Dengan khusyuk dan khidmat, warga dan mahasiswa PMM mengikuti tahapan demi tahapan ritual. Arak-arakkan warga dan mahasiswa berangkat dari pemukiman menuju sumber di tepi sungai. Semua berjalan natural tanpa diberi tambahan tari ataupun rekayasa tertentu. Hal ini dilakukan untuk bisa lebih menyatukan ritual dengan lingkungan alam.Â
"Rokat Sumber" Jambuan bisa dibaca dari perspektif pengetahuan ekologis tradisional bisa diposisikan sebagai ekspresi kultural dan komunal sebagai cara untuk menyebarluaskan pentingnya memahami sumber air secara terintegrasi dengan eksistensi lingkungan alam. Ekspresi kultural ini diharapkan mampu melahirkan sikap menghormati sumber air dan lingkungan yang begitu baik kepada warga Jambuan.Â
Apa yang menarik, selepas ritual, para mahasiswa PMM UNEJ berdiskusi dengan warga Jambuan. Mereka saling bertukar informasi tentang budaya lokal mereka. Meskipun sederhana, diskusi ini bisa menumbuhkan pertautan batin lintas-batas daerah dan budaya karena didasari atas kehendak untuk menyebarluaskan keragaman budaya.Â
Selain itu, para mahasiswa PMM juga bisa membandingkan ritual terkait sumber air dan lingkungan di daerah mereka dengan apa yang mereka saksikan di Jambuan. Ini menjadi penting karena kesadaran untuk mengkampanyekan potensi dan persoalan ekologis melalui bahasa kultural bisa memperluas dan mempermudah pemahaman tentang penting nya menjaga lingkungan.Â
Apalagi, banyak kawasan di luar Jawa juga mengalami masalah ekologis yang cukup serius. Komitmen untuk menyebarkan gagasan terkait pentingnya merawat lingkungan alam melalui kerja-kerja budaya setidaknya bisa menjadi energi positif yang bergerak terus ke banyak wilayah Indonesia.Â
PERTUNJUKAN DI BAWAH RUMPUN BAMBU
Banyaknya bambu di kawasan Jambuan menjadi keuntungan tersendiri ketika hendak menggelar pertunjukan seni. Kebutuhan untuk dekorasi panggung bisa dengan mudah terpenuhi, yakni batang bambu. Selain itu, tidak butuh panggung mewah, cukup menggelar terpal dan karpet serta menjadikan rumpun bambu sebagai background.Â