Menurut informasi para budawayan Banyuwangi, gandrung di era kolonial dimainkan oleh penari laki-laki yang mengenakan kostum perempuan. Namun, kemudian lambat laun berubah menjadi penari laki-laki. Apakah penari pada foto di atas laki-laki atau perempuan, saya tidak bisa memastikan.Â
Pemikiran pragmatis merupakan penyebab utama panitia pameran menghadirkan bermacam budaya lokal dan banyak atraksi ke dalam even yang kapitalistik. Mereka ingin pameran ramai, sehingga budaya lokal yang sangat populer pun disajikan demi meramaikan pameran sehingga panitia akan mendapatkan apresiasi yang sangat positif.Â
WARUNG DI PAMERAN
Foto-foto tentang pameran di Bondowoso semuanya dijepret pada siang hari ketika pengunjung cukup banyak. Saya tidak mendapatkan informasi apakah pada malam hari pameran masih berlangsung atau tidak.
Karena suasana siang yang cukup terik di Bondowoso, banyak pengunjung memilih duduk di bawah pohon sambil berpayung, seperti yang tampak pada foto di atas. Dari pakaian yang dikenakan, bisa jadi mereka adalah amtenar (pegawai pemerintah dari kalangan pribumi) atau mungkin kalangan ningrat, tidak informasi tambahan yang tersedia untuk itu. Yang pasti, para pengunjung itu duduk secara tertib.Â
Bagi pengunjung dari warga biasa, untuk mengisi waktu istirahat di tengah-tengah kelelahan mengunjungi pameran dan banyak atraksi yang ditawarkan, mereka memilih untuk menikmati makanan dan minuman di banyak warung di pinggir arena pameran. Sambil bersantai mereka bisa leyeh-leyeh sambil cangkrukan, berbincang santai sembari menikmati aneka makanan dan minuman.
Dari keberadaan warung di pameran kita bisa mendapatkan informasi bawah pedagang kaki lima sudah berusia lama di bumi Indonesia. Mereka akan hadir dalam even-even yang mengundang keramaian massa. Hal itu pun berlangsung hingga saat ini. Ketika ada pameran di kota atau pertunjukan di desa, warung dan pedagang kaki lima akan selalu hadir mengais rezeki.
Warung menjadi penanda usaha warga pribumi untuk menggerakkan ekonomi kecil di tengah-tengah usaha besar pemerintah dan pengusaha kolonial untuk melakukan usaha komersial di bidang pertanian, perkebunan, pertambangan, dan pelabuhan. Dorongan untuk bertahan hidup menjadikan para pemilik warung selalu berusaha untuk mengumpulkan sedikit demi sedikit rezeki.Â