Kepatuhan masyarakat Tengger terhadap Hong Pukulun merupakan kepatuhan total yang diwujudkan dalam doa/mantra dalam setiap sembahyang ataupu ritual yang mereka selenggarakan. Dengan kekuasaan-Nya, masyarakat Tengger tetap bisa bertahan dan berkembang hingga saat ini.
Welas Asih Pepitu
Konsep keharmonisan dalam menjalani kehidupan tercermin dalam ajaran welas asih pepitu, "tujuah ajaran cinta kasih," yang mencakup bagaimana seharusnya warga Tengger mengembangkan laku hidup penuh kasih sayang.Â
 Welas asih pepitu tersebut berupa cinta kasih kepada: Hong Pukulun, ibu pertiwi (bumi/tanah), bapa-biyung (ayah dan ibu/kedua orang tua), jiwa-raga (jasmani dan rohani), sepadha-sepadha ngahurip (sesama makhluk hidup), sato kewan (binatang piaraan), dan tandur tuwuh (tanaman).Â
Dengan menjalankan ajaran welas asih pepitu masyarakat Tengger bisa mewujudkan kehidupan yang sejahtera jasmani dan rohani. Ketika manusia lahir dan menjalani kehidupan di muka bumi, ia tidaklah berdiri-sendiri atau terbebas dari keberadaan manusia atau elemen-elemen yang lain di semesta.Â
Diri seorang manusia menjadi bahagia di muka bumi ketika ia bisa mengembangkan sikap simpatik berupa kasih sayang dan dan cinta kasih kepada Tuhan Yang Mahaesa, ibu pertiwi, orang tua, jiwa-raga, sesama makhluk hidup, binatang piaraan, dan tanaman.
Pancasetya
Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, masyarakat Tengger meyakini dan menjalankan pancasetya, yakni lima petunjuk kesetiaan yang dijadikan pedoman laku hidup sehari-hari.Â
Lima pedoman itu adalah (1) setya budaya, taat dan hormat kepada adat warisan leluhur; (2) setya wacana, kesesuaian antara kata dan perbuatan; (3) setya semaya, selalu menepati janji; (4) setya laksana, bertanggung jawab terhadap tugas; dan, (5) setya mitra, membangun kesetiakawanan terhadap sesama warga.Â