Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Berlibur ke Rumah Nenek-Kakek: Pedagogi Ekologis dan Budi Pekerti

17 April 2022   04:58 Diperbarui: 17 April 2022   09:35 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memancing di embung desa. Dokumentasi pribadi

Tidak hanya ketika Lebaran, saya dan istri sering mengajak berlibur dua anak kami ke rumah orang tua di Lamongan ketika ada libur beberapa hari, seperti Sabtu-Minggu-Senin atau Jumat-Sabtu-Minggu. Maklum, kami berdua adalah aparatur sipil negara (ASN) yang terikat oleh aturan ketat terkait liburan. 

Di rumah kakek-nenek mereka, anak-anak menghadirkan kebahagiaan dan keindahan, meskipun seringkali menambahi pekerjaan. Namun, bagi mereka berdua, keberadaan cucu di rumah leluhur memberikan energi untuk terus menjalani hari-hari tua dengan gembira. 

PEDAGOGI BUDI PEKERTI

Bagi saya dan istri, berlibur ke rumah orangtua bukan sekadar melepas rindu. Lebih dari itu, anak-anak bisa menjalani pedadogi budi pekerti secara langsung. 

Pedagogi adalah usaha untuk membimbing individu yang lebih muda menjalani transformasi kehidupan, memaksimalkan potensi diri baik secara kognitif atau kemampuan nalar dan ilmu pengetahuan, maupun dari sisi karakter agar menjadi pribadi yang lebih baik (Sumber). 

Sementara, budi pekerti merupakan nilai-nilai luhur dan akhlak mulia yang menjadi pegangan hidup manusia guna membangun harmoni dengan sesama manusia. Dengan demikian, pedagogi budi pekerti merupakan usaha untuk membimbing anak-anak untuk bisa terus menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai luhur dan akhlak mulia dalam kehidupan. 

Menemani cucu makan. Dokumentasi pribadi
Menemani cucu makan. Dokumentasi pribadi

Ketika berada di rumah nenek-kakek, anak-anak secara langsung bisa menumbuhkan kasih sayang dan empati kepada mereka berdua. Bagaimanapun juga, nenek-kakek akan memberikan perhatian penuh, mengusahakan cucu-cucunya tersenyum, bahagia, dan betah di rumah. 

Nenek, misalnya, akan membuatkan makanan terbaik atau membelikan jajan yang digemari cucu-cucunya. Sementara, kakek bisa mendongeng cerita masa kecil orangtua dari para cucu. 

Tindakan-tindakan sederhana tersebut memang tidak bisa dinilai secara ilmiah dengan nilai 80, 90, ataupun 100. Namun, anak-anak akan merekam dalam pikiran dan batin mereka tentang kebaikan-kebaikan kecil yang selalu mereka rindukan dari kakek-nenek. Pedagogi budi pekerti, dengan demikian, berlangsung tanpa harus menggunakan metode formal di ruang kelas.

Bukankah sebuah keindahan ketika anak-anak bisa dekat dan belajar secara langsung dari nenek-kakek mereka bagaimana menjaga hubungan harmonis dalam keluarga besar berbasis akhlak mulia yang ditanamkan sejak usia dini? 

Membentuk kebiasaan positif dalam membangun relasi keluarga merupakan modal kultural penting yang kemungkinan besar akan diingat dan dijalankan ketika mereka dewasa.

Bersepeda menyusuri jalan di tengah hamparan pagi. Dokumentasi pribadi
Bersepeda menyusuri jalan di tengah hamparan pagi. Dokumentasi pribadi

Nilai luhur tentang solidaritas dan kebersamaan juga akan anak-anak dapatkan ketika bermain bersama saudara sepupu atau teman baru mereka di desa. Mereka bisa bermain sepeda bersama, bermain bola, ataupun njajan bersama. 

Bersepeda keliling desa atau ke kawasan pertanian bisa memberikan pengalaman kepada anak-anak. Mereka bisa merasakan sensasi bersama teman-teman baru melewati jalan yang belum pernah dilalui. Ketika terjadi masalah, mereka bisa saling membantu. 

Begitupula ketika bermain bola. Mereka bisa belajar bekerja sama dalam tim kecil, tidak egois, dan saling membantu, tanpa melupakan kemampuan individual. Bersama tim lawan, mereka berani menumbuhkan semangat kompetisi dengan riang gembira. 

Mengakui kekalahan dan merayakan kemenangan secara wajar merupakan tindakan bijak dalam memandang persaingan. Tak perlu takut untuk bersaing demi mewujudkan keinginan, tetapi bersainglah secara sehat dan tetap menghormati lawan. 

Selain itu, dengan main ke sawah, anak-anak juga bisa kita ajak untuk menghormati dedikasi dan perjuangan kaum tani dalam menyediakan pangan untuk manusia-manusia Indonesia. 

Kita sebagai orangtua bisa menuturkan betapa berat dan sulitnya menjadi petani ketika harga pupuk dan pestisida mahal. Namun, mereka sepenuh hati masih terus menanam. Kita bisa mengajak anak-anak membayangkan, apa yang akan terjadi seandainya kaum petani mogok tanam, pasti akan ada masalah pangan yang sangat serius. 

Berhenti sejenak di pematang sawah. Dokumentasi pribadi
Berhenti sejenak di pematang sawah. Dokumentasi pribadi
Diharapkan, anak-anak mau menghargai makanan yang bahannya berasal dari jerih payah kaum petani. Setidaknya, anak-anak jadi mengerti bahwa dari sepiring nasi terdapat proses panjang yang berlangsung di sawah. 

Yang tidak kalah pentingnya adalah mengatakan kepada anak-anak, bahwa profesi petani bukanlah sesuatu yang memalukan. Sebaliknya, kerja-kerja pertanian memberikan kemungkinan terus berlangsungnya kehidupan di muka bumi.

Memang, anak-anak tidak akan mendapatkan penjelasan verbal terkait budi pekerti dari proses bermain di atas. Namun, mereka secara langsung belajar tanpa diperintah, tanpa ditekan, tanpa dihukum. 

Pengalaman itulah yang akan membentuk nilai-nilai luhur dalam pikiran dan batin anak-anak. Dengan demikian, pedagogi budi pekerti yang berlangsung benar-benar bisa menyatu dengan tingkah pola mereka ketika bermain, bukan sesuatu yang harus dihafalkan. 

PEDAGOGI EKOLOGIS

Entah sudah berapa puluh tahun pemerintah Indonesia, dari tingkat pusat hingga kabupaten, mengkampanyekan untuk menanam pohon. Warga negara diharapkan mendukung dan berpartisipasi program tersebut demi anak dan cucu kelak. 

Sayangnya, pemerintah sampai dengan saat ini bisa dikatakan tidak konsisten dengan kampanye tersebut karena mereka masih mengizinkan pembabatan hutan hujan tropis untuk perkebunan dan pertambangan. Realitas tersebut sangat menyesakkan dada. Mengapa?

Karena menghadirkan realitas kontradiksi antara apa yang dikampanyekan dengan apa yang sebenarnya berlangsung. Ajakan menanam pohon merupakan tindakan terpuji yang bisa menyelamatkan lingkungan. Namun, pembabatan hutan adalah tindakan tercela yang merusak lingkungan dan ekosistem yang sejatinya bermanfaat untuk manusia. 

Artinya, generasi penerus yang sebenarnya harus merasakan secara leluasa kemelimpahan oksigen dari hutan tropis harus mengalami masalah serius karena mayoritas hutan sudah rusak. 

Di situlah kadang saya berpikir apa masih penting kampanye reboisasi ketika pada saat bersamaan berlangsung penggundulan hutan? Namun, kalau kita apatis dan tidak melakukan apa-apa, bukankah itu akan memperparah kerusakan lingkungan dan atmosfer bumi? 

Memasuki hutan jati. Dokumentasi pribadi
Memasuki hutan jati. Dokumentasi pribadi

Menyadari bahwa manusia sudah menikmati kebaikan lingkungan di sekitar kita, tidak ada salahnya kalau kita melekatkan tanggung etis-ekologis kepada setiap hela nafas dan setiap langkah perjalanan. 

