Tidak hanya karapan sapi dan balapan kerbau, panitia pameran juga menghadirkan pertunjukan adu cambuk yang biasanya dilakukan dalam ritual Ojung, ritual masyarakat di kawasan karesidenan Besoeki dan sekitarnya untuk memohon hujan kepada Tuhan. Cambuk pendek yang digunakan biasanya berasal dari rotan.Â
Dalam ritual, biasanya ada yang sampai berdarah terkena cambukan. Bagi penggiat anti kekerasan, tradisi ini bisa dijadi dianggap memamerkan dan melestarian nilai dan praktik kekerasan yang berbahaya bagi anak-anak dan masyarakat.Â
Namun, bagi masyarakat yang meyakininya, darah dan luka yang dikarenakan cambuk adalah sesuatu yang sakral karena menunjukkan pengorbanan manusia agar Tuhan menurunkan hujan di tengah kemarau panjang.
Dihadirkannya ritual Ojung dalam pameran bisa dibaca sebagai usaha panitia untuk menarik kehadiran pengunjung. Ini juga memberikan informasi bahwa sejak zaman kolonial bukanlah hal yang aneh menghadirkan tradisi sakral yang tidak masuk akal dalam nalar modern ke dalam even-even besar yang menguntungkan pemerintah dan pengusaha Eropa.Â
Selain adu cambuk, panitia juga menggelar atraksi akrobatik yang dilakukan oleh warga Tionghoa. Dalam keterangan foto dikatakan seorang Tionghoa fakir yang memaikan adegan tersebut. Saya tidak tahu persis apa yang dilakukan si aktor.Â
Namun, dari keterangan foto kita bisa mengetahui bahwa untuk bisa survive di tengah-tengah praktik kolonial, warga Tionghoa miskin bisa melakukan aktivitas yang mungkin oleh nalar umum dianggap berbahaya.Â
Tentu saja, kita juga bisa membacanya dengan perspektif kreativitas. Bahwa warga Tionghoa memiliki kemampuan kreatif yang berasal dari latihan dengan disiplin tinggi. Tidak mengherankan, mereka bisa melakukan banyak hal, bahkan yang dianggap berbahaya. Kemampuan kreatif itulah yang membuat mereka bisa bertahan di negeri asing.Â
Hiburan berupa kesenian tradisional tidak ketinggalan dihadirkan. Adalah kesenian gandrung Banjoewangi yang meramaikan suasana pameran. Para penari lincah dan musik rancak cukup menyuguhkan hiburan bagi pengunjung. Apa yang tidak saya dapatkan informasi adalah jenis kelamin para penarinya.Â