Berikut kerangka aksi yang menekankan kepada persoalan gizi dan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Pertama, optimalisasi proses menyusui untuk tumbu-kembang anak. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memberikan perlindungan terbaik dari infeksi penyebab berkurangnya nutrisi sebagai penyebab stunting. ASI juga menjadi sumber gizi utama selama infeksi.
Masalahnya, pada keluarga miskin, pemberian ASI non-eksklusif berkorelasi dengan pertumbuhan anak yang buruk. ASI seringkali digantikan dengan makanan kurang bergizi yang seringkali menyebabkan bayi terkena infeksi diare dan penyakit lainnya.Â
Inilah mengapa persoalan kemiskinan harus menjadi perhatian super-serius dari semua pemerintah, tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Kedua, meningkatkan kualitas makanan anak selama periode makanan pendamping ASI. Keragaman makanan yang lebih besar dan konsumsi makanan dari sumber hewani menunjukkan peningkatan pertumbuhan anak yang lebih baik.Â
Lagi-lagi, ketercukupan ekonomi menjadi faktor penentu, selain kemampuan untuk mengola makanan bergizi dari bermacam sumber yang tersedia di lingkungan kita.
Ketiga, intervensi nutrisi secara langsung yang terintegrasi dengan intervensi nutrisi-sensitif karena stunting disebabkan oleh beberapa faktor rumah tangga, lingkungan, sosial ekonomi dan budaya.
Logikanya, untuk mencegah infeksi, misalnya, kita butuh praktik rumah tangga yang higienis seperti mencuci tangan pakai sabun yang tingkat keberhasilannya tergantung pada perubahan perilaku untuk mengadopsi praktik tersebut (budaya), ketersediaan air bersih, dan kemampuan membeli sabun (status sosial ekonomi).
Hal yang sama ketika kita bicara ketersediaan pangan yang berkualitas dan keterjangkauan pangan yang kaya gizi akan mempengaruhi kemampuan keluarga untuk memberikan pola makan yang sehat dan mencegah anak stunting.
TINDAKAN UNTUK MENDORONG KEMAJUAN DALAM MENGURANGI STUNTING