Apa yang harus dicatat dari Sariah adalah tujuannya untuk segera membawa anaknya berobat sebagai kesadaran seorang ibu. Bagaimanapun juga, sebagai seorang ibu, ia bertanggung jawab sepenuhnya atas kesehatan buah hatinya. Karena biaya rumah sakit yang tidak murah, satu-satunya jalan adalah menaikkan harga jual tembakau pascapanen.Â
Di sinilah, ada produksi pengetahuan ke-ibu-an (mothering) yang diposisikan sebagai kekuatan esensial sekaligus substansial ketika menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh kekuasaan patriarkal, baik dalam relasi pernikahan maupun profesional. Sariah adalah korban dari kebrengsekan suaminya, tetapi ia tidak mau menyerah dengan mengabaikan anaknya.Â
Sebagai ibu, ia memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan kehidupan buah hatinya. Dan, melawan kesewenang-wenangan tengkulak menjadi pilihan, meskipun itu juga tidak berakhir dengan kebebasannya.
Perlawanan terhadap kekuasaan tengkulak juga dilakukan oleh Monah. Merasa sudah diberikan janji indah oleh si tengkulak ia menunut harga tinggi. Sayangnya, keberaniannya menolak cinta si tengkulak harus dibayar mahal. Harga yang ditawarkan tengkulak jauh dari ekspetasinya. Ini yang membuatnya marah.Â
Namun, ia tidak bisa berbuat banyak kecuali mencari tengkulak lain yang mau membeli lebih mahal. Motivasi untuk mendapatkan keuntungan berlimpah agar kehidupan pribadinya bisa makmur, mendorong Monah untuk melakukan tindakan tegas, tetapi tidak sampai harus mengorbankan harga diri dan cintanya.Â
Sekuat apapun hasratnya, masih ada nalar perempuan tegas dan kuat yang melekat pada tubuh dan pikirannya. Tubuh Monah, juga tubuh Sariah, adalah tubuh merdeka karena mereka memiliki keleluasaan dalam mengusahakan dan memperjuangkan kesejahteraan ekonomi.Â
Mereka tidak bergantung kepada pihak lain. Kalaupun Monah harus menerima kenyataan bahwa tembakaunya dihargai murah oleh si tengkulak, setidaknya ia tidak harus menyerahkan cinta dan tubuhnya kepada si lelaki pembohong itu.
Bagi Sariah, "fase batiniah" harus ia tempuh untuk menumbuhkan kekuatan pasca permainan harga yang dilakukan si tengkulak terhadap tembakaunya. Bagaimanapun juga, melawan tengkulak memang tidak mungkin bisa dilakukan secara mutlak, dalam artian mengabaikan keberadaannya dalam jagat pertembakauan.Â
Sariah dan banyak petani harus menjalani tahapan bertemu tengkulak sebagai bagian dalam mata rantai  pertembakauan yang bisa dikendalikan petani. Harga masih ditentukan oleh permintaan pabrik yang masih dimanfaatkan perantara tengkulak untuk mengambil marjin keuntungan.Â
Menjadi wajar kalau Sariah harus mengalami fase batiniah yang digambarkan dengan adegan tari yang menghantarkan pada kontemplasi untuk menentukan apa yang harus ia lakukan. Si penari adalah representasi dari pergulatan batin dan pemikiran Sariah untuk menemukan solusi permasalahannya ketika si tengkulak tak mau lagi membeli tembakau yang bibitnya berasal dari dirinya.Â