Prinsip tersebut perlu juga kita biasakan kepada anak-anak. Setidaknya, sejak usia dini, anak-anak tahu bagaimana mereka harus mencintai lingkungan hidup dan menjadi berbeda dengan rezim yang suka merusak hutan, gunung, sungai, danau, sawah, dan yang lain. 

Liburan ke rumah nenek-kakek di desa bisa menjadi momen untuk menjalankan pedagogi ekologis secara asyik. Anak-anak bisa kita ajak main ke hutan, sungai, rawa, ataupun sawah untuk merasakan secara langsung bagaimana bumi dengan semua kekayaan lingkungannya menjadikan kehidupan manusia menjadi ada dan terus berlanjut. 

Di hutan mereka bisa mengenal jenis-jenis pohon dan tumbuhan lainnya. Mereka juga bisa mengetahui bermacam binatang yang ada. Proses mengetahui kekayaan hayati ini akan menambah kosa kata ataupun pengetahuan tentang aneka ragam makhluk yang ikut mengisi dan menhidupan bumi. 

Tidak lupa kita bisa menjelaskan tentang kontribusi mereka dalam ekosistem. Setidaknya, anak-anak jadi tahu bahwa sekecil apapun serangga hutan, mereka memiliki peran yang tidak bisa diremehkan. 

Begitupula dengan tumbuh-tumbuhan. Baik yang berupa pohon besar ataupun rumput dan semak-semak sama-sama memiliki arti dalam proses kehidupan di ekosistem dengan mengisi matarantai makanan dan peristiwa alam lainnya. Bahkan, daun-daun jati yang kering ikut melanjutkan kehidupan dengan menjadi salah satu unsur penyubur dalam tanah. 

Sungai alam di desa di Lamongan. Mengering di musim kemarau. Dokumentasi pribadi
Sungai alam di desa di Lamongan. Mengering di musim kemarau. Dokumentasi pribadi
Ketika bermain di pinggir sungai alam, anak-anak bisa mengetahui secara langsung bagaimana kondisinya saat ini dan membandingkannya dengan kondisi ketika kita masih seusia mereka. 

Dulu misalnya, setiap musim kemarau air masih mengalir karena mata air masih banyak. Anak-anak kecil bisa mandi dan bermain sepuas hati selepas bermain dari hutan dan sawah. 

Saat ini, kondisi hutan banyak yang rusak, sehingga mata air yang airnya mengalir ke sungai semakin sedikit. Demikian pula dengan "kedung" (lubuk, ceruk di pinggir sungai agak dalam yang biasanya berada di kelokan dan menjadi tempat pusaran air) yang sudah semakin jarang karena proses penggarapan lahan tegal di atas sungai yang menjadikannya "jugruk", runtuh. Kedung biasanya menjadi menjadi tempat untuk cadangan air karena kedalamannya. Dampaknya, pada musim kemarau debet air semakin sedikit. 

Belajar berjalan di atas
Belajar berjalan di atas "uwot" dari bambu ketika kondisi air melimpah. Dokumentasi pribadi
Sementara, ketika musim penghujan, kita bisa menjelaskan dari mana asal air yang melimpah dan kemana mereka akan bermuara kepada anak-anak. Sesekali kita bisa menyisipkan cerita masa kecil ketika mandi di sungai dalam kondisi air melimpah. Tidak lupa bisa ditambahi pengalaman yang kurang mengenakan agar anak-anak kita juga berhati-hati ketika kelak berkesempatan main di sungai. 

Tentu, kita bisa juga menyampaikan pesan-pesan ekologis yang tidak bermaksud menggurui tentang pentingnya menjaga kebersihan sungai dari sampah plastik yang berbahaya serta limbah pabrik. Kita bisa mengambil contoh peristiwa-peristiwa kecil ketika ada plastik yang terbawa arus sungai. 

Kita ajak anak-anak kita untuk berimajinasi tentang apa yang akan terjadi dengan plastik itu ketika mereka semakin banyak di sungai. Biarkan anak-anak bercerita dan kita menambahkan apa-apa yang dibutuhkan.

Memancing di rawa ataupun embung desa juga bisa menjadi peristiwa sederhana yang sekaligus mempraktikkan pedagogi ekologis. Sebagai tempat cadangan air yang bermanfaat untuk pertanian, rawa menjadi tempat hidup banyak binatang dan tumbuhan, termasuk mikroorganisme. 

Ikan menjadi makhluk hidup penghuni rawa yang memberikan banyak manfaat kepada manusia. Kandungan gizi ikan rawa seperti gabus, lele, dan mujaher cukup penting bagi kesehatan manusia. 

Memancing di embung desa. Dokumentasi pribadi
Memancing di embung desa. Dokumentasi pribadi

Secara tidak langsung kita sudah mengajak anak-anak untuk memahami permasalahan ekologis yang berkaitan dengan sungai dan bagaimana posisi manusia di dalam permasalahan tersebut. 

Secara dini membiasakan mereka dengan pilihan-pilihan yang memiliki implikasi terhadap alam diharapkan mampu memperkuat kecintaan mereka terhadap kelestarian lingkungan hidup yang juga berarti keberlanjutan ras manusia di atas bumi. 

LIBURAN YANG ASYIK DAN BERMANFAAT

Liburan, selain menjadi momen untuk melepas rindu kepada orang tua dan kerabat di desa, bisa dimanfaatkan untuk menjalankan pedagogi secara informal, khususnya yang berkaitan dengan budi pekerti dan ekologi. 

Banyak momen-momen kecil selama liburan yang memungkinkan interaksi mendalam anak-anak kita dengan nenek-kakek dan kawan-kawan mereka. Interaksi tersebut menghadirkan praktik budi pekerti tanpa kesan menggurui. 

Keberlangsungan pedagogi tanpa perintah dan pertanyaan ujian tersebut bisa memroduksi banyak nilai dan energi positif dalam benak anak-anak kita, terutama terkait nilai-nilai luhur berupa cinta dan welas asih kepada nenek-kakek yang melahirkan orang tua mereka. 

Anak-anak sejak usia dini kita kenalkan dengan rasa hormat dan cinta kepada mereka agar tahu bahwa di masa mendatang mereka akan melanjutkan cinta dan kasih manusia-manusia yang dengan ikhlas merawat orang tua mereka. 

Bermain di tegal (ladang) ketika musim kemarau. Dokumentasi pribadi
Bermain di tegal (ladang) ketika musim kemarau. Dokumentasi pribadi

Dengan kawan-kawan sebaya, anak-anak bisa bermain dan menumbuhkan semangat kebersamaan, solidaritas, kompetisi, dan empati tanpa harus diperintah. Pengalaman-pengalaman kecil ketika bermain bola dan bermain ke sawah bisa menjadi momen untuk terus mengasah jiwa sosial mereka. Itu semua merupakan modal kultural untuk mengembangkan kehidupan di masa mendatang yang lebih baik ketika banyak orang merusak hubungan sosial dengan perang dan pertikaian. 

Yang tidak kalah pentingnya adalah pedagogi ekologis yang mengajak anak-anak mengalami secara langsung bagaimana keragaman hayati yang ada di hutan, sungai, rawan, embung, dan yang lain. 

Semua itu menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia, sehingga merawat kelestarian lingkungan menjadi tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Itu menjadi penting agar anak-anak tumbuh sebagai generasi yang berbeda dengan penguasa dan pemodal rakus yang selalu ingin menguasai dan mengeruk alam.

Belajar sembari bermain di hutan jati. Dokumentasi pribadi
Belajar sembari bermain di hutan jati. Dokumentasi pribadi
Berlibur ke rumah nenek-kakek di desa, dengan demikian, merupakan peristiwa sosio-kultural yang selain berkaitan dengan kepentingan untuk menjaga kebersamaan dalam keluarga, juga membawa bermacam manfaat untuk memupuk dan terus menumbuhkan nilai-nilai pekerti luhur dan kecintaan terhadap lingkungan alam yang akan berdampak positif bagi kehidupan manusia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun