Keyakinan terhadap panca setya menjadikan masyarakat Tengger tidak pernah berkonflik terhadap sesama, meskipun mereka berasal dari desa ataupun kabupaten yang berbeda, karena mereka selalu merasa satu keturunan dan selalu mengembangkan rasa saling setia dan percaya.Â
Selain itu, mereka juga tetap menjalani tradisi leluhur yang menjadi identitas budaya di tengah-tengah pengaruh budaya modern yang dibawa oleh media maupun industri pariwisata Bromo.
Pralima
Pralima Adalah pengetahuan lokal yang menjadi pegangan hidup sehari-hari orang Tengger, selain pengetahuan yang lain. Biasa dikenal pula dengan istilah kaweruh budha, yang berperan sebagai penunjang dari pancasetya.Â
Pralima ini terdiri dari: prasaja (sederhana), prayoga (menunaikan kewajiban), pranata (taat kepada penguasa), prasetya (setia kepada janji dan bertanggungjawab), dan prayitna (selalu waspada).Â
Meskipun saat ini sebagian besar masyarakat Tengger sudah hidup berkecukupan dengan hasil sayur-mayur dan pariwisata Bromo, tetapi ajaran pralima menjadikan mereka tetap tidak menyombongkan diri secara berlebihan, mewujudkan pola hidup yang sederhana dan bertanggungjawab terhadap janji serta mengembangkan sikap waspada dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
Selain itu, warga Tengger adalah bagian dari negara Republik Indonesia sehingga program-program pemerintah dijalankan dengan baik serta tetap mematuhi aturan dan sistem bernegara, bahkan capaian-capaiannya melebihi komunitas-komunitas lain di bawah.Â
Untuk urusan membayar pajak, mereka termasuk pembayar pajak bumi dan bangunan yang sangat patuh, bahkan tanpa diberi pengumuman warga Tengger akan datang ke kantor desa masing-masing untuk membayar. Wilayah Tengger juga termasuk zero crime zone, wilayah yang tidak ada tindak kriminal, kecuali yang dilakukan oleh orang-orang non-Tengger.
Panca Sradha
Kalau pancasetya dan pralima mengajarkan pengetahuan tentang kehidupan yang bersifat sosial, panca sradha lebih mengajarkan keimanan bagi masyarakat Tengger.Â
Pertama, percaya kepada Hong Pukulun, Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Kedua, percaya kepada atma, yaitu ruh leluhur termasuk ruh dirinya sendiri. Ketiga, percaya kepada karmapala, yaitu hukum sebab-akibat bahwa setiap perbuatan manusia akan mendatangkan akibat yang kembali padanya.