Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

25 Tahun Berkuasanya Ratu Wilhelmina: Pesta Rakyat Besuki dalam Foto Kolonial

1 November 2021   19:48 Diperbarui: 1 November 2021   20:04 906
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Banteng-banteng itu pun diadu di tengah lapangan. Dua banteng akan saling menyerang dengan tanduk dan kepala mereka sampai ada yang kalah dan menyerah. Selain tradisi aduan banteng, masih berdasarkan catatan Vrendenbregt, di kawasan perkebunan Jember juga berkembang aduan sapi. Tradisi aduan sapi adalah budaya khas masyatakat Madura di Jember yang berkembang di era kolonial. Di era pascakolonial, aduan sapi masih berlangsung tetapi dalam perkembangannya dilarang. 

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Sementara, di Bondowoso, warga Eropa merayakan tahta Ratu Wilhelmina dengan berdansa dengan lampu-lampu indah. Tentu, ini menjadi karakteristik warga elit yang memiliki selera dan ekspresi budaya berbeda dan, tentu saja, kelas yang berbeda. Mereka menjaga ruang dan praktik kultural Eropa yang menjadi hak istimewa di tengah-tengah kehidupan masyarakat jajahan yang mereka eksploitasi. Dengan foto tersebut, para warga Belanda seolah ingin menegaskan bahwa masih ada tradisi Eropa yang dipelihara dengan baik dan berbeda dari tradisi pribumi.

Dok. Leiden University 
Dok. Leiden University 

Gedung perkantoran di Bondowoso juga dihias dengan lampu warna-warni, sehingga tampak indah di malam hari. Tradisi memasang lampu ini berlanjut hingga saat ini, khususnya ketika bangsa ini memperingati hari kemerdekaan atau yang dikenal dengan perayaan 17-an. Jadi, kalau ada orang-orang yang mengatakan bahwa memasang lampu hias untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia adalah tradisi adiluhung untuk merasakan kegembiraan, kita bisa dengan sedikit nakal membantah, "sebenarnya itu merupakan transformasi dari tradisi kolonial."

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Tidak mau ketinggalan polisi lapangan juga menggelar atraksi untuk meramaikan perayaan Kanjeng Ratu. Mereka menunjukkan kecapakan untuk memberikan rasa aman bagi pemerintahan Hindia Belanda di Bondowoso dan sekitarnya. Keterlibatan mereka dalam sebagai aparatus kolonial tidak jauh berbeda dengan para "amtenar", kaum bumiputra terdidik yang mengabdi kepada pemerintah kolonial. Sejahat atau sekejam apapun kolonialisme, tetap ada para pribumi yang menjadi bagiannya dan mereka cukup bangga, seperti yang tampak dalam foto para polisi di atas. 

Dok. Leiden University
Dok. Leiden University

Adapun di Besuki, kota di pinggir pantai yang dilewati jalan Daendles (sekarang termasuk wilayah Situbondo), Residen H.A. Voet beserta stafnya memberikan berfoto bersama untuk memberikan penghormatan secara khusus kepada Sang Ratu. Foto mereka bisa dibaca sebagai wujud kesigapan dan kesiapan untuk menjalankan secara kompak pemerintahan kolonial yang memberikan keuntungan kepada negeri Belanda. 

Kehadiran foto-foto di atas menarik untuk ditelisik lebih jauh, khususnya terkait budaya foto. Pada era 1920-an budaya foto menjadi praktik populer di kawasan Hindia Belanda, tak terkecuali di Besuki. Para fotografer amatir pun mulai menjalani profesi fotografis untuk kepentingan keluarga di wilayah jajahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun