Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memperjuangkan Rumah Singgah untuk Mantan Napi di Jember

28 November 2021   06:50 Diperbarui: 30 November 2021   12:43 662
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nara pidana (napi) adalah subjek problematis. Mengapa demikian? Mereka mendapatkan cap stigmatik sebagai manusia-manusia yang secara sosial dan moral tidak baik karena telah melakukan kejahatan, apapun bentuknya.

Stigma tersebut tidak begitu saja hilang ketika mereka sudah keluar dari penjara. Pandangan negatif warga masyarakat terhadap mantan napi seringkali memunculkan masalah tersendiri. 

Mereka bisa bingung bagaimana harus menempatkan diri dan melanjutkan hidup setelah keluar dari penjara. Tentu saja permasalahan ini bisa berdampak pada munculnya bermacam masalah yang lebih rumit, seperti sulitnya mencari pekerjaan. 

Masa transisi setelah keluar dari penjara menuju ke dalam masyarakat seringkali menjadi titik krusial yang cukup menentukan masa depan para mantan napi. Ketika bisa melalui masa transisi dan masyarakat bisa menerima kehadiran mereka, permasalahan yang harus mereka hadapi tidak terlalu rumit.

Namun ketika masyarakat sulit menerima mereka kembali, rentetan masalah akan menghampiri mereka. Biasanya, mereka akan kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Banyak pihak yang menganggap mantan napi masih belum sepenuhnya menjadi manusia baik.

Apabila kondisi terakhir yang terjadi, banyak dari mereka yang masuk kembali ke dalam lingkaran kejahatan. Akibatnya, mereka bisa saja masuk kembali ke penjara.

Menyadari kompleksitas permasalahan tersebut, seorang mantan napi di Jember, Anton Harto alias Anton Macan, menggagas berdirinya "rumah singgah" untuk para mantan napi. Rumah singgah tersebut terletak di kawasan Gebang, Jember.

Sebagai mantan napi yang pernah menghuni lapas selama lima tahun serta merasakan sulitnya beradaptasi dan meyakinkan masyarakat ini merasa sangat sedih ketika banyak mantan napi yang sambat, berkeluh kesah, terkait masalah yang mereka hadapi. Rata-rata mereka berkeluh-kesah terkait susanya masyarakat menerima mereka dan sulit mendapatkan pekerjaan.

Di rumah singgah yang ia kelola bersama keluarga dan beberapa sahabatnya yang juga mantan napi menjadi tumpuhan hidup para mantan napi yang menemukan kesulitan. Tidak hanya menyediakan makan dan minum secukupnya, Anton Macan bekerjasama dengan pihak dan lembaga tertentu melakukan pelatihan-pelatihan kreatif untuk memberikan bekal kepada para mantan napi seperti pelatihan menjahit, sablon, kerajinan, dan yang lain.

Anton selalu berusaha untuk menumbuhkan nalar dan karya kreatif para mantan napi yang tinggal di rumah singgahnya. Hal itu perlu terus dilakukan agar mereka memiliki kepercayaan diri untuk menghadapi kehidupan dengan modal kreativitas sehingga tidak menjadi beban bagi manusia lain.

Tentu saja banyak masalah dan kendala yang harus dihadapi dalam mengelola rumah singgah. Bukan hanya masalah pendanaan, tetapi juga dukungan publik dan Negara. 

Namun, itu semua tidak menjadikan Anton surut langkah. Sebaliknya, ia dan para pengelola semakin bersemangat untuk mengubah semua masalah tersebut menjadi kesempatan untuk terus berbuat yang terbaik.

Bagi keluarga napi yang berasal dari luar Jember, rumah singgah tersebut sangat membantu. Mereka yang rata-rata berasal dari keluarga miskin bisa menginap di rumah singgah ketika hendak menjenguk anggota keluarga mereka. Tentu saja dengan fasilitas seadanya.

Meskipun demikian, keluarga para napi sangat terbantu karena mereka tidak harus kebingungan tempat menginap. Kita bisa membayangkan kalau mereka harus menginap di hotel atau losmen tentu membutuhkan biaya besar.

Pengalaman mengusahakan dan memperjuangkan rumah singgah itulah yang dijabarkan oleh Anton Macan dalam diskusi rutin Forum Konco Dhewe (FKD) pada 26 November 2021, di Kafe Pojok Bangka, Jember.

FKD merupakan forum yang terdiri dari individu lintar-organisasi, lintas-parpol, akademisi, dan lintas-kepentingan yang berusaha memberikan alternatif pemikiran terhadap permasalahan-permasalahan yang ada di Jember dan Indonesia dengan pendekatan multidisiplin.

Dalam diskusi yang berlangsung selepas Isya' dan dipandu oleh praktisi hukum dan aktivis sosial, Fathul Hadi tersebut, perjuangan Anton Macan dan kawan-kawan mendapatkan apresiasi dari para pembicara dan peserta.

Fathul Hadi membuka acara. Foto: Dok. Pribadi
Fathul Hadi membuka acara. Foto: Dok. Pribadi
Dalam pembukaannya Fathul Hadi, menegaskan bahwa gagasan rumah singgah ini merupakan bentuk komitmen dan solidaritas kemanusiaan yang dilakukan para mantan napi. Untuk itu, kita semua wajib mendukungnya. Pertanyaan besarnya adalah apakah Negara sudah hadir? Inilah yang harus terus diingatkan.

Lukman 'Markesot' Winarno, Presiden FKD dalam sambutannya mengatakan bahwa perjuangan untuk rumah singgah ini merupakan usaha strategis untuk membangun kebudayaan dari aspek kemanusiaan. Semua pihak perlu ikut nyengkuyung, bergotong-royong untuk membantunya.

Presiden FKD, Lukman Winarno, memberi sambutan. Foto: Dok. Pribadi
Presiden FKD, Lukman Winarno, memberi sambutan. Foto: Dok. Pribadi
Lorah Miftahul Arifin Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Suren, Ledokombo, dalam menjelaskan bahwa secara institusional, pondok pesantren siap untuk menampun para mantan napi yang ingin belajar agama dan menjalani kehidupan dengan baik.

Bagaimanapun juga, agama memerintahkan umat manusia untuk berbuat kebaikan, tanpa memandang status mereka. Menurutnya, para mantan napi adalah manusia-manusia yang sudah menjalani kehidupan di penjara dan masyarakat juga harus siap untuk menerima mereka. 

Romo Yosep Utus dari Gereje Santo Yusuf Jember menegakan bahwa dalam ajaran Kristiani, kasih sayang terhadap manusia itu harus bisa diwujudkan, tanpa harus memandang status mereka sebagai mantan napi. Kita harus mau merangkul mereka sebagai manusia.

Gereja tentu siap untuk memberikan pendampingan-pendampingan yang dibutuhkan, apalagi sejak sekolah di seminari para romo sudah dibiasakan untuk memberikan pelayanan publik, termasuk kepada para napi di penjara.

Suasana santai dalam diskusi. Foto: Dok. Pribadi
Suasana santai dalam diskusi. Foto: Dok. Pribadi
Sementara, Arif S.Sos, MAP, Ketua Laboratorium Kajian Pemberdayaan Masyarakat FISIP Universitas Jember menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Anton Macan merupakan tindakan luar biasa untuk ikut membina manusia-manusia yang memiliki permasalahan serius. Para mantan napi yang sulit mencari pekerjaan dan tidak diterima oleh masyarakat merupakan subjek yang memang harus didampingi dan diberdayakan.

Untuk itu, seharusnya, pihak-pihak terkait di Jember seperti Lapas, Bapas, dan Pemkab berani membuat terobosan kreatif, seperti membuat perumahan khusus para mantan napi. Ini memang terlihat aneh, tetapi bisa menjadi monumental karena ada keberanian dalam memberikan perhatian terhadap mantan napi.

Meskipun belum bisa memberikan perhatian khusus untuk kehidupan mantan napi, sebenarnya negara sudah berusaha memberikan pelatihan ketrampilan ketika mereka berada di dalam penjara. Menurut Edi, staf Bapas Jember, hal itu dilakukan agar mereka siap menghadapi kehidupan pasca keluar penjara.

Kisah perjuangan yang dilakoni Anton Macan dan kawan-kawannya juga menarik pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Jember, Dr. Aries Harianto, M.H. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh Anton merupakan bukti betapa manusia selalu bisa menegaskan komitmen kemanusiaannya dalam kondisi apapun.

Lebih jauh ia mengatakan, bahwa rumah singgah mungkin bisa diganti "rumah manfaat" atau "rumah maslahat" agar warga bisa mengembangkan sikap positif dan semakin banyak yang bisa berpartisipasi. Ke depan, Anton Macan juga bisa membuat badan hukum untuk rumah tersebut sehingga bisa menjalin kerjasama dengan banyak perusahaan melalui program CSR (corporate social responsibility).

Anton Macan bersama pengelola rumah singgah. Foto: Dok. FKD
Anton Macan bersama pengelola rumah singgah. Foto: Dok. FKD
Lilik Ni'ama, owner Kafe Pojok Bangka, ikut memberikan apresiasi atas apa-apa yang diperjuangan Anton Macan. Menurutnya, kehidupan penjara merupakan fase yang bisa menjadikan napi melakukan perenungan panjang dan menemukan titik cerah yang mengubah kehidupannya kelak. Apa yang dilakukan Anton Macan harus terus dikabarkan, agar masyarakat memiliki pandangan positif terhadap mantan napi.

Beberapa peserta lain menyoroti secara serius kontribusi Negara dalam menangani mantan Napi. Nurdiansyah Rahman alias Cak Nung, penggiat pencak silat Tjimande, berpendapat bahwa peran lembaga keagamaan memang harus diperkuat dalam berpartisipasi menangani para mantan napi. Ia juga mengkritisi ketidakhadiran Negara dalam penanganan mantan napi yang terkesan belum ada atau belum bisa dirasakan. 

Budi Santoso, aktivis sosial, yang mengaku sudah lama kenal dengan Anton Macan, menegaskan bahwa apa yang dilakukan apa yang dilakukan Anton Macan ini membuktikan bahwa di tengah-tengah minimnya perhatian Negara masih ada manusia-manusia dengan motivasi tulusnya untuk membantu manusia lain yang membutuhkan. 

Mengakhiri acara dengan foto bersama. Foto: Dok. FKD
Mengakhiri acara dengan foto bersama. Foto: Dok. FKD
Adapun Wahyu Nugroho, pengusaha sekaligus inisiator Gerakan Subuh Berjamaah (GSB), mendukung sepenuhnya perjuangan Anton Macan dan kawan-kawan di rumah singgah mantan napi. Selama ini Wahyu sudah menjalin kerjasama dengan Anton Macan dalam wujud pelatihan ketrampilan buat para mantan napi dan warga kurang mampu. Ke depan ia akan terus berkomitmen untuk menjalankan kerjasama kreatif dan produktif.

Semua yang dilontarkan oleh pembicara dan peserta diskusi merupakan dukungan yang luar biasa bagi Anton Macan dan kawan-kawannya. Dalam closing statement-nya ia mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan saat ini adalah usaha untuk membuktikan bahwa mantan napi bukanlah sumber masalah serta bentuk pertobatan yang bisa memberikan manfaat buat sesama manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun