Para wisatawan bisa diperkenalkan dengan kehidupan para pekerja kebun yang mayoritas berasal dari etnis Madura dan menempati kawasan perumahan yang disedikan pihak manajemen, memanfaatkan bagunan warisan kolonial. Warga masyarakat bisa bertutur tentang sejarah mereka dari masa lalu kolonial hingga masa kini pascakolonial dengan bermacam cerita dan permasalahannya.Â
Ini penting agar para wisatawan bisa mendapatkan pengetahuan sejarah masyarakat perkebunan di kawasan Jampit sehingga mereka bisa membuat refleksi tentang perjalanan panjang warga yang mendedikasikan hidup mereka untuk memberikan kopi terbaik. Dengan demikian, ketika mereka menikmati kopi sudah sepatutnya harus mengucapkan syukur atas perjuangan para pekerja kebun di Jampit.
Konser musik khusus di atas bukit dengan latar belajang Kawah Wurung juga bisa menjadi altenatif pengembangan. Musik seperti jazz, bossas, blues, keroncong, campursari, dan kendang kempul (Banyuwangi) bisa didesain dalam even musikal di Kawah Wurung. Perpaduan atmosfer musikal yang santai, makanan dan minuman kuliner, dinginnya hawa pegunungan, dan keindahan savannah bisa menjadi daya tarik wisata tersendiri sehingga dengan promosi yang tepat dan menarik, baik melaui media konvensional maupun media baru seperti Instagram, Facebook, Twitter, dan yang lain bisa menarik kedatangan wisatawan.
Bagi saya, keluarbiasaan Kawah Wurung terlalu indah untuk tidak dikembangkan lebih lanjut. Tentu saja paradigma ekowisata (ecological tourism), geowisata (geological tourism), dan wisata berbasis komunitas (community based tourism), bisa diterapkan karena bisa menunjung keberlanjutan kawasan Kawah Wurung untuk generasi masa depan serta memberikan dampak nyata kepada masyarakat pendukung kawasan.Â
Apalah arti industri pariwisata ketika yang menikmati rezekinya hanya para pemodal besar dari kota atau mancanegara. Dengan keberdayaan masyarakat di kawasan Kawah Wurung, mereka juga memiliki empati dan tanggung jawab bersama untuk terus menjaganya.
Ke depan, Pemkab Bondowoso perlu kiranya memikirkan fasilitas untuk warga difabel yang ingin menikmati keindahan Kawah Wurung. Mereka yang menggunakan kursi roda, misalnya, perlu mendapatkan akses jalan yang memudahkan pendamping untuk mendorong kursi roda menuju ke atas dan turun dari bukit.Â
Apa yang cukup menggelisahkan bagi saya adalah keberadaan aktivitas tambang panas bumi  di kawasan sebelum masuk Kawah Wurung. Memang, kehadiran proyek tersebut adalah kebijakan pemerintah pusat yang tidak mungkin ditolak oleh Pemkab Bondowoso. Namun, Pemkab harus tegas dengan melakukan negosiasi kepada pemerintah pusat agar aktivitas pertambangan tersebut tidak sampai menyentuh zona inti kawasan Kawah Wurung.Â
Kalau sampai itu terjadi, keindahan Kawah Wurung hanya akan menjadi dongeng. Selain itu, kalau sampai terdapat aktivitas pertambangan, maka wisatawan pun tidak memiliki keleluasaan untuk menikmati Kawah Wurung. Dampaknya, Pemkab Bondowoso tidak akan mendapatkan pemasukan, begitupula warga masyarakat akan mengalami kerugian akibat tidak bisa meneruskan usaha jasa mereka.Â