Apa yang harus dipahami lebih lanjut adalah kondisi historis, yakni keadaan masyarakat dalam periode waktu tertentu di mana terdapat permasalahan tertentu serta permainan kepentingan yang memapankan kelompok sosial dominan ataupun usaha-usaha resisten yang dilakukan kelompok-kelompok sosial lain.Â
Relasi tekstual-kontekstual dalam pendekatan representasi inilah yang menjadikan kajian film bersifat kritis dan dinamis. Isu-isu dominan terkait gender, ras/etnisitas, identitas, budaya bangsa, gaya hidup, kolonialisme, dan pascakolonialitas menjadi populer, baik dalam ranah global maupun nasional.
Semiotika Mitos BarthesÂ
Teori semiotika mitos yang dikembangkan Roland Barthes bisa menjadi piranti untuk membaca penandaan dalam film yang menghadirkan makna-makna kultural.Â
Mitos merupakan moda penandaan atau sistem komunikasi yang menggunakan penandaan level denotatif sebagai titik-pijak untuk membaca pesan atau konsep yang dihadirkan secara natural; seolah-olah sudah begitu adanya, tanpa kepentingan (Barthes, 1983: 109-116).Â
Produk-produk budaya populer seperti film dan televisi merupakan medium yang berkontribusi secara signifikan bagi perkembangan masyarakat kontemporer karena sifatnya yang massif dan bisa menampilkan penandaan mitis yang mendepolitisasi makna atau konsep yang bersifat ideologis.Â
Proses itulah yang oleh Barthes disebut sebagai eks-nominasi, proses pengaburan kepentingan ideologis dari kelompok atau kelas partikular dalam masyarakat melalui bermacam praktik representasi dalam budaya populer (Barthes, 1983: 138-139; Fiske, 2002: 43). Dalam perspektif mitos-Barthesian, film dan tayangan  televisi bisa dikonseptualisasikan sebagai:Â
struktur dunia naratif audio-visual sebagai praktik penandaan yang menaturalisasi dan mendepolitisasi makna-makna ideologis agar tampak menjadi sebuah kewajaran, seolah-olah tanpa kepentingan politis.Â
Dalam konsep tersebut, ideologi bukan lagi menjadi konsep deterministik ataupun kesadaran palsu, tetapi "menyebar sebagai praktik representasi" (Althusser, 1971: 162-177; Hall, 1997b) yang terstruktur dalam narasi film berupa peristiwa-peristiwa naratif dalam babak dengan tokoh, latar, dialog, konflik, sudut pengambilan gambar, dan lain-lain.
Wacana FoucauldianÂ
Mobilisasi makna-makna ideologis yang disebarkan melalui struktur dunia naratif film dan televisi, tidak bisa dilepaskan begitu saja dari persebaran wacana terkait permasalahan partikular yang berkembang dalam masyarakat pada periode historis partikular. Dalam hal itulah, pemikiran wacana Foucauldian bisa menjadi titik-hubung antara teks/struktur dunia naratif dan konteks historis.Â