Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Tradisi Artikel Utama

Makam Dowo di Lamongan, Tradisi Nyekar dan Makna Ekokultural

5 Mei 2022   22:00 Diperbarui: 6 Mei 2022   05:26 3987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu sore menjelang Idul Fitri, 01/05/22, saya menyempatkan berkunjung ke Makam Dowo (Makam Panjang) di Dusun Wangun, Desa Daliwangun, Kecamatan Sugio, Lamongan. Sejak remaja saya sudah mendengar cerita tentang makam yang berukuran sekira 4 - 5 meter ini, namun belum pernah tahu wujudnya. 

Kawan-kawan masa remaja yang pernah lewat makam tersebut setelah pulang dari menonton pertunjukan kesenian di dusun yang berada di tengah hutan jati seperti Dusun Wangun dan Dusun Pojok, pasti bercerita tentang Makam Dowo dengan gaya bombastis yang lumayan menyeramkan.

Namun, mereka tidak ada yang menyebut berpapasan dengan hantu seperti genderuwo, kuntilanak, ataupun pocong. Mereka hanya bertutur tentang perasaan takut karena melewati makam tersebut.

Tradisi Nyekar

Makam yang terletak di kawasan hutan jati yang dikelola Perhutani ini dikelilingi pagar tembok sederhana setinggi 1 meter. Letaknya persis berada di pinggir jalan dusun sehingga mudah dijangkau. Sebuah pohon besar bersama pohon jati berdiri kokoh seperti 'melindungi' makam sekaligus menghadirkan hawa sejuk.

Bersama cucu, bersama anak di Makam Dowo. Dokumentasi pribadi
Bersama cucu, bersama anak di Makam Dowo. Dokumentasi pribadi
Di makam saya berjumpa beberapa warga yang "nyekar" (berziarah, biasanya membawa kembang) ke Makam Dowo. Mereka menyempatkan nyekar ke Makam Dowo, setelah nyekar ke makam keluarga dan kerabat di kuburan dusun. Ada yang datang sendiri, bersama anak, dan bersama cucu. Tidak hanya anak atau cucu lelaki, tetapi juga perempuan. Hal itu menegaskan bahwa tidak ada pembedaan jenis kelamin dan gender untuk keperluan ziarah ke makam ini.

Diajaknya anak dan cucu merupakan peristiwa yang menarik untuk dipahami lebih lanjut. Para bapak atau kakek memiliki kesadaran tentang pentingnya "regenerasi nyekar" ke Makam Dowo. Anak-anak sejak usia dini dikenalkan secara langsung kepada makam panjang yang dihormati oleh para nenek moyang mereka. Ke depannya, mereka diharapkan bisa melanjutkan tradisi nyekar, meskipun mereka sudah menempuh pendidikan modern ataupun pendidikan keagamaan. 

Untuk mendapatkan informasi tentang identitas/nama tokoh yang dimakamkan di tempat ini, saya sempatkan bersalaman dengan dan bertanya kepada beberapa warga yang selesai nyekar. Dengan cukup hangat mereka menyambut uluran tangan saya. Sayangnya, semua menjawab tidak tahu. 

Warga hendak nyekar di Makam Dowo. Dokumentasi pribadi
Warga hendak nyekar di Makam Dowo. Dokumentasi pribadi

Kalau warga dusun yang terbiasa nyekar tidak tahu nama si tokoh, berarti memang identitasnya tidak banyak diketahui atau diceritakan secara luas. Masih menjadi misteri sampai sekarang. Bahkan, ketika saya berkomunikasi dengan seorang kawan yang terbiasa meneliti prasasti dan petilasan kuno di Lamongan, ia menjawab tidah tahu tentang Makam Dowo. 

Namun, kalau dikaitkan dengan banyaknya situs purbakala di sekitar kawasan Daliwangun, bisa jadi Makam Dowo merupakan salah satu situs budaya yang lumayan penting di era kerajaan. Apakah sosok yang dimakamkan di sini terkait dengan Majapahit ataupun penyebaran agama Islam mengingat posisinya yang mengarah ke utara? Tidak ada jawaban yang pasti. 

Makam Dowo membujur ke arah utara. Dokumentasi pribadi
Makam Dowo membujur ke arah utara. Dokumentasi pribadi
Memang, saya sempat mendapatkan informasi dari seorang kawan bahwa sosok yang dimakamkan di tempat ini adalah salah satu sunan penyebar agama Islam yang meninggal karena konflik dengan petinggi Majapahit.

Namun, informasi ini lemah karena warga yang nyekar tidak tahu tentangnya. Dalam tradisi lisan, kalau sudah diketahui nama sosok di Makam Dowo, pasti informasinya akan cepat menyebar. 

Apa yang patut diapresiasi dari tradisi nyekar warga adalah mereka melepas sandal di bagian bawah tangga sebelum naik dan masuk ke area makam. Kepada anak dan cucu, mereka juga mengajarkan untuk melepas sandal atau alas kaki lainnya. Ini tentu tradisi yang sangat baik dengan tujuan menghormati kawasan makam dan tokoh yang dikuburkan.

Makam Leluhur

Apa yang harus diapresiasi adalah sikap warga yang meskipun tidak tahu nama sosok yang dikuburkan tetao menganggap bahwa siapapun yang dimakamkan di Makam Dowo adalah leluhur yang berjasa menyiapkan pemukiman di kawasan Wangun dan sekitarnya. 

