Ini tentu saja tidak bisa dilepaskan dari perjuangan institusi dan individu aktivis atau pemikir yang terus mengembangkan pemikiran feminis di Indonesia. Dari konteks tersebut, kondisi ini bisa dilihat sebagai paradoks persoalan gender di Indonesia atau, bahkan, di negara- negara lain.
PEREMPUAN BARU YANG MANDIRI, AKTIF, & SEKSI
Dalam kehidupan yang sudah maju saat ini, wacana yang berkembang bukan hanya persoalan persamaan hak antara perempuan dan laki-laki, tetapi juga persoalan citra kemandirian dan keaktifan yang bisa dilakukan, baik oleh laki-laki maupun perempuan. Wacana tentang single parent yang berkembang di dunia barat, menandakan kondisi tersebut.Â
Wacana yang lain adalah bagaimana perempuan bisa menjadi sosok-sosok yang bisa mandiri dan aktif dalam menjalani kehidupan, termasuk kehidupan bisnis dan pribadinya, tanpa tergantung pada kehadiran laki-laki di sisinya. Ataupun kalaupun mereka membutuhkan kehadiran laki-laki, itu tidak lebih sebagai ‘pelengkap’ atau ‘pembantu’.Â
Media, baik film maupun citra-citra iklan, dalam banyak kesempatan juga merepresentasikan wacana-wacana tersebut. Tentu saja dari sisi ekonomis, itu semua dilakukan untuk mengakomodasi sekaligus ‘merayu’ kelompok- kelompok perempuan mandiri agar berkenan menonton atau membeli produk yang disuguhkan. Namun dari representasi yang disuguhkan, kita bisa membacanya dalam perspektif lain.Â
Iklan ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada para pelanggannya setelah membeli mobil yang berada dalam manajemennya. Target dari iklan ini adalah para perempuan yang cukup aktif dalam kehidupannya, terutama dalam hal bisnis. Hal ini bisa dimaklumi karena saat ini semakin banyak perempuan yang memperoleh prestasi prestisius dalam bisnis modern sehingga untuk mengerjakan hal sekunder seperti memperbaiki mobil harus membutuhkan bantuan pihak lain.Â
Bentuk denotatif iklan di atas adalah seorang perempuan yang dengan suka cita tetap melakukan aktivitas fitness, sedangkan seorang laki-laki sedang memperbaiki mobilnya. Hal itu bisa terjadi karena tidak ada waktu untuk pergi ke bengkel. Dengan representasi seperti itu, iklan ini menghadirkan konsep "perempuan modern harus menjaga kebugaran dan keseksiannya".
Dunia modern telah memberikan kesempatan kepada perempuan untuk megembangkan potensinya, namun, betapapun sibuknya perempuan dalam capaian-capaian profesionalnya, ia harus tetap memperhatikan kesehatan, terlebih lagi penampilan fisiknya dengan senang hati.Â
Lebih dari itu, iklan ini merepresentasikan makna ideologis bahwa kebugaran dan tuntutan akan penampilan tubuh yang seksi dan cantik merupakan syarat wajib bagi perempuan-perempuan yang ingin memperoleh karir berjenjang tinggi dalam bisnis, terlepas dari kecerdasan dan potensi diri yang mereka miliki. Lagi-lagi, ini merupakan konstruksi yang diciptakan oleh kuasa patriarki tentang sosok sensual perempuan, yang tidak hanya mengisi ranah domestik, tetapi juga ranah kerja.
Makna ideologis tersebut memang terkesan sebagai tuntutan di masa kini, dan banyak perempuan yang mungkin menganggapnya sebagai kewajaran karena penampilan menarik merupakan kunci dalam jagat bisnis. Dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi di negara-negara yang lebih maju.Â
Tentang persoalan itu, Wolf (2004: 22-24) berargumen bahwa perempuan-perempuan liberal yang memiliki akses kebebasan sesungguhnya tidak benar-benar merasa bebas sebagaimana mereka dambakan. Banyak perempuan yang merasa malu karena mereka memberikan perhatian perhatian khusus terhadap hal- hal semacam penampilan fisik, tubuh, wajah, rambut, atau pakaian. Meskipun muncul perasaan malu, bersalah, dan terganggu, banyak perempuan tetap saja melakukannya.Â