Menariknya, di samping bangunan Chandra di Semboro, terdapat Gereja Protestan OEKOMENE (Oikumene). Saya tidak tahu persis alasan didirikannya gereja yang bersebelahan dengan bioskop.Â
Namun, secara kultural, bermanfaat untuk mempromosikan keberadaan gereja kepada warga luas. Selain itu, secara religi mungkin bisa ditafsir untuk menyeimbangkan kehidupan duniawi dan akhirat.
Sekali lagi itu hanya tafsir yang bisa jadi kurang tepat. Yang pasti, dakwah Protestan memang cukup massif di era kolonial Belanda.Â
Tidak mengeherankan kalau di Semboro terdapat beberapa desa yang menjadi pusat agama ini seperti Desa Rejoagung dan Desa Sidorejo.Â
Sampai sekarang, gereja Oekomene tersebut masih digunakan warga untuk kegiatan ibadah. Dampak positifnya, gereja tersebut masih terawat dengan baik.Â
Sayangnya, di era pascakolonial, kondisi Chandra perlahan-lahan mulai dilupakan. Pada masa Sukarno hingga era rezim Orde Baru berkuasa, gedung ini masih dimanfaatkan untuk pertunjukan kesenian.Â
Juga, masih digunakan untuk menonton film-film di era Orde Baru, setidaknya sampai era 90-an. Film yang menjadi favorit adalah film laga yang dibintangi Barry Prima.
Namun, sesudahnya sudah sangat jarang dimanfaatkan. Memang gedung ini belum hancur, karena berada di kawasan pabrik gula yang masih aktif. Saat ini terjadi alih fungsi di mana bagian depan dimanfaatkan untuk berjualan makanan dan minuman dengan nama Kantin Chandra.Â
Yang cukup disayangkan adalah gedung bioskop Chandra di Kencong sudah menuju kehancuran. Begitupula dengan pabrik gula di sana. Bahkan, gedung serupa di Balung sudah rata dengan tanah. Sementara, beberapa gedung bioskop di tempat lain dialihfungsikan sebagai tempat usaha.