Dengan model ini, selain mendapatkan pengalaman camping di lokasi yang tidak jauh dari kota, para pengunjung bisa diajak untuk terus mencintai seni dan budaya lokal Jemberan.Â
Di tengah-tengah menikmati sajian pertunjukan, para pengunjung bisa diajak untuk menyantap kuliner khas Jenggawah. Tentu saja kuliner tersebut bisa disediakan oleh warga sehingga mereka juga bisa mendapatkan rezeki.Â
Namun, model di atas bisa juga dilakukan secara lentur. Artinya, kalau ada wisatawan yang minta dipandu naik pada sore hari menuju puncak dan bermalam di sana, maka Pokdarwis harus siap. Dengan tetap memperhatikan aspek keamanan secara ketat, bermalam di puncak bukit tentu bisa memberikan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri.
Aktivitas tambahan yang bisa dilakukan para pengunjung adalah menanam tanaman endemik bukit, tanaman buah, dan empon-empon seperti kunir, laos, kencur, yang bisa hidup di ekosistem bukit.Â
Para pengunjung akan mendapatkan pengalaman berharga karena mereka diajak untuk melakukan konservasi. Selain itu, aktivitas outbond bisa diciptakan untuk memperkaya pengalaman dan soft skill pengunjung.
Apakah kemungkinan di atas bisa diwujudkan? Tentu saja tidak ada yang tidak mungkin. Meskipun tidak ada perhatian dari Disparbud, selagi Pokdarwis, Pemdes Jenggawah, dan pelaku seni bisa bersinergi, aktivitas wisata minat khusus bisa dilaksanakan.
Selain itu, Pokdarwis juga bisa mempromosikan keunikan kawasan ini ke instansi swasta ataupun BUMN yang mungkin berminat untuk melakukan camping bersama. Untuk menjadikan mereka tertarik, fasilitas penunjang seperti air bersih, kamar mandi dan toilet harus diusahakan.
Sangat disayangkan kalau keindahan dan keunikan Bukit Jenggawah tidak dimaksimalkan untuk keperluan wisata minat khusus serta basis gerakan eko-kultural yang mengedepankan kelestarian alam dan pemajuan kebudayaan.