Terlepas dari identitas tokoh leluhur dan segala kekeramatan yang disematkan, kita bisa mendapatkan makna-makna kebaikan, khususnya makna eko-kultural, dari keberadaan Makam Dowo. Apa yang saya maksud dengan makna eko-kultural adalah makna yang berkaitan dengan relasi antara praktik budaya (religi) yang dijalankan oleh warga dan kepentingan pelestarian lingkungan alam.
Setidaknya warga dusun dari masa lalu hingga masa kini bisa kita baca terus membangun keterikatan dengan bumi tempat mereka hidup.
Dengan tanda komunal berupa makam atau situs leluhur mereka memiliki tempat indah untuk nyekar, "menaburkan bunga untuk bumi dengan doa-doa baik." Itu merupakan bentuk penghormatan terhadap bumi yang begitu setia menemani perjalanan manusia, tanpa meminta apapun.
Penyematan label leluhur meskipun tanpa nama bisa dibaca sebagai cara mereka untuk memperkuat ikatan dengan orang-orang pendahulu yang telah menghadirkan kehidupan dan kebaikan di wilayah ini. Dengan ikatan itulah mereka bisa belajar untuk terus mempertahankan dan memperjuangkan kawasan pemukiman dan pertanian untuk generasi penerus.
Keberadaan pohon besar di kawasan Makam Dowo, sebagaimana juga di banyak kuburan dusun di Lamongan, menghadirkan relasi timbal-balik dalam sebuah ekosistem. Di satu sisi, pohon-pohon besar menjadi penanda komunal dan kultural bagi warga akan tempat leluhur di makamkan.Â
Di sisi lain, rasa hormat terhadap makam leluhur dan segenap kekeramatan yang disematkan menjadikan warga tidak berani menebang pohon besar ataupun pohon lain di Makam Dowo.
Dengan demikian, kehidupan pohon-pohon itu tetap bisa terjaga dengan baik, sehingga mereka pun terus bisa memberikan kebaikan kepada warga dusun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H