamat dan sejahtera.
WalimaÂ
Sejak zaman dahulu, masyarakat Tengger hidup dalam lingkungan pegunungan yang penuh tantangan, dari gunung meletus, gempa, angin dan badai, banjir, dan lain-lain. Selain itu, sempitnya lahan datar yang bisa dijadikan tempat untuk mendirikan rumah dan bercocok-tanam menjadikan mereka harus berjuang untuk meneruskan kehidupan.Â
Kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi itulah yang menjadikan mereka berjanji untuk berhasil dalam mewujudkan lima tujuan hidup di dunia, yakni wareg (cukup makan), waras (sehat jasmani dan rohani), wastra (cukup sandang/pakaian), wasis (cukup ilmu), dan wisma (rumah).
Pengetahuan walima menjadikan masyarakat Tengger para pekerja keras, baik dalam bidang pertanian (sayur-mayur), jasa pariwisata, maupun perdagangan. Tanpa bekerja keras, mereka tidak akan bisa memenuhi kebutuhan hidup yang semakin bertambah dari waktu ke waktu.Â