Warga khusuk berdoa di Makam Dowo. Dokumentasi pribadi
Warga khusuk berdoa di Makam Dowo. Dokumentasi pribadi
Apakah itu di masa kerajaan atau pra-kerajaan, tidak ada yang tahu. Yang pasti, Wangun telah menjadi kawasan yang tumbuh dan berkembang. Dan, untuk itu semua, mengucapkan terima kasih dan mendoakan leluhur dengan cara nyekar merupakan sebuah tindakan yang baik. Warga dusun meyakini tidak ada yang salah dengan tradisi menabur bunga di makam leluhur yang telah berjasa.

Di tempat lain, beberapa makam panjang dikaitkan dengan "daya linuwih" seperti kedalaman ilmu atau kemampuan tertentu dari seorang tokoh. Panjangnya makam merupakan simbol dari luasnya pengetahuan si tokoh. Adapula yang dikaitkan dengan strategi untuk mengelabuhi musuh yang ingin mengambil jasad si tokoh. 

Namun, saya tidak mendapatkan cerita itu dari warga. Mungkin suatu saat ada warga yang bisa bercerita tentang siapa sebenarnya tokoh di Makam Dowo, meskipun itu hanya cerita lisan, tidak ada salahnya untuk dicatat sebagai bahan untuk penelusuran lebih lanjut.

Selepas nyekar. Dokumentasi pribadi
Selepas nyekar. Dokumentasi pribadi

Apakah ada aspek keramat dari Makam Dowo yang menjadikan orang-orang melakukan ritual tertentu untuk mendapatkan pusaka atau manfaat lain? Mungkin saja ada. Anggap saja itu adalah cara mereka memaknai makam lama dengan mengkaitkannya dengan kekuatan ghaib. Tak perlu pula kita menstigmatisasinya sebagai warga terbelakang karena mereka punya nalar yang tidak harus sama dengan nalar modern. Toh, kehidupan ini memang tidak hanya terdiri dari satu dunia, tetapi banyak dunia.

Di manapun di dunia ini, kehidupan yang kompleks tidak cukup hanya diuraikan dengan nalar modern. Bahkan, di masyarakat supermaju seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, cerita imajinatif dalam film spektakuler tentang hal-hal ghaib dan kekuatan supranatural masih digemari oleh warga. Pengetahuan dan teknologi modern belum sepenuhnya mampu menjawab kompleksitas kehidupan ini.

Tidak perlu pula kita mengatakan makam ini sebagai tempat yang mengundang tindakan syirik, apalagi kita tidak tahu doa dan ritual seperti apa yang mereka lakukan. Belum tentu juga mereka berniat mendapatkan pusaka. Saya punya beberapa kawan dosen yang seringkali nyekar ke makam tua untuk mendapatkan ketenangan dalam berdoa dan mendoakan leluhur. 

Sebuah pohon besar berdiri kokoh seperti 'melindungi' makam dan memberikan kesejukan kepada warga. Dokumentasi pribadi
Sebuah pohon besar berdiri kokoh seperti 'melindungi' makam dan memberikan kesejukan kepada warga. Dokumentasi pribadi
Setidaknya, dengan "melekan" (bermalam di makam tanpa tidur dengan melakukan ritual tertentu) mereka tetap menjaga ikatan dengan leluhur yang dihormati serta semua makhluk yang ada di sana. Bukankah dalam kehidupan ini manusia hanyalah makhluk di antara banyak makhluk yang juga berhak ada di semesta raya?

Makna-makna Ekokultural

Terlepas dari identitas tokoh leluhur dan segala kekeramatan yang disematkan, kita bisa mendapatkan makna-makna kebaikan, khususnya makna eko-kultural, dari keberadaan Makam Dowo. Apa yang saya maksud dengan makna eko-kultural adalah makna yang berkaitan dengan relasi antara praktik budaya (religi) yang dijalankan oleh warga dan kepentingan pelestarian lingkungan alam.

Setidaknya warga dusun dari masa lalu hingga masa kini bisa kita baca terus membangun keterikatan dengan bumi tempat mereka hidup.

Dengan tanda komunal berupa makam atau situs leluhur mereka memiliki tempat indah untuk nyekar, "menaburkan bunga untuk bumi dengan doa-doa baik." Itu merupakan bentuk penghormatan terhadap bumi yang begitu setia menemani perjalanan manusia, tanpa meminta apapun.

Pohon besar yang memberikan manfaat kepada manusia. Dokumentasi pribadi
Pohon besar yang memberikan manfaat kepada manusia. Dokumentasi pribadi

Penyematan label leluhur meskipun tanpa nama bisa dibaca sebagai cara mereka untuk memperkuat ikatan dengan orang-orang pendahulu yang telah menghadirkan kehidupan dan kebaikan di wilayah ini. Dengan ikatan itulah mereka bisa belajar untuk terus mempertahankan dan memperjuangkan kawasan pemukiman dan pertanian untuk generasi penerus.

Keberadaan pohon besar di kawasan Makam Dowo, sebagaimana juga di banyak kuburan dusun di Lamongan, menghadirkan relasi timbal-balik dalam sebuah ekosistem. Di satu sisi, pohon-pohon besar menjadi penanda komunal dan kultural bagi warga akan tempat leluhur di makamkan. 

Letak Makam Dowo mudah dijangkau, di pinggir jalan menuju Dusun Wangun. Dokumentasi pribadi
Letak Makam Dowo mudah dijangkau, di pinggir jalan menuju Dusun Wangun. Dokumentasi pribadi
Di sisi lain, rasa hormat terhadap makam leluhur dan segenap kekeramatan yang disematkan menjadikan warga tidak berani menebang pohon besar ataupun pohon lain di Makam Dowo.

Dengan demikian, kehidupan pohon-pohon itu tetap bisa terjaga dengan baik, sehingga mereka pun terus bisa memberikan kebaikan kepada warga dusun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun