Penataan para pedagang kuliner pun bisa dilakukan dengan prinsip dialogis. Karakteristik warung kuliner pun sebisa mungkin dimunculkan agar para pengunjung tidak hanya menikmati lezatnya masakan laut, tetapi juga ada kenangan akan estetika bangunan warung yang sederhana tetapi berkesan dan mengandung nilai-nilai kultural.Â
Konsep wisata ekokultural perlu diperluas lagi cakupannya. Perhutani bisa menggandeng Pemdes dan para akademisi untuk melakukan riset pengembangan aktivitas kepariwisataan di destinasi Tanjung Papuma.Â
Wisata konservasi, misalnya, bisa dilakukan dengan memperbanyak bibit pohon endemik Tanjung Papuma.Â
Selanjutnya, bisa mengajak wisatawan untuk menanam pohon dan memberi nama mereka. Konsep asuh pohon bisa dikembangkan, sehingga wisatawan akan selalu berusaha ke Tanjung Papuma. Selain menikmati keindahan pantai, mereka juga bisa menengok perkembangan pohon yang ditanam.Â
Pohon gebang merupakan salah satu pohon endemik Tanjung Papuma yang bisa dikembangkan dalam aktivitas konservasi. Pohon yang berbuah dalam bentuk biji menjelang kematiannya ini (biasanya berusia enam puluh hingga tujuh puluh tahun) bisa dibibitkan secara massif.Â
Pengunjung diberikan penjelasan tentang keunikan pohon ini, sehingga mereka tertarik untuk menanamnya.
Memanfaatkan kawasan camping untuk menjaring para pengunjung muda juga bisa dilakukan. Tidak hanya menginap, para pengunjung bisa dibuatkan even belajar keragaman hayati di Tanjung Papuma.Â
Mereka bisa diajak menikmati kesenian rakyat yang ada di Wuluhan dan sekitarnya sembari menyantap kuliner khas. Saya menyebutnya creative camping.Â
Menyelenggarakan even musik jazz atau yang sejenis di kawasan bukit bisa menjadi tawaran paket wisata unggulan. Selama ini orang hanya mengenal pantai pasir putih dan malikan, tetapi jarang yang naik ke bukit untuk menikmati keragaman hayati dan pesona Samudra Indonesia.Â