Mereka melakoni jalan kebudayaan dengan riang gembira. Dengan prinsip tersebut, Pancasila sebagai ideologi dan falsafah bangsa tidak lagi dipahami dalam perspektif top-down, tidak doktriner.
Itulah "Pancasila pascadoktrin" di mana pemahaman dan penyebaran ajaran-ajaran Pancasila dilakukan dengan prinsip "melampaui doktrin," sebagai antitesa model doktrin yang kaku berbasis tasfir Negara sebagaimana yang dilakukan selama masa Orde Baru dan dalam beberapa aspek masih dilanjutkan hingga saat ini (Setiawan, 2022a).Â
Pascadoktrin lebih dimaksudkan sebagai pemahaman baru yang mengkritisi pola dan model indoktrinasi yang dijalankan selama ini. Konsep pascadoktrin memberikan peluang bagi penyebarluasan kandungan nilai Pancasila dalam konteks kekinian berbasis ragam budaya di masyarakat, baik desa maupun kota.Â
Dari masyarakat desa kita tahu bagaimana mereka menggunakan aktivitas budaya untuk tidak menjadikan Pancasila sekedar bacaan dan hafalan. Jalan kebudayaan yang mereka tempuh menjadikan Pancasila sebagai nilai dan praksis yang menggerakkan warga desa untuk kerja bhakti atau gotong-royong dan membantu dan menyukseskan hajatan tetangga.Â
Mereka menghormati keberbedaan agama sebagai keniscayaan yang tak perlu diperdebatkan ketika di kota banyak orang sibuk dengan politisasi identitas agama. Dengan senang hati warga desa untuk membantu perayaan hari-hari besar agama meskipun berbeda agama.Â
Banyak dari mereka berkenan membayar iuran guna mementaskan pertunjukan wayang, janger, jaranan, reyog, tayub, atau gandrung untuk meramaikan acara Agustusan ataupun Sedekah Bumi, termasuk mengumpulkan hasil bumi untuk membuat gunungan yang digunakan dalam ritual desa.
Masyarakat desa telah, tengah, dan akan terus "ber-Pancasila dari bawah." Melalui konsep dan praktik ber-Pancasila dari bawah kita bisa melihat bagaimana melalui aktivitas sehari-hari dan aktivitas kebudayaan, masyarakat desa terus menumbuhkan, mentransformasi, mengembangkan, dan mewariskan nilai dan ajaran unggul Pancasila tanpa menekankan pada tafsir 'mutlak-mutlakan', tetapi tafsir kontekstual berbasis kekayaan kultural dan permasalahan yang ada dalam kehidupan mereka.Â
Di sinilah jalan kebudayaan benar-benar mewujud. Bahkan, dalam banyak aktivitas kultural yang dilakoni warga masyarakat bersama pemerintah desa, kita bisa mendapatkan banyak fungsi dan kontribusi positif dalam mencegah atau mengatasi permasalahan pelik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Â
Tumbuhnya komunitas seni dan budaya di banyak desa di Indonesia, misalnya, bisa membantu generasi muda untuk menumbuhkembangkan imajinasi dan laku kreatif yang memungkinkan mereka menciptakan banyak karya estetik yang memperkaya budaya bangsa.Â
Selain itu, aktivitas kreatif dalam komunitas dan even kultural yang mengutamakan keindahan dan harmoni juga mencegah mereka untuk terpapar dan terpengaruh ideologi transnasional seperti radikalisme dan terorisme yang membahayakan bangunan persatuan dan kesatuan bangsa (Setiawan, 2022b).Â