Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Air Terjun Tujuh Bidadari, Keindahan Surgawi, dan Alternatif Pengembangannya

10 November 2021   17:35 Diperbarui: 12 November 2021   13:41 1778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Air terjun kedua. Foto: Dokumentasi Pribadi

Ketika saya ketik "air terjun tujuh bidadari" di Google, muncul banyak tulisan di situs berita online dan blog yang menceritakan secara apik keindahan kawasan wisata air terjun Tujuh Bidadari di Desa Rowosari, Kecamatan Sumberjambe, Jember (Air Terjun 7 Bidadari: Salah Satu Surga di Jember).

Tempat wisata yang secara resmi dibuka oleh Perhutani pada tahun 2017 itu memang menjanjikan petualangan yang menantang. Kawasan hutan pinus dengan taman bermain dan rumah makan di tata dengan indah (Wana Wisata Air Terjun 7 Bidadari Desa Rowosari Kecamatan Sumber Jambe Jember Jawa Timur). Namun, itu semua hanya bertahan tidak sampai lima tahun. Setidaknya, sampai 2019 masih dikunjungi wisatawan lokal.

Tahun 2020, seiring dengan berlangsungnya pandemi dan semakin sepinya pengunjung, kawasan bermain pun lambat laun tutup. Wisata ke air terjun yang semula menjadi satu paket dengan kawasan bermain, kembali menjadi destinasi tanpa pengelolaan.

Pada bulan Juli 2021, saya berkunjung ke Tujuh Bidadari, menempuh perjalanan sekira 1,5 jam dari kota Jember lewat jalur Kalisat-Sukowono-Sumberjambe. Sampai di kawasan bermain dan rumah makan di hutan pinus, saya terkejut. Kondisinya cukup memprihatinkan, tidak terawat sama sekali, terbengkalai.

Bangunan yang mangkrak. Foto: Dokumentasi pribadi
Bangunan yang mangkrak. Foto: Dokumentasi pribadi
Sungguh sangat disayangkan. Biaya investasi untuk membenahi kawasan ini tentu tidak kecil dan tidak sampai lima tahun sudah tidak tampak elok sama sekali. Yang lebih menyedihkan, tidak ada lagi usaha pengelolaan kawasan.

Ketika saya turun ke jalur sungai untuk menuju Tujuh Bidadari, jalan setapaknya pun sudah ditumbuhi semak belukar, meskipun masih bisa dilewati. Bagi saya, kondisi itu tidak menjadi masalah. Namun, bagi orang tua yang mengajak anak-anak mereka, tentu harus ekstra hati-hati. Apalagi tangga kayu yang menjadi penghubung ke sungai sudah lapuk.

Tangga ke air terjun. Foto: Dokumentasi Pribadi
Tangga ke air terjun. Foto: Dokumentasi Pribadi
Sesampai di air terjun pertama dan kedua, saya benar-benar terpukau, terpesona. Keindahan surgawi benar-benar dihadirkan oleh alam di kaki Gunung Raung. Diberi nama Tujuh Bidadari karena terdapat tujuh air terjun yang berasal dari atas tebing di sepanjang sungai. Masing-masing air terjun dianggap sebagai bidadari. 

Hal itu lebih berkaitan dengan kualitas keindahan surgawi yang dihadirkan ketujuh terjun tersebut, layaknya bidadari yang menghadirkan kebahagiaan dan kedamaian batin. 

Air terjun pertama. Foto: Dokumentasi Pribadi
Air terjun pertama. Foto: Dokumentasi Pribadi

Dan, kalau kita perhatikan hutan hujan tropis 'menyembunyikan' ketujuh air terjun tersebut dan beningnya air yang berkontribusi penting bagi kehidupan masyarakat di Jember, rasa-rasanya cukup beralasan kalau masyarakat dan Perhutani memberi nama "Tujuh Bidadari".

Buat para pengunjung yang memiliki hobi fotografi dan videografi, Tujuh Bidadari benar-benar recommended. Meskipun harus hati-hati karena banyaknya belukar di pinggir sungai dan bebatuan yang agak licin, para pengunjung bisa memilih spot yang cukup bagus. Perpaduan antara bening dan gemuruh air, suara burung, pepohonan, dan bebatuan menghadirkan suasana surgawi yang benar-benar bisa dirasakan.

Para wisatawan juga bisa mandi dan menikmati segarnya air. Dinginnya air dan simfoni hutan tropis menghadirkan energi alam yang bisa kita rasakan dan transformasi sebagai keseimbangan dalam relung-relung terdalam batin kita. 

Tersembunyi. Foto: Dokumentasi Pribadi
Tersembunyi. Foto: Dokumentasi Pribadi
Sebenarnya, kalau mau mengelola Tujuh Bidadari sebagai destinasi alam yang memadukan taman bermain, hutan pinus, dan air terjun, Perhutani harus memikirkan akses jalan ke kawasan bermain di hutan pinus. 

Akses jalan masih makadam dengan tingkat kesulitan lumayan bagi pengendara sepeda motor. Masalah itu menjadi salah satu penyebab rendahnya tingkat ketertarikan wisatawan untuk berkunjung.

Semestinya, Perhutani bisa bekerj asama dengan akademisi/peneliti, praktisi, pemerintah desa, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dan warga sekitar untuk mengelola kawasan air terjun dengan model yang sesuai. Tentu saja untuk mendapatkan formula yang sesuai dibutuhkan kajian mendalam lintas-sektoral.

Dari hasil pemetaan potensi yang saya lakukan bersama tim Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember, model eko-kultural bisa dikembangkan di kawasan ini. Model ini merupakan wisata minat khusus yang memaksimalkan potensi keindahan alam dan kekayaan budaya termasuk aktivitas ekologis. 

Target dari wisata model ini adalah para penggemar wisata petualangan, peneliti dan akademisi, perbankan, dan yang lain. Pengelolaannya bisa melibatkan warga kawasan dan para seniman.

Air terjun kedua. Foto: Dokumentasi Pribadi
Air terjun kedua. Foto: Dokumentasi Pribadi
Mereka bisa diajak untuk membuat camping di kawasan pinus dan mengingap semalam atau dua malam. Malam hari, mereka bisa menikmati kegiatan rekreatif seperti pentas kesenian oleh seniman Sumberjambe sembari menghangatkan badan di dekat api unggun, nyruput kopi khas Raung, dan menikmati kuliner khas. 

Mereka juga bisa ikut berkesenian dengan membaca puisi, membaca cerpen, ataupun menyanyi. Pengalaman terlibat dalam ekspresi kesenian di alam bebas tentu akan menjadi kebahagiaan tersendiri buat mereka.

Selain itu, salah satu kekhasan kawasan ini adalah pada menjelang akhir tahun biasanya panen durian. Kekhasan ini bisa dikreasi menjadi atraksi unggulan yang bisa memberikan pengalaman tersendiri. Warga Jember mengenal durian Sumberjambe memiliki rasa yang sangat khas, super manis dilengkapi rasa sedikit pahit.

Para pengunjung yang bermalam bisa diajak menunggu durian runtuh di perkebunan warga. Sembari menunggu, mereka bisa diajak menikmati ekpresi kultural dari para seniman Sumberjambe. Perpaduan menunggu durian runtuh dan menikmati karya seni tentu bisa memikat hati para pengunjung.

Pada pagi harinya, mereka diajak untuk berkeliling hutan pinus dengan tujuan terakhir di air terjun Tujuh Bidadari. Di sini mereka bisa membahagiakan diri sepuasnya. Para pemandu juga bisa mengajak mereka memperhatikan hal-hal kecil yang ada di sekitar kawasan air terjun, semisal tumbuhan belukar, capung warna-warni, burung, pohon besar, dan yang lain. 

Perhutani bisa juga mengajak mereka untuk terlibat penanaman bibit pohon endemik, pinus, durian, dan bambu. Para pengunjung diperkenankan menuliskan nama mereka dan membungkusnya dengan plastik yang akan diikatkan ke pohon. 

Dengan demikian, mereka juga memiliki keterikatan dengan kawasan Tujuh Bidadari karena ikut melakukan tindakan konservasi yang bisa mempertahankan keindahan alam sekaligus memberikan manfaat untuk kehidupan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun