Menurut WHO, stunting merupakan gangguan tumbuh kembang yang dialami anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai.Â
Anak-anak yang mengalami stunting biasanya tinggi badannya tidak memenuhi standar pertumbuhan linear atau gagal mencapai tinggi badan ideal sesuai dengan usianya.
Stunting yang dialami anak-anak pada awal kehidupan, khususnya usia 1000 hari sampai suai dua tahun, berdampak buruk kepada kognisi dan performa pendidikan, upah pekerjaan ketika dewasa yang rendah, kehilangan produktivitas dan, bila disertai dengan penambahan berat badan yang berlebihan di masa kanak-kanak, peningkatan risiko penyakit kronis terkait gizi di masa dewasa.
Itulah mengapa WHO menempatkan stunting sebagai "hambatan paling besar dalam perkembangan umat manusia".Â
Artinya, kalau persoalan stunting ini tidak bisa ditangani secara serius, kehidupan manusia bisa mengalami bermacam permasalahan yang berdampak serius kepada eksistensi dan peradaban manusia di muka bumi.Â
Diperkirakan pada tahun 2025, jumlah anak-anak di seluruh dunia yang menderita stunting mencapai 127 juta. Tentu saja, beragam faktor selain nutrisi ikut berpengaruh terhadap tingginya angka stunting, seperti ketidakmenentuan kebijakan pangan dan nutrisi di sebuah negara, kemiskinan yang masih tinggi, rendahnya tingkat pemahaman terhadap gizi dan kesehatan secara umum, dan masih banyak lagi.Â
Untuk memahami apa-apa yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengurangi jumlah stunting, saya rangkum secara ringkas rekomendasi kerangka aksi dan kebijakan yang dikeluarkan WHO melalui Global Nutrition Targets 2025 Stunting Policy Brief.Â
Tentu saja, kebijakan WHO ini bisa menjadi acuan semua pemerintah di dunia, termasuk Indonesia, untuk membuat kebijakan nasional yang bersifat kontekstual, sesuai dengan kondisi masing-masing negara.
KERANGKA AKSI PENCEGAHAN
Menurut WHO, terdapat beberapa "kerangka aksi" yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya stunting dengan memfokuskan terlebih dahulu pada usia 1000 hari dari kehamilan seorang wanita hingga ulang tahun kedua anak.Â
Berikut kerangka aksi yang menekankan kepada persoalan gizi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Pertama, optimalisasi proses menyusui untuk tumbu-kembang anak. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memberikan perlindungan terbaik dari infeksi penyebab berkurangnya nutrisi sebagai penyebab stunting. ASI juga menjadi sumber gizi utama selama infeksi.
Masalahnya, pada keluarga miskin, pemberian ASI non-eksklusif berkorelasi dengan pertumbuhan anak yang buruk. ASI seringkali digantikan dengan makanan kurang bergizi yang seringkali menyebabkan bayi terkena infeksi diare dan penyakit lainnya.Â
Inilah mengapa persoalan kemiskinan harus menjadi perhatian super-serius dari semua pemerintah, tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kedua, meningkatkan kualitas makanan anak selama periode makanan pendamping ASI. Keragaman makanan yang lebih besar dan konsumsi makanan dari sumber hewani menunjukkan peningkatan pertumbuhan anak yang lebih baik.Â
Lagi-lagi, ketercukupan ekonomi menjadi faktor penentu, selain kemampuan untuk mengola makanan bergizi dari bermacam sumber yang tersedia di lingkungan kita.
Ketiga, intervensi nutrisi secara langsung yang terintegrasi dengan intervensi nutrisi-sensitif karena stunting disebabkan oleh beberapa faktor rumah tangga, lingkungan, sosial ekonomi dan budaya.
Logikanya, untuk mencegah infeksi, misalnya, kita butuh praktik rumah tangga yang higienis seperti mencuci tangan pakai sabun yang tingkat keberhasilannya tergantung pada perubahan perilaku untuk mengadopsi praktik tersebut (budaya), ketersediaan air bersih, dan kemampuan membeli sabun (status sosial ekonomi).
Hal yang sama ketika kita bicara ketersediaan pangan yang berkualitas dan keterjangkauan pangan yang kaya gizi akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memberikan pola makan yang sehat dan mencegah anak stunting.
TINDAKAN UNTUK MENDORONG KEMAJUAN DALAM MENGURANGI STUNTING
Tentu perlu dilakukan tindakan yang lebih sistematis, massif, dan terukur untuk lebih baik lagi dalam program pengurangan stunting dalam skala global. Semua pemerintah negara di dunia harus berkontribusi secara nyata dalam tindakan ini.Â
Berikut ini saya merangkum beberapa tindakan yang direkomendasikan oleh WHO.
1. Meningkatkan identifikasi, pengukuran dan pemahaman tentang stunting dan meningkatkan cakupan kegiatan pencegahan stunting.Â
Program ini bisa dilakukan melalui beberapa cara. Pertama, mengembangkan target pengurangan stunting dalam skala nasional yang berkontribusi terhadap target global WHO. Kedua, memperkuat metode untuk menilai secara akurat beban stunting, untuk merencanakan, merancang dan memantau program secara efektif.Â
Ketiga, memasukkan penilaian pertumbuhan linier ke dalam layanan kesehatan anak secara rutin. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan informasi penting dan waktu riil guna menetapkan target dan memantau kemajuan.Â
Keempat, mengintegrasikan nutrisi dalam strategi promosi kesehatan dan memperkuat kapasitas pemberian layanan dalam sistem kesehatan primer dan perawatan berbasis masyarakat untuk pencegahan stunting dan malnutrisi akut. Jika memungkinkan, dimasukkan dalam perlindungan sosial.
Kelima, mempromosikan pandangan holistik tentang malnutrisi melalui pemahaman bahwa stunting dapat terjadi pada anak, keluarga, dan komunitas yang sama, dan memastikan layanan untuk kekurangan gizi diterapkan dengan cara yang lebih kohesif.
2. Menetapkan kebijakan dan/atau memperkuat intervensi untuk meningkatkan gizi dan kesehatan ibu, dimulai dari remaja putri.Â
Terdapat beberapa program yang bisa dilaksanakan. Pertama, memberikan suplementasi zat besi dan folat setiap minggu, serta pencegahan dan pengobatan infeksi dan suplementasi nutrisi selama kehamilan.Â
Kedua, kebijakan ketenagakerjaan yang berpihak kepada ibu hamil serta mendukung pemberian ASI eksklusif dan berkelanjutan.Â
Ketiga, menerapkan instrumen peraturan seperti peraturan makanan pengganti ASI dan peraturan keamanan pangan guna melindungi nutrisi bayi dan anak kecil.
3. Melakukan intervensi untuk pemberian ASI eksklusif dan praktik makanan pendamping ASI.Â
Pemerintah bisa melakukannya melalui beberapa tindakan. Pertama, melindungi dan mengkampanyekan pemberian ASI eksklusif pada 6 bulan pertama, untuk memberikan nutrisi yang "aman" dan melindungi bayi dari infeksi saluran cerna.Â
Kedua, mempromosikan konsumsi makanan yang sehat dan beragam, termasuk makanan berkualitas tinggi dan kaya nutrisi pada periode pemberian makanan pendamping ASI.Â
Ketiga, Â memperbaiki asupan mikronutrien melalui fortifikasi makanan, termasuk makanan pendamping, dan penggunaan suplemen sesuai kebutuhan.Â
Keempat, mendorong praktik penyimpanan dan pengelolaan makanan yang aman, untuk menghindari infeksi dari kontaminasi mikroba dan mikrotoksin.
4. Memperkuat intervensi berbasis masyarakat, termasuk perbaikan air, sanitasi dan kebersihan, untuk melindungi anak-anak dari penyakit diare dan malaria, cacingan dan penyebab lingkungan dari infeksi subklinis.Â
Tentu ini membutuhkan kampanye massif di masing-masing negara melalui kolaborasi strategis antara pemerintah, pendidik, mahasiswa, kader gizi, ataupun NGO yang memahami permasalahan di lapangan. Setiap pihak bisa menjalankan peran masing-masing sesuai dengan kebutuhan di masyarakat.
Permasalahan stunting bukan sekedar masalah gizi. Masalah ekonomi, kebijakan, kondisi sosial-budaya suatu negara juga berkontribusi penting terhadap rendah atau tingginya angka stunting.Â
Tingginya angka kemiskinan bisa meningkatkan jumlah stunting ketika keluarga-keluarga miskin tidak mendapatkan penjelasan yang memadai terkait masalah gizi serta tidak mendapatkan jaminan nutrisi dan kesehatan dari negara.Â
Keterlibatan institusi pendidikan, guru, dosen, pelajar, dan mahasiswa menjadi penting untuk menjalankan beragam tindakan pencegahan. Diplomasi internasional dalam bidang stunting harus digiatkan agar terjadi transfer of knowledge terkait pencegahan stunting.
Dalam momen Hari Gizi 2022 ini sudah sepatutnya pemerintah Indonesia, swasta, BUMN, NGO, institusi pendidikan, dan warga negara membangun kesadaran bahwa stunting merupakan masalah nasional dan global yang membutuhkan tindakan serius yang bukan sekedar lip service.Â
Kegagalan dalam mengelola dan mengurangi angka stunting bisa berdampak buruk bagi peradaban manusia di muka bumi.
DAFTAR BACAAN
WHO. 2014. Global Nutrition Targets 2025, Stunting Policy Brief. Bisa diakses melalui: https://www.who.int/publications/i/item/WHO-NMH-NHD-14.3.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H