Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membaca-ulang Perempuan Jawa

27 April 2022   09:20 Diperbarui: 27 April 2022   09:35 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan Jawa sekira tahun 1900. Fotografer: Kassian Cephas. Koleksi: KITLV

Perempuan Jawa. Fotografer: Kassian Cephas, NGA Collection 
Perempuan Jawa. Fotografer: Kassian Cephas, NGA Collection 

Adalah hal yang sangat biasa kita menemukan banyak perempuan melakukan aktivitas perdagangan di pasar maupun wilayah-wilayah komersial lainnya. Di sebagian besar pasar tradisional di Solo dan Yogya, dan juga wilayah-wilayah Jawa lainnya, kita bisa menemukan betapa ruang publik ekonomi lebih banyak diisi oleh perempuanperempuan tangguh yang melakukan transaksi niaga. 

Dalam banyak kasus, penghasilan perempuan Jawa yang berdagang di pasar seringkali lebih banyak dibandingkan penghasilan suaminya. Bahkan dalam ranah pekerjaan modern seperti guru, dokter, pegawai negeri sipil, dan lain-lain, perempuan Jawa juga mendapatkan ruang yang cukup leluasa. Namun, peran dominan tersebut ternyata masih saja menempatkan perempuan sebagai "kelas kedua" yang berada dalam "posisi selalu diawasi."

Subordinasi tersebut memang sepertinya tidak masuk akal ketika dikomparasikan dengan peran strategis perempuan dalam sektor ekonomi. Tentu saja persoalan tersebut tidak cukup hanya dikaji melalui 'apa-apa' yang tampak dalam jagat Jawa kontemporer. Lebih dari itu, dibutuhkan penelusuran konteks historis dan sosio-kultural Jawa untuk menemukan perspektif baru tentang persoalan perbedaan gender dalam masyarakat Jawa, khususnya yang berkaitan dengan perempuan. 

AKAR SUBORDINASI: PRIYAYI, KOLONIAL, AGAMA

Apabila ditelusuri dari konteks historis, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi marjinalisasi perempuan Jawa, yakni: (1) nilai-nilai tradisi priyayi; (2) kepentingan kolonial; dan (3) pengaruh ajaran Islam tentang perempuan yang disalahtafsirkan. 

Perempuan Jawa di era kolonial. Fotografer: Kassian Cephas. Koleksi: KITLV
Perempuan Jawa di era kolonial. Fotografer: Kassian Cephas. Koleksi: KITLV
Tradisi priyayi secara langsung atau tidak langsung mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam mengkonstruksi citra dan peran perempuan dalam masyarakat Jawa. Berbeda dengan tradisi rakyat kebanyakan yang diwarnai dengan tradisi egaliter dan blokosuto (apa adanya) sehingga terkesan kasar, kalangan priyayi yang hidup di keraton, baik Solo maupun Yogyakarta, lebih banyak mempertahankan nilai-nilai "alus" (halus/lembut). 

Nilai-nilai tersebut penting untuk dipelihara karena akan berkaitan dengan status yang membedakan priyayi dan rakyat kebanyakan serta memelihara kuasa. Di samping itu, nilai-nilai kelembutan berkaitan erat dengan kemampuan seseorang untuk mampu mengola potensi diri, hati, dan pikirnya sehingga akan memperoleh kesakten (kesaktian) yang akan berguna bagi kemapanan kekuasaannya. 

Dalam pandangan priyayi, mereka yang banyak bergulat dengan 'jagat kasar', akan sulit untuk memperoleh level kesakten tersebut karena mereka yang banyak bicara dan berperilaku kasar tentau tidak akan bisa menggunakan pikiran dan hatinya dengan jernih. Dan yang mampu melakukan semua itu adalah kaum laki-laki karena dianggap lebih bisa mengendalikan diri, pikiran, dan hatinya. 

Maka, sangat jarang perempuan di keraton yang mempunyai daya linuwih. Karena perempuan Jawa biasa lebih banyak bergulat pada ruang-ruang ekonomi pasar, maka mereka dianggap tidak akan mampu memperoleh derajat kuasa yang dominan dalam struktur masyarakat karena mereka lebih sering berperilaku kasar. 

Perempuan Jawa di era kolonial. Fotografer: Kassian Cephas. Koleksi: KITLV
Perempuan Jawa di era kolonial. Fotografer: Kassian Cephas. Koleksi: KITLV

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun