Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

25 Tahun Berkuasanya Ratu Wilhelmina: Pesta Rakyat Besuki dalam Foto Kolonial

1 November 2021   19:48 Diperbarui: 1 November 2021   20:04 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Protschky (2015) dalam kajiannya tentang album keluarga di wilayah Hindia Belanda menjelaskan bahwa keberadaan foto dan album foto memungkinkan sejarawan melampaui orkeatrasi elit terkait penyebaran kuasa Dinasti Orange ke  berbagai ruang sosio-kultural masyarakat jajahan. Ketika orang-orang di Hindia mengumpulkan foto bangsawan Belanda, merayakan ulang tahun kerajaan, hari jadi dan pernikahan, memotret keikutsertaan mereka dalam acara-acara seperti itu, dan mengirim foto untuk teman dan keluarga di bagian lain dunia kolonial Belanda, mereka sejatinya menempatkan diri mereka sebagai anggota dari jaringan subjek yang tersebar secara global.

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Lebih jauh lagi, tradisi foto ini juga menandai semakin lentur dan dinamisnya kuasa kerajaan Belanda. Membicarakan kuasa monarki bukan lagi menjadi hak istimewa bangsawan kerajaan, tetapi juga warga Belanda di wilayah kolonial termasuk para fotografer amatir. Dengan foto yang merekam perayaan kerajaan, monarki Belanda diposisikan sebagai subjek yang dapat diakses oleh warga secara luas.

Foto-foto perayaan dua puluh lima tahun  kekuasaan Ratu Wilhelmina menjadi penanda penting bagaimana pemerintah kolonial di Besoeki memosisikan kedirian mereka sebagai bagian penting dari jaringan subjek yang menyebar secara global. Selain itu, foto perayaan menjadi penandaan dan wacana betapa monarki Belanda dan kuasa kolonial bisa dinarasikan dan diperbincangkan dengan cara populer, sederhana, dan kontemporer, mengikuti perkembangan zaman. Kebersamaan dan keramaian dalam foto perayaan juga memproduksi wacana 'kesetaraan', penguasa dan rakjatnya, bukan lagi perbedaan yang menindas. Maka, kuasa monarki dikonstruksi bukan lagi sebagai teror yang menakutkan, tetapi praktik yang menggembirakan.

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Dengan demikian, budaya foto, selain mengabadikan dan menandakan keterlibatan para warga dan keluarga Belanda di wilayah jajahan dalam koneksi transnasional kekuasaan monarki, bisa juga menjadi aparatus makna dan diskursif yang menjadikan peristiwa bersejarah sebagai situs untuk membangun opini publik betapa dekatnya penguasa dan yang dikuasai dalam kehidupan kolonial. 

Kehadiran rakyat terjajah dalam pesta penjajah yang diabadikan dalam budaya foto memproduksi pengetahuan betapa lentur dan akrabnya kekuasaan kolonial sebagai kepanjangan tangan kerajaan di abad kedua puluh yang ditandai dengan investasi swasta secara besar-besaran. Penjajahan memang ada dan foto-foto perayaan tersebut seolah berbisik lembut: "kami memang berbeda, tapi kami bahagia bersama untuk kemuliaan Sang Ratu dan keluarganya".

Rujukan:

1.  Protschky, Susie. (2015). "Photography and the Making  of a Popular, Colonial  Monarchy

The Netherlands East Indies during Queen Wilhelmina's Reign (1898-1948)." Low Countries Historical Review, Vol 130-4,  pp. 3-29.

2. Vrendenbregt, Jacob. (1990). As the Day Draws to an End. Jakarta: Penerbit Djambatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun