Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Generasi Medsos Menikmati Pameran Lukisan

25 Januari 2022   12:26 Diperbarui: 25 Januari 2022   12:31 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini berasal dari pengalaman saya berkunjung ke pameran lukisan/seni rupa yang diselenggarakan di Gedung Soetardjo Universitas Jember (UNEJ), pada Pebruari 2017. Judul pameran tersebut adalah LOCAL VISUAL JEMBER VISUAL ARTS EXHIBITION (selanjutnya disingkat LV-JVAE). Alih-alih menceritakan makna dari ratusan lukisan yang dipamerkan, saya akan menuturkan tingkah pola generasi medsos (media sosial) dalam melihat dan menikati pameran lukisan sebagai realitas dinamis yang butuh dicermati lebih lanju

Dalam tujuan ideal, sebuah pameran rupa pasti ingin menghadirkan capaian-capaian estetik para perupa dengan beragam makna dan wacana yang mereka hadirkan serta menjaring minat pembeli. Paling tidak, dengan menikmati sebuah pameran seni rupa, pengunjung akan merasakan keindahan ragam visual yang menyampaikan pesan atau wacana tertentu terkait permasalahan sosial, keindahan alam, ataupun dinamika masyarakat. 

Namun, apa jadinya ketika yang mengunjungi pameran LV-JVAE adalah generasi muda (baca: mahasiswa dan siswa SMA) yang belum pernah datang ke pameran. Mereka adalah generasi yang hidup ruang-ruang perkuliahan tetapi tidak pernah diajarkan perihal seni lukis dan apresiasi pameran rupa, karena setahu saya di Jember memang tidak ada jurusan seni rupa. 

Kalaupun ada yang mengenal seni lukis, hanyalah satu dua yang pernah mengikuti kursus atau aktif di bidang rupa di organisasi kesenian kampus. Dari 1,441 pengunjung, sebagaimana dilansir oleh panitia  dari Dewan Kesenian Kampus (DKK) FIB UNEJ, mayoritas adalah kalangan mahasiswa/pelajar dan sebagian kecil masyarakat umum, termasuk perupa-perupa Jember yang terlibat. 

Salah satu pemandangan dominan yang saya saksikan ketika mengunjungi pameran adalah banyaknya pengunjung yang ber-selfie, ber-wefie, ber-groufie ria atau meminta temannya untuk memotretnya di depan lukisan ataupun di sebuah spot yang memang sengaja didesain untuk tempat berfoto. 

Ya, kita tentu tidak perlu (berlagak) heran, marah, ataupun sedih melihat kenyataan itu. Peradaban sekarang adalah peradaban internet dengan salah satu produk paling populernya "media sosial" (medsos). Rasa-rasanya, tidak ada lagi generasi muda yang 'hidup terpisah' dari medsos, baik untuk kepentingan personal maupun bisnis. 

Medsos, lebih dari itu, telah mampu membuat jejaring lentur antarindividu dan antarkomunitas dengan bermacam keinginan dan harapan, sekaligus menjadi masalah baru dalam kehidupan sosial.  Tradisi men-display foto diri atau kelompok di medsos, seperti instagram dan facebook seperti sudah menjadi kebutuhan eksistensial. 

Tidak mengherankan kalau ada plesetan, "aku ber-selfie, maka aku ada". Banyak pengamat mengatakan bahwa mengunggah foto pribadi ke medsos secara berlebihan merupakan perilaku narsis yang bisa berdampak kepada masalah psikologis. Toh, peringatan seperti itu tidak juga membuat pengguna android jerah, sehingga para produsen telepon seluler pun berlomba memberikan pelayanan kamera sebaik mungkin.

Kiranya, tradisi men-display untuk menunjukkan eksistensi di jagat medsos itulah yang menjadi motivasi para pengunjung LV-JVAE (27 Pebruari - 1 Maret 2017) untuk ber-selfie dan ber-wefie sembari menikmati lukisan demi lukisan. Tentu saja, ada gengsi atau cultural value tersendiri bagi para pengunjung yang berfoto. 

Bagaimanapun juga ajang LV-JVAE adalah pameran terbesar yang pernah diselenggarakan di Jember; paling tidak selama 10 tahun terakhir. Kenyataan ini tentu akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi para pengunjung. Apalagi dengan latar lukisan yang tentu bisa mengundang komentar dari teman-temannya di medsos. 

Dengan pertimbangan itulah, panitia juga membuat hastag #localvisual untuk di-tag oleh pengunjung yang meng-upload foto mereka di medsos. Tentu, bagi panitia semakin ramai tag sejak hari pertama akan menjadi promosi gratis bagi pameran ini. 

Paling tidak, ramainya tag #localvisual di medsos akan menjadi sarana untuk memperkenalkan asyiknya berkungjung ke pameran seni rupa. Harapannya, para generasi medsos akan tertarik untuk mendatangi acara-acara serupa atau, paling tidak, acara-acara kesenian lainnya. Ini adalah salah satu keunggulan dunia medsos di mana arus informasi yang dikemas dalam tampilan-tampilan menarik akan menjadikannya menyebarluas. 

Pengunjung pameran selfie. Dok. DKK FIB UNEJ
Pengunjung pameran selfie. Dok. DKK FIB UNEJ
Dengan ramainya display LV-JVAE di medsos, paling tidak, kawan-kawan panitia telah melakukan 'investasi gratis' melalui medsos, khususnya dalam hal membudayakan seni rupa dalam ragam bentuknya dan juga pameran seni rupa. Membudayakan artinya menjadikan seni rupa dan pameran rupa sebagai karya dan proses kultural yang bisa menjadi imajinasi dan dipikirkan oleh generasi muda. 

Meskipun demikian, ke depannya, kawan-kawan pegiat seni yang hendak menggelar pameran rupa, ada baiknya menyiapkan para pemandu yang akan memberikan pengantar kepada para pengunjung tentang makna lukisan yang dipajang. Paling tidak, makna paling sederhana. Hal itu perlu dilakukan agar para pengunjung yang notabene pemula, bisa mendapatkan informasi yang bisa disebarluaskan, meskipun hanya singkat sebagai catatan pendek di foto-foto yang mereka pajang di medsos. 

Saya sempat ngobrol dengan salah satu mahasiswa semester akhir dari Fakultas Ilmu Budaya UNEJ tentang makna sebuah lukisan yang tengah ia nikmati bersama kawan-kawannya. Dia menjawab tidak tahu sama sekali. Artinya, mereka memang tidak memiliki literasi visual untuk membaca karya-karya rupa. 

Dengan menyediakan pemandu, paling tidak, panitia telah melakukan edukasi berharga bagi mereka yang belum pernah datang ke pameran rupa. Syukur-syukur kalau pelukisnya sendiri mau datang dan memberikan sedikit penjelasan tentang karya mereka. Tentu ini bukan dimaksudkan untuk mendominasi tafsir dari pengunjung.

Selain itu, bekal literasi visual kepada para pengunjung sedikit banyak mengimbangi keheboan dalam men-upload hasil selfie dalam pameran rupa. Dengan demikian, tidak hanya tradisi selfie yang akan mengemuka setiap ada acara pameran rupa atau kegiatan seni yang lain, tetapi juga komentar-komentar cerdas dan kritis para pengunjung terkait apa-apa yang mereka nikmati selama kegiatan berlangsung. Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun