Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warisan Budaya Tak Benda: Bukan Sekadar Dicatat dan Ditetapkan

26 November 2021   06:32 Diperbarui: 26 November 2021   18:54 1270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertunjukan ludruk Jemberan. Foto: Dok. Eva Maharani

Adegan tari. Foto: Dok. DeKaJe.
Adegan tari. Foto: Dok. DeKaJe.
Dengan demikian, perlindungan terhadap WBTB memiliki beberapa signifikansi, baik dalam ranah lokal, nasional, maupun global. Dalam ranah lokal, perlindungan dan pewarisan memiliki fungsi strategis sebagai penguat identitas komunal yang memunculkan solidaritas serta bisa digunakan untuk kepentingan politik ketika sebuah komunitas mendapatkan ancaman politik, ekonomi, maupun kultural dari kekuatan dominan-luar (West-Newman, 2004; Thornberry, 2002; Anthias, 2002; Jimenez, 2004; Da Silva, 2005; Hopkins, 2007). 

Tentu saja, politik identitas tersebut tidak harus digunakan untuk melukai atau membunuh komunitas lain yang tidak sama secara kultural maupaun agama. Kedua, masyarakat lokal memiliki kekayaan kultural yang bisa berimplikasi kepada rezeki ekonomi bagi para pelaku dan anggotanya. Dalam level nasional, keberadaan WBTB merupakan cermin budaya yang menjadikan sebuah bangsa dilihat secara berbeda oleh bangsa lain. 

Dalam lalu-lintas kultural yang semakin terseragamkan, keberbedaan identitas nasional tentu menjadi kekuatan filosofis yang bisa berimplikasi kepada aspek ekonomi dan politik. Dalam level global, terjaganya keberagaman kultural menjamin berlangsungnya kehidupan yang lebih berwarna dan mendorong terwujudnya prinsip hidup yang saling menghormati, menghargai, dan mengaprersiasi.  

MENGGAGAS KEBIJAKAN DAN SINERGI DALAM PERLINDUNGAN 

Perlindungan merupakan langkah-langkah yang bertujuan memastikan kelangsungan hidup WBTB, termasuk identifikasi, dokumentasi, penelitian, pelestarian, proteksi, promosi, perbaikan, pewarisan, khususnya melalaui pendidikan formal dan informal, termasuk revitalisasi beragam aspek dari warisan tersebut. (Konvensi 2003, Pasal 2 Ayat 3)

Pengertian di atas dengan gamblang menegaskan bahwa persoalan perlindungan WBTB tidak cukup hanya dengan "mencatat daftar nama" dan mengirimkannya ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di mana sebuah tim akan memutuskan layak atau tidak ekspresi kultural yang diusulkan provinsi untuk dijadikan WBTB Indonesia. Tahapan itu hanyalah sebuah langkah di antara langkah-langkah lain yang lebih penting untuk dijalankan.

Peran dan Kebijakan Pemerintah

Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, tentu menjadi pihak pertama yang memiliki peran penting dalam hal kebijakan resmi atas nama negara terhadap perlindungan WBTB. Dalam Konvensi 2003 (Pasal 11), pemerintah memiliki beberapa peran strategis. Pertama, mengambil langkah-langkah penting untuk memastikan perlindungan terhadap WBTB yang ada di wilayahnya. Kedua, mengidentifikasi dan mendefinisikan beragam elemen WBTB yang ada di wilayahnya, dengan melibatkan partisipasi komunitas, kelompok, dan LSM yang relevan. 

Terkait dengan peran kedua, setiap tahun pemerintah diharuskan menginventarisasi (pencatatan tulis maupun dokumentasi visual/audio-visual) satu atau lebih WBTB serta memberikan informasi terkait inventarisasi tersebut. Apa yang harus diingat adalah bahwa dalam proses inventarisasi dan kegiatan lainya, pemerintah harus melibatkan peran komunitas pelaku WBTB dan LSM terkait (Kurin, 2004). Bagaimanapun juga, komunitaslah yang tahu tentang keaslian dan dinamika WBTB di daerahnya. Selain itu, keterlibatan komunitas juga memungkinkan mereka sejak awal tahu fungsi dokumentasi yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan pewarisan.

Di beberapa negara, keterlibatan komunitas yang disokong oleh pemerintah dan LSM berhasil menjadikan kegiatan pendokumentasian sebagai awal untuk pewarisan pengetahuan lokal kepada generasi muda. Di komunitas Subanen dibantu LSM membuat dokumentasi multimedia pengetahuan lokal mereka tentang tumbuh-tumbuhan yang berguna untuk kesehatan, pertanian, ekonomi, dan religius. 

Tayub Tuban. Foto: Dok. Dinas Kebudayaan Tuban
Tayub Tuban. Foto: Dok. Dinas Kebudayaan Tuban

Pendokumentasian multimedia dipilih karena generasi muda Subanen hidup dalam peradaban teknologi, sehingga keatraktifan produk dokumenter diharapkan mampu memancing ketertarikan mereka untuk memahami dan mendalami tanaman-tanaman yang sangat berguna dalam kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun